Liputan6.com, London - Hasil jajak pendapat di Parlemen Inggris menunjuk Boris Johnson sebagai calon terkuat untuk menjabat Perdana Menteri Inggris yang baru.
Johnson menang suara sebagai pemimpin Konservatif, mengalahkan Jeremy Hunt dalam pemilihan kepemimpinan partai, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (23/7/2019).
Mantan wali kota London, yang telah lama digadang untuk memimpin negaranya, memenangkan pemilihan dengan selisih tegas antara 92.153 dan 46.656 suara, atau dengan kata lain sebanyak 66 persen.
Baca Juga
Advertisement
Sementara tingkat partisipasinya adalah 87,4 persen di antara 159.320 anggota partai.
Dalam pidato pertamanya --setelah terpilih sebagai PM Inggris-- yang spontan, Boris Johnson mengakui bahwa bahkan beberapa pendukungnya sendiri mungkin "cukup bertanya-tanya apa yang telah mereka lakukan" saat memilihnya.
Dia mengatakan bahwa pada momen penting dalam sejarah, partainya harus menunjukkan "kemampuan untuk menyeimbangkan naluri yang bersaing, mengawinkan keinginan untuk mempertahankan hubungan dekat dengan Uni Eropa, dan keinginan untuk pemerintahan sendiri yang demokratis di negara ini".
Boris Johnson berseru kepada hadirin yang terdiri dari para menteri dan staf partai tentang mantra kampanyenya: "Wujudkan Brexit, satukan negara dan kalahkan Jeremy Corbyn (pemimpin Partai Buruh)."
Didesak Bersikap Lebih Baik pada Johnson
Hasil jajak pendapat Parlemen Inggris diumumkan oleh ketua bersama Komite backbench 1922, Cheryl Gillam.
Rekannya, Charles Walker, segera mendesak anggota parlemen untuk "bersikap lebih baik" kepada pemimpin baru, dibandingkan yang pernah mereka lakukan pada Theresa May.
Brandon Lewis, ketua partai Konservatif saat ini, dengan bangga mengatakan dalam konferensi pers di Westminster, bahwa jajak pendapat telah menunjukkan partainya secara mendasar bersatu.
Kemenangan Johnson segera disambut oleh Donald Trump yang mentwit: "Dia akan (menjadi) hebat!"
Boris Johnson baru akan menjabat secara resmi sebagai perdana menteri Inggris pada Rabu 24 Juli sore, ketika Theresa May akan menghadapi sidang terakhirnya sebagai perdana menteri di House of Commons, sebelum mengajukan pengunduran dirinya kepada Ratu Elizabeth II.
Dia kemudian akan pergi ke Istana Buckingham guna mendapatkan konfirmasi atas pengangkatannya, sebelum diantar ke Downing Street --kantor perdana menteri Inggris-- untuk memberikan pidato di depan pintu hitam No 10.
Advertisement
Memimpin dalam Suasana Politik Berbahaya
Boris Johnson disebut akan memimpin dalam suasana politik Inggris yang berbahaya.
Mayoritas pekerja parlementer yang "kolot" dari partai Konservatif diperkirakan akan terkikis lebih lanjut pekan depan, jika Demokrat Liberal memenangkan pemilu sela Brecon dan Radnorshire.
Ini adalah pemilu yang diselenggarakan di wilayah gabungan dua kota kuno di Wales selatan, Brecon dan Radnorshire, yang menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Britania Raya.
Hingga saat ini, pemilihan di daerah yang sebagian besar ditempati oleh keturunan langsung dari leluhur terkait, memainkan peran penting dalam menentukan nasib kepemimpinan politik Inggris selanjutnya.
Johnson telah menghadapi pemberontakan internal yang terjadi bahkan sebelum tiba di Downing Street, dengan beberapa menteri kabinet utama, termasuk kanselir, Philip Hammond, mengatakan mereka akan mengundurkan diri daripada bertugas di bawah komandonya.
Mereka terkejut dengan desakan Johnson bahwa dia bersedia menyetujui rencana pergi dari Uni Eropa tanpa kesepakatan pada tanggal 31 Oktober, daripada menunda Brexit sekali lagi, bahkan jika itu berarti parlemen berdebat hebat.
Simak video pilihan berikut: