Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi mengenai perkembangan harga karet dan dampak penyakit tanaman karet yang terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Rapat tersebut dihadiri perwakilan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kasdi Subagyono Kementerian Pertanian mengatakan, salah satu fokus rapat koordinasi hari ini adalah mencari solusi terkait penyebaran penyakit Gugur Daun Karet (GDK) akibat jamur Pestalotiopsis sp. Penyakit ini telah membuat produksi karet nasional turun sebesar 15 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Prediksi kemungkinan turun, tapi jumlahnya belum tahu pastu. Tadi di prediksi secara nasional kurang lebih 15 persen penurunan dari 2018," ujar Kasdi saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (24/7).
Kasdi menuturkan, jumlah tanaman terdampak penyakit gugur daun tersebut masih berpotensi meluas. Antisipasi yang dilakukan pemerintah bersama petani saat ini adalah melakukan fogging atau pengasapan terhadap pohon karet.
"Masih bisa diantisipasi, upaya pemerintah pengendalian itu prinsip proteksi tanaman kita lakukan khusus untuk cendawan sudah dilakukan. Kaya fogging," jelasnya.
Adapun penyebab penyakit tersebut adalah perubahan spesies jamur pada karet. Penyakit ini awalnya ditemukan di Malaysia kemudian berkembang di wilayah sentra karet Indonesia. Penyakit ini berpotensi untuk mewabah jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.
"Kalau RPN (PT Riset Perkebunan Nusantara) menelisik ada perubahan species jamur pada karet. Kalau dulu fusicocu penyebabnya, sekarang pestalotiopsi itu peneliti yang tau makanya kita ikutin data peneliti," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dongkrak Harga, Kemendag Tetapkan Kuota Ekspor Karet Alam
Kementerian Perdagangan untuk sementara waktu menetapkan kuota ekspor karet alam. Hal ini dilakukan menyusul kebijakan pengurangan ekspor komoditas tersebut guna mendongkrak harga di pasar internasional.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kasan Muhri, mengatakan pengurangan ekspor karet ini diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 779 Tahun 2019 tentang pelaksanaan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6 untuk komoditas karet alam.
Payung hukum tersebut juga mengatur alokasi jumlah komoditas karet alam yang dapat diekspor untuk periode 1 April 2019 sampai dengan 31 Juli 2019 sebesar 941.791 ton, dengan rincian:
a. April 2019 sebesar 256.863 ton;
b. Mei 2019 sebesar 245.015 ton;
c. Juni 2019 sebesar 173.880 ton;
d. Juli 2019 sebesar 266.033 ton.
AETS ke-6 merupakan kebijakan yang telah disepakati oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand untuk mengurangi volume ekspor karet alam dengan total sebesar 240.000 ton selama empat bulan. Thailand menjadi negara terbanyak yang akan mengurangi ekspornya yaitu sekitar 126.240 ton, sedangkan Malaysia hanya 15.600 ton, dan Indonesia 98.160 ton.
"Kepmendag Nomor 779 Tahun 2019 ini merupakan penegasan Pemerintah Indonesia bahwa AETS adalah kebijakan yang harus ditaati oleh pelaku usaha karet alam," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (1/4/2019).
Dalam Kepmendag tersebut juga mengatur soal jenis karet alam yang dikurangi ekspornya, yaitu:
a. Karet Alam jenis Concentrated Latex (lateks pekat)/Centrifuged Latex yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 400110
b. Karet Alam jenis Ribbed Smoked Sheet Rubber (RSS) yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 400121;
c. Karet Alam jenis Technically Specified Rubber (TSR) yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 400122;
d. Karet Alam jenis Mixture Rubber yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 400280; dan
e. Karet Alam jenis Compounded Rubber yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 400510, 400520, 400591, dan 400599.
Advertisement
Dongkrak Harga, RI Kurangi Ekspor Karet Alam 98 Ribu Ton
Indonesia mulai mengurangi ekspor karet alam sebanyak 98 ribu ton untuk jangka waktu empat bulan ke depan. Hal ini bagian dari implementasi kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6 untuk mengurangi volume ekspor karet alam sebesar 240 ribu ton selama 6 bulan ke depan.
AETS ke-6 merupakan hasil pertemuan pejabat senior dari Internasional Tripartite Rubber Council (ITRC). Selain Indonesia, dua negara lain yang juga tergabung dalam ITRC yaitu Malaysia dan Thailand.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan pengurangan ekspor ini dilakukan dalam rangka memperbaiki tren harga karet alam dunia yang tengah anjlok.
Dia menjelaskan, pada November 2018 harga karet tercatat turun ke level USD 1,21 per kg. Namun setelah digelarnya pertemuan khusus pejabat senior International Tripartite Rubber Counsil (ITRC) pada 4-5 Maret 2019 di Bangkok, Thailand harga karet alam mulai terkoreksi menjadi USD 1,4 per kg pada Maret 2019 atau naik 5 persen.
"Sekarang harga karet alam sudah USD 1,4 per kg dan kami terus monitor. Hari ini Indonesia berkomitmen mengaplikasikan kebijakan hasil kesepakatan," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (1/4/2019).
Sebagai wujud keseriusan Indonesia dalam mendorong kenaikan harga karet alam, lanjut Kasan, Kemendag juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 779 Tahun 2019 tentang pelaksanaan AETS ke-6 untuk komoditi karet alam. Dalam payung hukum tersebut, pengurangan ekspor berlaku mulai 1 April 2019 atau hari ini.
"Khusus Indonesia, diputuskan untuk mengurangi ekspor karet 98.160 ton. Itu 1 April sampai 31 Juli 2019," tandas dia.