Liputan6.com, Jakarta - Tak berhenti seperti titik, Teater Koma masih berkarya. Di usianya yang ke-42 tahun, kali ini Teater Koma yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation mementaskan Lakon Goro-Goro: Mahabarata 2 "Panakawan adalah Kawan".
Baca Juga
Advertisement
Lakon ini menceritakan Semar dan Togog yang ditugaskan turun ke marcapada (bumi). Semar menjadi panakawan Raja Medangkamulyan yang bijaksana (Prabu Srimahapunggung), sedangkan Togog mengabdi pada Raja Sonyantaka yang jahat (Bukbangkala).
Suatu ketika, Batara Guru yang diperankan Slamet Rahardjo, mengutuk Dewi Lokawati menjadi padi. Padi itu dianugerahkan kepada kerajaan Medangkamulyan hingga panen melimpah.
Di sisi lain, Kerajaan Sonyantaka malah diserang paceklik. Rencana merampok padi di Medangkamulyan pun muncul.
Kisah padi memang menjadi fokus utama dalam lakon ini. Sutradara dan penulis naskah, Nano Riatno (70) pun menyatakan pentingnya padi ini.
"Angkatan perang, angkatan bersenjata kalau dia tidak makan padi atau gandum, lemah. Itu intinya," kata Nano.
Soal padi itu pun terlihat jelas saat pementasan Goro-Goro: Mahabarata 2, Rabu (24/7/2019) di Graha Bhakti Budaya (GBB) yang dihadiri media dan sejumlah undangan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ciptagelar di atas panggung
Goro-Goro: Mahabarata 2 memang tak hanya mengangkat kisah klasik Mahabarata. Di samping itu, ada sebuah dusun yang mengilhami Nano Riantiarno soal kisah padi yang jadi inti cerita.
Nano bercerita, sebelumnya, lelaki itu dan beberapa teman di Teater Koma pergi ke sebuah dusun bernama Ciptagelar. Di dusun itu, menyaksikan kehidupan di sana, khususnya soal tata cara perlakuan padi. Nano melihat, masyarakatnya menjaga dan merawat padi hingga persedian padi melimpah.
Kisah Ciptagelar pun hadir di panggung GBB. Saat pentas Rabu (24/7/2019), pesan-pesan soal asal-usul dan cara memperlakukan padi disampaikan. Salah satu puncaknya ketika adegan upacara adat.
Leuit, padi, angklung, dogdog, dan rengkong meramaikan upacara adat di atas panggung. Belum lagi sentuhan multimedia dan cahayanya. Teater Koma membawa upacara Ciptagelar ke atas panggung.
Advertisement
Padi akan tumbuh dengan cinta
Selain adegan yang "membawa Ciptagelar ke atas panggung", berbagai pesan soal padi pun muncul. Misalnya ketika Prabu Srimahapunggung memberi tahu cara memanen padi dan mengusir hama.
Di adegan lain, Togog pun menyampaikan pentingnya proses merawat padi pada Bukbangkala. "Siapa saja yang menanam dan merawat padi dengan cinta kasih, mereka tidak akan kelaparan," katanya.
Itu belum dihitung nyanyian lagu soal padi. Lagu itu misalnya berjudul "Panen Padi" dan "Cintailah Padi". Fero A. Stefanus menangani komposisi dan aransemennya, sedangkan lirik ditulis oleh sang sutradara sendiri.
"Cintailah padi. Dengan cinta, padi akan tumbuh sesuai harapan kita."
Menghibur penonton
Jika dari judul lakon, kisah padi tampaknya belum tergambarkan. Kesan itu pula yang dirasakan salah satu penonton, Fitri (21).
"Kaget aja sih, dari judul kan Goro-Goro: Mahabarata 2, ternyata ngebahas cerita tentang padi. Ternyata sedetail itu dia (Nano Riantiarno) bikin naskahnya," kata perempuan yang telah sering menonton pentas Teater Koma itu.
Selain kesan soal padi, Fitri pun merasa terhibur dengan pementasan Rabu (24/7/2019) itu.
"Walaupun durasinya lama, tapi kita yang nonton nggak bete, tetap nonton dari awal sampai akhir," tutur Fitri ditemui usai pementasan Teater Koma, Rabu (24/7/2019).
Seperti pementasan Teater Koma lainnya, lakon ini pun berdurasi cukup lama. Setidaknya, tak kurang dari 3 jam Teater Koma menghibur penonton dalam produksi ke-158 mereka itu.
Lakon Goro-Goro: Mahabarata 2 oleh Teater Koma berlangsung selama 11 hari. Pentas yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation itu digelar 25 Juli-4 Agustus 2019 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.
Tiket dapat diperoleh di www.teaterkoma.org atau GO-TIX.id.
Harga tiket beragam, mulai dari kategori 6 hingga kategori 1. Harga tiket Senin nomat Rp60 ribu, Rp80 ribu, Rp120 ribu, Rp 180 ribu, Rp240 ribu, dan Rp 320 ribu.
Selasa-Kamis, Rp75 ribu, Rp100 ribu, Rp150 ribu, Rp225 ribu, Rp300 ribu, dan Rp400 ribu. Jumat-Minggu, Rp100 ribu, Rp150 ribu, Rp225 ribu, Rp 300 ribu, Rp400 ribu, dan Rp500 ribu.
Pentas ini dimulai pukul 19.30 WIB, kecuali Minggu pukul 13.30 WIB.
Penulis:
Santi Muhrianti
Universitas Padjadjaran
Advertisement