Energi Panas Bumi Jadi Tumpuan Dongkrak Rasio Elektrifikasi di Flores

Provinsi NTT khususnya di Pulau Flores memiliki potensi panas bumi yang cukup besar di antaranya di Ulumbu, Mataloko, Mutubusa, Ropa dan Atadei.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Jul 2019, 11:15 WIB
Suasana pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3/2016). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi baru terbarukan yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan studi eksplorasi dan pengeboran, sumur produksi di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Mataloko di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini untuk mempercepat Penyediaan Pasokan listrik di wilayah tersebut.

Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah berkomitmen meningkatkan rasio elektrifikasi di Provinsi NTT. Salah satu cara yang dilakukan adalah percepatan proyek infrastruktur kelistrikan yang bersumber pada energi panas bumi.

Untuk menjalankan hal tersebut, bersama Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar dan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero), Sripeni Inten Cahyani telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) studi eksplorasi dan pengeboran sumur produksi di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Mataloko.

"Seiring dengan berkembangnya wisata di wilayah tersebut, kebutuhan listrik di NTT terus meningkat. Saat ini sebagian besar kebutuhan listrik NTT masih dipasok oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)," kata Dadan, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Rabu (24/7/2019).

Provinsi NTT khususnya di Pulau Flores memiliki potensi panas bumi yang cukup besar di antaranya di Ulumbu, Mataloko, Mutubusa, Ropa dan Atadei.

Dari 12 wilayah prospek panas bumi di Pulau Flores, terdapat tiga wilayah yang mendapat izin pengelolaan WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi), yaitu Ulumbu, Mataloko dan Sokoria dengan total kapasitas terpasang mencapai 12,5 MW.

 


Rasio Elektrifikasi Meningkat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan 3 proyek infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang dibangun PT Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)

Dengan pemanfaatan potensi panas bumi tersebut, diharapkan ke depan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di NTT secara signifikan. Kementerian ESDM mencatat rasio elektrifikasi NTT termasuk yang terendah di Indonesia, hingga bulan Juni 2019 sebesar 72 persen.

Dalam kerja sama ini, Kementerian ESDM melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) dan BLU LEMIGAS, akan melaksanakan beberapa studi panas bumi, meliputi studi mitigasi resiko, studi geologi geokimia geofisika, studi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) serta penggunaan peralatan rig hidrolik (mobile hydraulic rig) LEMIGAS.

 

 


Jasa Konsultasi

Wilayah Sumatera Utara mendapat tambahan pasokan listrik sebesar 110 Mega Watt (MW) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla Unit I. (Pebrianto/Liputan6.com)

Sebelumnya BLU LEMIGAS dan PLN telah bekerja sama untuk pengadaan jasa konsultasi perhitungan losses actual regasifikasi Blok Arun dan pengadaan jasa konsultasi kajian harga gas untuk kelistrikan PLN.

Peran Badan Geologi dalam kerja sama ini akan dilaksanakan oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP), karena memiliki kemampuan dan peralatan untuk pemboran eksplorasi panas bumi.

PT PLN Gas dan Geothermal (PT PLN GG) sebagai anak perusahaan PT PLN (Persero) yang menangani bidang infrastruktur gas dan penyediaan tenaga listrik panas bumi, ditugasi untuk mengembangkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKPO) Mataloko dalam pembangunan PLTP 2,5 MW.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya