Liputan6.com, Beijing - Institusi militer China mengatakan pada Rabu 24 Juli 2019, pasukannya yang ada di Hong Kong dapat dikerahkan untuk mempertahankan ketertiban umum. Pernyataan ini disampaikan oleh Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) yang kemudian dianggap sebagai peringatan keras bagi pengunjuk rasa yang dinilai provokatif oleh Beijing.
Meski demikian, pengerahan pasukan seperti itu harus dilakukan atas permintaan pemerintah Hong Kong, menurut Garrison Law yang dikutip oleh juru bicara PLA Wu Qian, lapor The Straits Times dilansir Kamis (25/7/2019). Dia tidak merinci lebih jauh terkait hal itu.
Baca Juga
Advertisement
"Kami dengan cermat mengikuti perkembangan di Hong Kong, terutama serangan kekerasan terhadap kantor penghubung pemerintah pusat oleh orang-orang radikal pada 21 Juli," kata Kolonel Wu pada sebuah pengarahan untuk memperkenalkan buku putih pertahanan China yang baru.
"Beberapa perilaku para pengunjuk rasa radikal menantang otoritas pemerintah pusat dan prinsip satu negara dua sistem," lanjutnya. "Itu benar-benar tidak dapat ditoleransi."
Penerjunan militer China di [Hong Kong](Hong Kong "") diatur dalam artikel 14. Dalam artikel itu dinyatakan, pemerintah kota dapat meminta bantuan pemerintah pusat dari garnisun PLA Hong Kong untuk menjaga ketertiban umum dan untuk bantuan bencana.
Jika Beijing menyetujui, pasukan itu akan mengirim pasukan untuk melakukan tugas yang ditentukan. Mereka kemudian akan kembali ke pangkalannya setelah misi selesai.
Pasukan akan berada di bawah komando komandan tertinggi garnisun, atau seorang perwira yang diberi wewenang oleh komandan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hong Kong.
Simak pula video pilihan berikut:
Demonstran Dianggap Radikal
Tanggapan soal penerjunan PLA dari kementerian pertahanan China datang di tengah apa yang dilihat Beijing sebagai tindakan yang semakin radikal dari pengunjuk rasa di Hong Kong. Demonstran sendiri menentang RUU ekstradisi yang dapat memungkinkan tersangka kriminal dikirim ke China daratan.
Wilayah itu telah dikejutkan oleh protes atas RUU itu selama tujuh minggu berturut-turut.
Para pemrotes bentrok dengan polisi dan menyerbu parlemen Hong Kong, Dewan Legislatif (LegCo).
Pada Minggu, para demonstran mengepung dan merusak Kantor Penghubung Beijing, merusak lambang nasional.
Beijing juga membiarkan gambar lambang nasional yang rusak itu beredar di media sosial China, lebih lanjut memicu kemarahan publik.
"Pada tingkat tertentu ini telah menjadi gerakan kekerasan - serangan terhadap Kantor Penghubung dan LegCo, sebagian besar negara tidak akan dapat mengizinkan atau menerima ini. (Komentar dari kementerian pertahanan) adalah peringatan bagi pengunjuk rasa Hong Kong," kata Profesor Universitas Zhu Feng, seorang pakar militer China.
Advertisement