Buntut Kasus Cambridge Analytica, Facebook Setuju Bayar Denda Rp 70 Triliun

Facebook setuju membayar denda sebesar USD 5 miliar atau setara Rp 70 triliun kepada Federal Trade Commision AS.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 25 Jul 2019, 18:00 WIB
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Liputan6.com, Jakarta - Facebook setuju membayar denda sebesar USD 5 miliar atau setara Rp 70 triliun kepada Federal Trade Commision AS. Sanksi denda ini diberlakukan kepada Facebook sebagai hukuman atas kasus kebocoran data yang terjadi beberapa waktu lalu.

Mengutip CNET, Kamis (25/7/2019), angka tersebut merupakan denda terbesar yang pernah dijatuhkan FTC pada perusahaan teknologi.

Selain CEO Facebook Mark Zuckerberg, penyelesaian denda ini disaksikan oleh petugas kepatuhan lain yang ditunjuk. Tujuannya untuk menyatakan bahwa Facebook benar-benar mengambil langkah untuk melindungi privasi pengguna.

Pemerintah AS juga menghilangkan sebagian kendali Zuckerberg atas keputusan privasi dengan membentuk komite privasi independen dari dewan direksi perusahaan.

"Meski telah berulang kali berjanji kepada miliaran pengguna di seluruh dunia bahwa Facebook mampu mengontrol data pribadi, Facebook malah mengecewakan konsumen," kata Ketua FTC Joe Simons.

Denda yang dijatuhkan pada Facebook tersebut, kata Simons, bukan hanya sebagai bentuk hukuman, tetapi juga dimaksudkan untuk mengubah budaya privasi Facebook. Tujuannya untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran selanjutnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Facebook Janji Lindungi Privasi Pengguna

CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Dalam pernyataannya, Mark Zuckerberg dan tim kepatuhan lainnya dari Facebook menyatakan, perusahaan mengambil langkah untuk melindungi privasi pengguna.

Bahkan, Zuckerberg mengatakan, Facebook bakal membuat perubahan struktural secara besar-besaran terkait caranya membangun produk dan menjalankan bisnis.

"Kami memiliki tanggung jawab untuk melindungi privasi pengguna. Kami sudah bekerja keras untuk memenuhi tanggung jawab ini. Namun, kami akan menetapkan stadard baru untuk industri kami," kata Zuckerberg.


Skandal Cambridge Analytica

Seorang pria membaca iklan berisi permintaan maaf di sebuah surat kabar Inggris, 25 Maret 2018. CEO Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf terhadap skandal Cambridge Analytica menggunakan iklan di sembilan surat kabar Inggris dan AS. (Oli SCARFF/AFP)

Sebelumnya, Facebook mengungkap informasi sekiranya 87 juta pengguna telah digunakan secara tidak layak oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.

Sebagian besar merupakan data pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS), dan Indonesia juga termasuk tiga besar yang menjadi korban.

Ada 70,6 juta akun yang disalahgunakan berasal dari AS, Filipina berada di posisi ke dua dengan 1,2 juta dan Indonesia dengan 1 jutaan akun. Dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen adalah milik pengguna di Indonesia.

Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam dan Australia. Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.

"Total, kami yakin informasi dari 87 juta orang di Facebook, sebagian besar di AS, telah dibagikan secara tidak layak dengan Cambridge Analytica," tulis Facebook dalam keterangan resminya, Kamis (5/4/2018).

Untuk mencegah masalah serupa kembali terjadi, Facebook sekaligus mengumumkan sembilan perubahan penting di layanannya. Hal ini bertujuan memberikan perlindungan yang lebih baik untuk seluruh informasi yang ada di Facebook.

Sembilan perubahan penting itu mencakup API untuk layanan Event, Group, Page, Instagram, Platform, login Facebook, Search and Account Recovery, data panggilan telepon dan pengiriman pesan, Data Providers and Partner Categories, serta pengaturan aplikasi.

(Tin/Isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya