Liputan6.com, kabul - Sekitar 7 orang dilaporkan tewas dan 21 lainnya luka-luka akibat tiga ledakan yang mengguncang ibu kota Afghanistan, Kabul. Insiden pada Kamis 25 Juli 2019 siang itu terjadi jelang musim pemilihan umum.
Dikutip dari situs web NDTV pada Kamis (25/7/2019), seluruh serangan bom terjadi di tengah gelombang kekerasan yang lebih luas di Kabul dan beberapa wilayah di Afghanistan. Perang terus merenggut korban secara brutal, meski ada dorongan dari Amerika Serikat (AS) untuk membahaa kesepakatan damai dengan Taliban.
Baca Juga
Advertisement
Sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas seluruh serangan, yang terjadi selang tiga hari sebelum dimulainya musim kampanye resmi untuk pemilu presiden Afghanistan pada 28 September nanti.
Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Nasrat Rahimi, ledakan pertama terjadi sekitar pukul 08.10 waktu setempat, ketika seorang pembom bunuh diri menabrakkan motornya ke sebuah bus di Kabul timur.
Rahimi mengatakan bus itu milik kementerian pertambangan dan perminyakan Afghanistan.
Adapun dua ledakan lainnya terjadi berselang tidak lama setelahnya, di mana salah satunya merupakan bom mobil, juga di Kabul Timur.
Pemilu sebelumnya ternoda oleh aksi kekerasan dan bahkan pertumpahan darah oleh Taliban dan kelompok pemberontak lainnya. Mereka menolak untuk mengakui demokrasi Afghanistan.
Negosiasi AS untuk Tarik Pasukan Militernya.
Sementara itu, AS sedang bernegosiasi tentang kesepakatan untuk menarik pasukan asing dari Afghanistan, dengan imbalan berbagai jaminan keamanan.
Namun, beberapa pengamat mengatakan para pemberontak meningkatkan serangan untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar dalam perundingan terkait.
Utusan perdamaian AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, yang berada di Kabul pekan ini, diperkirakan akan melakukan perjalanan ke ibukota Qatar dalam beberapa hari mendatang, untuk putaran baru pembicaraan dengan Taliban.
AS juga telah meningkatkan kampanye udaranya terhadap Taliban tahun ini, di mana semua pihak mengklaim telah menimbulkan banyak korban pada satu sama lain.
Advertisement
AS dan Taliban Bersikeras Telah Membuat Kemajuan
Namun, AS dan Taliban bersikeras telah membuat kemajuan, yang salah satunya merujuk pada pembuat sebuha janji tidak jelas dan tidak mengikat oleh pemberontak dan sekelompok warga Afghanistan, untuk mencoba mengurangi jumlah kematian warga sipil menjadi "nol".
Tetapi warga sipil terus membayar harga mahal dalam konflik yang berkepanjangan di Afghanistan, di mana tahun lalu menjadi rekor yang paling mematikan.
Menurut penghitungan PBB, sebanyak 3.804 warga sipil tewas dalam perang pada 2018, termasuk di antaranya 927 anak-anak.
Sementara itu, Donald Trump mengatakan dia ingin pasukan militer AS segera keluar dari Afghanistan.
Trump dikabarkan memprovokasi kemarahan di Afghanistan pada pekan ini.
Alasannya adalah karena Trump mengklaim dapat dengan mudah memenangkan perang, tetapi tidak "ingin membunuh 10 juta orang" atau menghapus Afghanistan "dari muka bumi".