3 Hal yang Akan Dilakukan NASA Bila Sukses Kirim Manusia Lagi ke Bulan

Ini 3 hal yang akan dilakukan oleh NASA bila berhasil mengirim manusia lagi ke Bulan.

oleh Afra Augesti diperbarui 26 Jul 2019, 18:35 WIB
Misi penjelajahan Apollo 15 di Bulan. (www.nasa.gov)

Liputan6.com, California - Lima puluh tahun setelah Apollo 11 membuat sejarah dengan mendaratkan astronaut di Bulan, NASA akhirnya diminta Presiden Donald Trump untuk melakukannya lagi. Namun daftar tugas agensi ini untuk misi tersebut masih menjadi misteri.

Bagaimanapun juga, garis waktu telah ditetapkan dan akan dilaksanakan secara agresif, yaitu pada 2024, hanya lima tahun setelah Wakil Presiden Mike Pence memutuskan misi tersebut pada awal tahun ini.

Manusia-manusia tersebut pun punya tujuan khusus, yakni kutub selatan Bulan, wilayah yang belum dijelajahi manusia sebelumnya.

Lokasi itu disebut-sebut menjadi tempat yang cocok untuk membangun koloni manusia di Bulan.

"Salah satu hal pertama yang harus kita lakukan adalah berkomitmen untuk itu, bukan hanya menjadi demonstrasi penerbangan," kata mantan astronaut NASA Mae Jemison kepada Space.com.

"Ketika kamu pertama kali terbang ke sana, kamu benar-benar melakukan beberapa hal yang memungkinkan kamu untuk tinggal lebih lama dan memungkinkan orang lain untuk datang," imbuhnya, dikutip pada Jumat (26/7/2019).

Lalu, apa yang akan dilakukan NASA apabila seluruh persiapan pengiriman manusia ke Bulan sudah beres? Berikut 3 di antaranya:

Saksikan video pilihan di bawah ini:


1. Tak Lagi Mengandalkan Rover

Rover penjelajah Bulan milik China, Yutu 2, dipotret menggunakan kamera dari pesawat pendarat Bulan milik China Chang'e 4 (kredit Badan Antariksa China)

Misi kali ini sepertinya akan berbeda, hanya untuk membuktikan bahwa teknologi yang dibangun atau diugaskan oleh NASA mampu bekerja sesuai dengan cara yang mereka rancang, seperti roket, pesawat ruang angkasa, stasiun pengorbit Bulan dan pakaian antariksa.

Seperti misi-misi Apollo sebelumnya, generasi berikutnya akan dilatih untuk menjalankan sejumlah penelitian ilmiah dan tujuan sains. Bahkan untuk maksud yang tidak bisa dijalankan oleh robot dan wahana jelajah khusus.

"Itu berlebihan, tidak akan menambah banyak nilai ilmiah untuk memiliki misi pengambilan sampel robot Bulan," ujar Laura Forczyk, yang menjalankan sebuah perusahaan konsultan industri ruang angkasa bernama Astralytical, kepada Space.com.

Dia menilai, potensi dalam sains lebih banyak bisa ditemukan oleh manusia ketimbang robot, yang akan berkembang lebih cepat dan dengan kemahiran yang lebih besar daripada penyelidikan jarak jauh atau wahana.

"Manusia dapat membuat keputusan yang lebih baik dan lebih cepat daripada mesin-mesin itu," uajr Ryan Watkins, seorang ilmuwan planet di Planetary Science Institute kepada Space.com.

"Anda bisa memberi tahu robot pesawat ruang angkasa atau penjelajah, 'Hei, lihat batu itu,' dan mereka akan melakukannya, mereka akan pergi ke sana dan melihat batu itu. Namun manusia mungkin berjalan ke batu yang sama dan memperhatikan batu lain juga, karena pandangan dan otak kita."


2. Mengatasi Perbedaan Tanah, Gravitasi dan Cairan di Bulan

Foto yang diambil pada tanggal 01 Januari 2018 ini menunjukkan "supermoon" yang muncul di langit malam, sebuah fenomena alam yang sudah tidak pernah terlihat lagi dalam 36 tahun. (Boris Horvat/AFP)

Astronaut juga akan dapat menggunakan instrumen yang bisa ditinggalkan dengan aman di Bulan. Contoh yang sangat menarik adalah jaringan seismometer yang dapat memberi para ilmuwan pandangan tentang struktur Bulan dan mengukur dampak meteorit.

"Tidak masalah di mana kita mendarat, kita akan belajar sesuatu yang baru," kata Watkins.

"Apakah itu kutub selatan atau bukan, kita akan belajar ilmu pengetahuan yang berharga. Ada bagian besar Bulan yang belum dieksplorasi."

Kutub selatan Bulan menurutnya memang menggiurkan, karena di situlah para ilmuwan telah mengidentifikasi es air yang terkunci di bawah permukaan dan mereka percaya bahwa mereka dapat 'memanen' es itu melalui proses yang disebut pemanfaatan sumber daya "in situ".

Teknologi seperti ini akan mengekstraksi es dan mencairkannya untuk air yang layak minum bagi manusia, atau membaginya menjadi hidrogen dan oksigen untuk dijadikan bahan bakar roket.

Bumi dan Bulan terlalu berbeda dalam hal karakteristik tanah, gravitasi, bahkan cairan.

Namun jika teknologi yang digambarkan seperti itu mampu bekerja di satelit alami Bumi, maka NASA bisa menarik banyak perusahaan yang tertarik untuk menjual produk-produk demikian, yang sepenuhnya akan membentuk kembali gagasan manusia di Bulan ala Apollo.

Sustainable atau berkelanjutan masih menjadi poin utama dalam misi baru ini. Perspektif terkait 'membangun hunian yang layak untuk manusia' berarti bahwa para ilmuwan dan insinyur mungkin harus bergulat dengan masalah yang tidak begitu runyam selama Apollo.

Sebagai contoh, pendaratan pesawat ruang angkasa tersebut sukses membawa kembali awan debu dan debu itu ternyata sangat tajam. Beda jauh dengan yang ada di Bumi.

"Jika Anda membangun pangkalan di Bulan, misalnya, dan Anda akan mendarat di tempat yang sama berulang-ulang, Anda kemungkinan akan menghempaskan banyak debu yang kemudian dapat mengenai habitat atau alat-alat Anda," Watkins menjelaskan.


3. Membangun Peradaban Manusia yang Rukun

Buzz Aldrin memotret jejak kaki dirinya sekitar satu jam setelah moonwalk pada 20 Juli 1969, sebagai bagian dari investigasi terhadap mekanika tanah permukaan Bulan. (Public Domain)

Debu aneh bukan satu-satunya alasan mengapa hidup di Bulan tidak benar-benar lebih nyaman seperti saat berada di Antarktika. Namun tantangan ini pada akhirnya menawarkan pelajaran berharga sebelum misi selanjutnya diluncurkan, katakanlah, ke Mars.

"Di sana adalah dunia tandus di mana kita tidak hanya bisa melakukan kemah, kita harus belajar bagaimana hidup di daerah yang benar-benar terpencil," kata Forczyk.

Itu artinya, kita harus mempelajari cara bekerja di permukaan planet yang tidak memiliki kehidupan sebelumnya, seperti mikroorganisme, dan sejarah fosil yang dapat kita gunakan untuk bahan bakar, serta semua hal yang sebelumnya kita terbiasa di Bumi.

"Ini tentang zaman Apollo, banyak teknologi yang dikembangkan kemudian menjadi sangat berguna bagi kita di Bumi," ucap Watkins. "Ini semacam sesuatu yang alami ketika kita belajar bagaimana melakukan sesuatu dengan lebih baik."

Di luar kemampuan teknologi, membangun kehadiran manusia di Bulan mungkin juga membutuhkan pembelajaran untuk hidup rukun bersama.

NASA menekankan bahwa mereka tidak ingin kembali ke Bulan sendirian. Mereka ingin mengembangkan sistem internasional seperti yang mendasari Stasiun Angkasa Luar Internasional.

"Kemitraan yang terbentuk di ruang angkasa dapat membantu geopolitik di Bumi," menurut Forczyk. "Aku tidak mengatakan bahwa Bulan adalah semacam solusi geopolitik magis, aku mengatakan bahwa itu adalah area lain di mana manusia dapat belajar bagaimana cara bekerja sama."

Kemudian, tentu saja, ada satu hal lagi yang akan dilakukan manusia jika dan ketika menginjakkan kaki di Bulan, yakni eksplorasi.

"Ini bukan satu-satunya alasan untuk kembali ke Bulan, tapi saya pikir ada unsur itu. Eksplorasi adalah sifat alami manusia saat berada di tempat baru," papar Watkins.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya