Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii mengatakan bahwa pergantian Era bernama Reiwa bakan berarti mengubah Jepang sebagai sebuah negara.
Banyak yang beranggapan bahwa pergantian era akan mengubah segala aspek Negeri Sakura tersebut. Namun, Masafumi Ishii menjelaskan bahwa pergantian itu lebih kepada mindset dari masyarakat Jepang.
"Kekaisaran sebelumnya telah turun dan yang baru telah naik. Ketika sebuah kekaisaran turun maka akan ditentukan era yang baru," ujar Masafumi Ishii.
Baca Juga
Advertisement
"Ini bukan soal pergantian sebuah negara melainkan pergantian mindset masyarakatnya," tambah Ishi.
"Tentunya, ketika memiliki era baru maka masyarakat juga harus memiliki mindset yang berbeda untuk lebih baik di masa depan."
Saat ditanya soal proses pergantian dan pemilihan nama Raiwa, Dubes Jepang menjelaskan bahwa semua langkah ditentukan oleh aturan yang berlaku.
"Proses pemilihan nama Reiwa mengikuti aturan dan hukum yang berlaku. Ada ahli khusus yang dilibatkan dan mereka berdikusi hingga akhirnya Perdana Menteri yang memutuskan," ujar Masafumi Ishii.
"Dengan pergantian era, kebijakan politik dalam dan luar negeri tidak akan berubah. Sebab, mereka bukan di ranah politik."
"Namun bukan berarti mereka tidak penting. Mereka adalah simbol pemersatu bagi masyarakat Jepang."
Arti Nama Reiwa
Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan bahwa Reiwa, nama era kekaisaran baru negara itu, berarti "harmoni yang indah", bukan "perintah" atau "ketertiban" seperti yang diduga oleh banyak pihak.
"Kami merasa perlu untuk memberi tahu dunia bahwa tidak ada orang (di pemerintahan) yang berpikir seperti itu," ujar Hiroatsu Satake, seorang pejabat kementerian luar negeri setempat, mengatakan kepada Japan Times.
Dikutip dari Time.com, warganet Jepang sempat menuding karakter kedua dalam penulisan kanji pada nama era baru Jepang sebagai "perintah" atau kontrol ketat".
Padahal, pada karakter pertama, jelas terbaca maknanya sebagai "perdamaian". Atas dasar tudingan tersebut, banyak pihak yang mengira bahwa nama era baru tersebut, secara keseluruhan, kurang lebih bermakna "perintah untuk menciptakan perdamaian".
Bagi orang awam, makna tersebut mungkin terdengar biasa saja. Namun, bagi Jepang, itu adalah sebuah sensitivitas.
Militerisme adalah topik sensitif di Jepang, yang meloloskan reformasi pada 2015 untuk memperluas peran pasukan pertahanannya, meskipun ada protes keras dari dalam dan luar legislatif.
"Jika Anda melihat (rei) dalam kamus, saya yakin makna seperti ini memang muncul, tetapi juga memiliki banyak makna lain," kata Satake, merujuk pada interpretasi rei yang kurang dikenal sebagai "baik" atau "indah".
Advertisement