Istri Hidup Sendiri, Terdakwa Kasus Suap di KemenPUPR Ini Minta Keringanan Hukuman

Di awal nota pembelaannya, Anggiat mengaku dan merasa bersalah atas segala penerimaan uang dari sejumlah pihak swasta yang mengerjakan proyek di SPAM KemenPUPR.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jul 2019, 08:46 WIB
Mantan Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare usai pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/4). Anggiat Partunggal diperiksa terkait suap proyek-proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Anggiat Partunggul Nahot Simarmare, menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Pembelaan disampaikan Anggiat usai jaksa penuntut umum pada KPK menuntutnya 8 tahun penjara atas penerimaan suap dan gratifikasi.

Di awal nota pembelaannya, Anggiat mengaku dan merasa bersalah atas segala penerimaan suap dari sejumlah pihak swasta yang mengerjakan proyek di SPAM KemenPUPR. Ia meminta majelis hakim memvonisnya dengan seringan-ringannya dengan mempertimbangkan keadaan istri Anggiat saat ini.

"Saya memohon keringanan hukuman kepada yang mulia majelis hakim. Istri saya, Rosanti sekarang hidup sendirian, padahal secara rutin harus berobat karena mengidap penyakit diabetes," ucap Anggiat, Rabu (24/7/2019).

Selain itu, Anggiat meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim karena kedua orangtua yang sepuh dan sedang sakit. Di masa tua itu, ucap Anggiat, dia menginginkan terus berbakti kepada orangtua meski harus menjalani masa penjara atas kasus penerimaan suap dan gratifikasi.

Terakhir, alasannya meminta keringanan hukuman lantaran masih memiliki anak asuh.

"Kami memiliki anak asuh dan secara periodik mengunjungi mereka guna memberi semangat dan motivasi bahwa mereka pun bisa seperti orang lain untuk berkarya dan menjadi berkat," tandasnya.

Anggiat dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa karena dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi Rp 4,9 miliar dan USD 5 ribu.

Suap dan gratifikasi diterima Anggiat sejak 2014 hingga 2018. Modus penerimaan suap yang dilakukan Anggiat mempermudah pengawasan proyek yang dilakukan dua perusahaan tersebut dan memperlancar anggaran kegiatan tersebut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sumber Penerimaan Suap

Adapun sumber penerimaan suap berasal dari PT WKE dan PT TSP dilakukan sebanyak 17 kali.

Sumber suap dari PT WKE dengan rentang waktu 2014 hingga 2016 sejumlah Rp 1,1 miliar dengan rincian sebagai berikut;

- Rp100 juta pada 13 November 2014- Rp238 juta pada 26 November 2014- Rp190 juta pada 30 Desember 2014- Rp318 juta pada 30 Juni 2015- Rp225 juta pada 1 Maret 2016

Pada bulan Maret hingga Juni 2016, Budi mengusulkan usulan baru dengan nama PT TSP.

Suap kembali diterima Anggiat dari PT TSP secara bertahap dengan total Rp2,6 miliar dan USD 5 ribu untuk proyek-proyek berikut.

Proyek Konstruksi Pembangunan SPAM Paket 1 Kawasan KSPN Danau Toba Provinsi Sumatera Utara tahun 2017-2018. Nilai kontrak Rp 28.945.958.000. Proyek oleh PT WKE dan Pat Profitama Gloraria.

PT WKE menggarap proyek Pembangunan SPAM Regional Umbulan-Offtake Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur Tahun 2017-2019 dengan nilai kontrak Rp 73.965.587.000.

Proyek pekerjaan Konstruksi Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung dengan nilai kontrak Rp 210.023.000.000. Dikerjakan PT WKE bersama PT Nindya Karya.

Sebagaimana dakwaan jaksa, Anggiat didakwa menerima gratifikasi. Namun dikarenakan telah mengembalikan seluruh hasil penerimaan gratifikasi ia tidak lagi dituntut uang pengganti.

Jaksa pun mendakwa Anggiat dengan Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya