Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) akan kembali melakukan eksekusi hukuman mati setelah absen selama 16 tahun, kata kementerian kehakiman setempat.
Jaksa Agung William Barr mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia telah mengarahkan Biro Penjara (BOP) untuk menjadwalkan eksekusi lima narapidana.
Dikutip dari BBC pada Jumat (26/7/2019), Barr mengatakan lima orang telah dijatuhi hukuman mati kasus pembunuhan dan pemerkosaan anak-anak atau orang tua.
Baca Juga
Advertisement
Eksekusi telah dijadwalkan oleh otoritas hukum AS pada Desember 2019 dan Januari 2020. Presiden Donald Trump dikabarkan mendukung keputusan tersebut, dan bahkan mengajukan usulan yang dinilai ekstrem.
"Di bawah kebijakan kedua pihak, Kementerian Kehakiman telah meminta hukuman mati terhadap penjahat terburuk," kata Barr dalam sebuah pernyataan.
"Kementerian Kehakiman menegakkan aturan hukum, dan kami berutang kepada para korban dan keluarga mereka untuk meneruskan hukuman yang dijatuhkan oleh sistem peradilan kami," lanjutnya menegaskan.
Pengumuman Barr mencabut moratorium hukuman mati federal --yang bertentangan dengan eksekusi yang diarahkan oleh negara-- sejak eksekusi pada 2003 lalu terhadap Louis Jones Jr, seorang veteran Perang Teluk berusia 53 tahun, yang terbukti bersalah membunuh seorang prajurit 19 tahun, Tracie Joy McBride.
Keputusan yang Tidak Mengejutkan
Robert Dunham dari Pusat Informasi Hukuman Kematian mengatakan keputusan itu tidak mengejutkan.
"Presiden Trump adalah pendukung hukuman mati, dan telah mengusulkan beberapa penggunaan ekstremnya, termasuk menyasar pengedar narkoba dan untuk semua pembunuhan yang melibatkan petugas polisi negara bagian dan lokal," kata Dunham.
"Jadi, tidak mengherankan bahwa dia (Trump) akan berusaha melakukan eksekusi. Saya pikir kejutan terbesar adalah bahwa itu membutuhkan waktu lama untuk kembali diaktifkan," lanjutnya.
Sementara itu, Uni Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) mengatakan fakta bahwa eksekusi dijadwalkan begitu dekat, menimbulkan "pertanyaan serius tentang keadilan untuk masing-masing kasus".
"Kami perlu waktu untuk mempertimbangkan dan meninjau kasus, dan sama sekali tidak ada dasar untuk menyatukan kasus-kasus dengan cara ini, lalu bergegas ke depan, itu konyol," kata Cassy Stubbs dari kelompok itu.
Advertisement
78 Orang Terancam Hukuman Mati
Di bawah sistem peradilan AS, kejahatan dapat diadili di pengadilan federal --setara nasional-- atau di pengadilan negara bagian.
Kejahatan tertentu yang berlaku secara nasional, seperti pemalsuan mata uang atau pencurian surat, secara otomatis diadili di tingkat federal, sementara yang lain diadili di pengadilan federal berdasarkan beratnya kejahatan.
Hukuman mati dilarang di tingkat negara bagian dan federal oleh keputusan Mahkamah Agung tahun 1972, yang membatalkan semua statuta sanksi terkait yang ada.
Keputusan Mahkamah Agung tahun 1976 mengembalikan hukuman mati ke sejumlah negara bagian, dan pada 1988, pemerintah AS mengeluarkan undang-undang yang membuat hukuman mati berlaku lagi di tingkat federal.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Informasi Hukuman Kematian, 78 orang dijatuhi sanksi tersebut dalam kasus-kasus federal antara 1988 dan 2018, tetapi hanya tiga yang telah dieksekusi sejak itu.
Ada 62 tahanan saat ini berada dalam ancaman hukuman mati di tingkat federal.
Penggunaan Obat Tunggal Pentobarbital
Barr menjelaskan bahwa kemungkinan besar otoritas penjara akan menggunakan obat tunggal Pentobarbital, sebagai pengganti prosedur tiga obat yang sebelumnya digunakan dalam eksekusi hukuman mati di tingkat federal.
Ini adalah obat penenang berdosisi tinggi yang memperlambat kinerja tubuh, termasuk sistem saraf, hingga titik kematian.
Lima eksekusi yang dijadwalkan akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan AS di Terre Haute, Indiana, dan eksekusi tambahan akan dilakukan di kemudian hari, kata kementerian kehakiman.
Advertisement