OJK Apresiasi Langkah BI Turunkan GWM Perbankan

Kelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) tersebut akan membuat perbankan memilki likuiditas tambahan hingga Rp 25 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2019, 17:00 WIB
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan. Kelonggaran GWM tersebut akan membuat perbankan memilki likuiditas tambahan hingga Rp 25 triliun.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyebutkan kelonggaran GWM memberi kontribusi dalam mendukung stabilitas sektor keuangan. Dan imbasnya adalah mampu berkontribusi baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

"Dengan adanya penurunan giro wajib minimum dan penurunan suku bunga kebijakan Bank Indonesia serta masuknya arus modal di pasar keuangan domestik akan dapat pertumbuhan kredit ke depan," kata dia, di kantornya, Rabu (24/7).

Seperti diketahui Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan. GWM untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah masing-masing turun sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen dan 4,5 persen dengan rerata masing-masing tetap 3,0 persen dan berlaku efektif per 1 Juli lalu.

Manfaat lain pelonggaran ini adalah dana yang dikelola perbankan bisa ditempatkan pada sektor lain, misalnya kredit.

Dia mengungkapkan kredit perbankan tumbuh stabil pada level 9,92 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

"Dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor listrik, air, dan gas, konstruksi, serta pertambangan," ujarnya.

Sementara itu, piutang pembiayaan juga tumbuh sebesar 4,29 persen secara year on year (yoy).

"Didorong oleh pertumbuhan pembiayaan pada sektor industri pengolahan, pertambangan, dan rumah tangga," tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Buka Peluang Kembali Turunkan Bunga Acuan

Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Bank Indonesia (BI) kembali membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan di Semester II 2019. Dengan Penurunan suku bunga tersebut, diharapkan akan memberikan keuntungan bagi sejumlah sektor, antar lain perbankan dan properti.

"Minggu lalu kami juga melanjutkan langkah-langkah pelonggaran kebijakan kami. "Kami sudah turunkan suku bunga. Penurunan suku bunga berlanjut masih akan terbuka," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo di DPR RI, Jakarta, Senin (22/7).

Seperti diketahui sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juli 2019 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan menjadi angka 5,75 persen. BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada angka 5 persen dan Lending Facility 6,5 persen.   

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesiapada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day repo rate," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo di Kantor BI, Jakarta, pada Kamis 18 Juli 2019

Penurunan suku bunga menurutnya dilakukan sejalan dengan kondisi perekonomian global yang melambat.

"Kebijakan ini sejalan dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi ke depan dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah pasar keuangan global yang menurun dan stabilitas ekonomi Indonesia yang terkendali," ujarnya.

Adapun keputusan penurunan suka bunga BI sejalan dengan prediksi ekonom yakni Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira yang yang menuturkan sebaiknya ditetapkan penurunan suku bunga sebesar 25-50 basis point (bps).

"Tidak ada alasan bagi Bank Indonesia menahan suku bunga di tengah kurs rupiah yang stabil, inflasi yang rendah dan cadangan devisa yang mulai meningkat. Sektor riil juga butuh stimulus moneter agar beban bunga menurun dan bisa lebih ekspansif," terangnya.


BI Diminta Kembali Turunkan Suku Bunga Acuan

(foto: Liputan6.com)

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, Bank Indonesia (BI) perlu memangkas suku bunga acuanya kembali pada tahun ini sebesar 25 basis poin (bps).

Menurutnya, penurunan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (18/7) tidaklah cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebabnya, BI dinilai perlu kembali memangkas suku bunga acuannya 25 bps sampai dengan akhir tahun. 

"Yang dibutuhkan penurunan suku bunga acuan itu 50 bps, karena dampak penurunan suku bunga kredit kan juga tidak instan. Itu bisa 3-5 bulan baru dirasakan, ada jeda waktu," tuturnya kepada Liputan6.com, Sabtu 19 Juli 2019.

Bhima pun menegaskan, BI diharapkan dapat mampu kembali memangkas suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) selanjutnya di bulan depan.

Sementara itu, dia menjelaskan, beberapa industri dipastikan menyambut baik atas ketetapan BI menurunkan suku bunga acuan. Itu seperti salah satunya ialah sektor perbankan.

"Sektor perbankan, properti, otomotif happy dengan bunga rendah. Konsumen juga senang karena bunga yang rendah artinya bunga KPR dan kredit kendaraan bermotor lebih murah," paparnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya