Liputan6.com, Jakarta - Stuber tayang di bioskop Tanah Air mulai Rabu (24/7/2019). Film ini mempertemukan Iko Uwais dengan bintang Guardians of the Galaxy, Dave Bautista. Masih menampilkan genre aksi, bedanya Stuber menempatkan Iko Uwais sebagai penjahat.
Tenang, performa Iko Uwais dalam Stuber tidak akan mengingatkan Anda pada Mile 22. Aroma komedi yang lumayan pekat dan muncul tenggelamnya Iko Uwais di plot cerita, membuat Stuber di luar dugaan lebih enak dinikmati.
Baca Juga
Advertisement
Stuber mengisahkan operasi penangkapan Oka Tedjo (Iko) oleh sepasang polisi Vic Manning (Dave Bautista) dan Sara Morris (Karen Gillan). Lewat aksi baku tembak dan baku hantam di gedung bertingkat, Tedjo yang dikenal licin berhasil kabur.
Sara Morris tertembak lalu meninggal dunia. Kasus ini kemudian diambil alih oleh agen Angie (Mira Survino). Vic yang terpukul, diminta istirahat selama beberapa hari. Momen ini digunakan Vic untuk menghangatkan hubungan dengan putrinya, Nicole (Natalie Morales).
Balas Dendam
Suatu siang, Vic mendapat kabar pergerakan Tedjo dan lokasi ia beraksi. Dilandasi motivasi untuk membalaskan dendam Sara, Vic tanpa sepengetahuan Angie melacak keberadaan Tedjo. Ia menggunakan taksi daring yang dikemudikan oleh Stu (Kumail Nanjiani).
Memberantas penjahat dengan bantuan sipil amatir membuat Vic berkali-kali kewalahan. Beberapa petunjuk di lapangan kemudian menuntun Vic untuk menguak konspirasi tingkat tinggi.
Yang menarik dari Stuber adalah chemistry yang dibangun karakter Stu dan Vic. Perbedaan latar belakang, menciptakan gesekan yang memantik tawa. Vic orang tua tunggal, nyaris tak punya waktu buat anak dan berambisi menyelesaikan kasus yang dimulainya.
Stu adalah pria kesepian, jatuh cinta pada rekan bisnis sekaligus sahabat, namun tak berani mengungkapkan. Sejujurnya, ini masih samar mengingat kita tidak bisa melihat latar belakang Vic dan Stu dengan lebih detail. Khususnya, riwayat keluarga yang membentuk kepribadian mereka.
Advertisement
Bak Roller Coaster
Sineas Michael Dowse mengakalinya dengan membangun grafik konflik bagai roller coaster. Memulai Stuber dengan kejar-kejaran yang heboh, Michael kemudian memperkenalkan karakter demi karakter dan menciptakan pertemuan tak terduga, melacak biang konflik, dan memperlihatkan proses menangani konflik.
Di sela pencarian dan penanganan, Michael memperlihatkan seberapa penting Stu bagi Vic, begitu pula sebaliknya. Keduanya digambarkan memiliki cacat masing-masing. Itu sebabnya saat bertemu, mereka saling melengkapi.
Di pihak seberang, kita melihat Oka Tedjo yang seolah sendiri. Iko menghidupkan tokoh ini dengan pendekatan berbeda mulai dari gaya rambut hingga gaya berbusana dengan warna cerah. Ada garis perbedaan yang jelas antara tokoh Oka Tedjo dengan karakter-karakter lain yang dimainkan Iko sebelumnya.
Stuber salah satu langkah maju bagi Iko. Di sini, ia tampak relaks dan aktif menyemai benih-benih tawa. Mayoritas bumbu komedi dipicu oleh situasi. Selebihnya “kebodohan” karena baru pertama kali berhadapan dengan problem semacam ini.
Keunggulan
Inilah titik unggul Stuber. Meramu formula komedi dengan merekrut pemain yang tidak jaim. Sebagai sebuah komedi, Stuber tidak berada di level paripurna. Guyonannya tidak 100 persen cerdas atau sok cerdas.
Bahkan, beberapa dialognya terdengar kotor. Namun, unsur spontan dan aksi reaksi dinamis menyelamatkan Stuber dari citra komedi jorok nan receh. Belum lagi, akhir film ini membuat hati terasa sejuk.
Kesejukan dipicu dua agegan, yakni hubungan ayah dan anak, serta penerimaan yang dilakukan dua generasi dalam satu atap. Dua momen ini membuat Stuber bagaikan jamuan makan malam yang berakhir manis.
Stuber layak ditonton di kala pikiran buntu. Efek relaksasinya membuat ketegangan di pikiran perlahan mengendur.
Sisi positif lain film ini, semangat keragaman yang diusung dalam kemasan kasual. Dari keragaman warna kulit, orientasi, profesi, selera musik, hingga formula good cop-bad cop. (Wayan Diananto)
Advertisement