Liputan6.com, Kagoshima - Hari ini, pada 1549 silam, Francis Xavier tiba di Kagoshima, sebuah pelabuhan alami di Jepang selatan. Ia merupakan misionaris pertama yang menginjakkan kaki di tanah Negeri Matahari Terbit.
Dikatakan bahwa Xavier mampu mengubah sekitar 100 orang Jepang menjadi penganut Kristen di Kagoshima. Ia mampu menarik simpati dengan menemukan titik-titik kesamaan antara ajaran Kristen dan Buddha, demikian Today in History kutip dari Nippon.com pada Jumat (26/7/2019).
Namun, setelah mendengar bahwa sebuah kapal Portugis telah tiba di kota pelabuhan Hirado --sekarang masuk ke dalam wilayah Nagasaki-- pada Juni 1550, Xavier melakukan perjalanan ke wilayah barat laut Pulau Kyushu itu pada bulan Juli di tahun yang sama.
Baca Juga
Advertisement
Dia pergi ditemani oleh Pastor Cosme de Torres dan misionaris lainnya, Juan Fernandez.
Dari sini, titik balik historis utama Pulau Kyushu pun dimulai, menjadikan pulau yang tadinya terpencil itu menjadi pusat agama Kristen di Jepang.
Misi di Kagoshima diserahkan kepada orang Kristen pertama di Jepang, Anjirō (juga dikenal sebagai Yajiro dan kemudian sebagai Paulo de Santa Fe), yang telah membantu memberikan dorongan untuk pelayaran Xavier ke Jepang.
Kedua lelaki itu bertemu di Malaka (sekarang di Malaysia), kota berbenteng yang merupakan pusat perdagangan internasional pada kala itu.
Meskipun ada sedikit bukti yang dapat dipercaya tentang kehidupan Anjiro, ia diperkirakan telah melarikan diri ke luar negeri dengan kapal Portugis, setelah melakukan pembunuhan di Kagoshima. Dia kembali dengan Xavier pada 1549.
Gagalnya Upaya Audiensi dengan Kaisar Jepang
Menurut sejarah yang masih diperdebatkan, Xavier konon telah membuat banyak orang Jepang beralih keyakinan ke Kristen dalam waktu 20 hari setelah kedatangannya ke Hirado.
Pada Januari 1551, gereja pertama Jepang dibangun di Hirado, yang sisa-sisa puingnya masih bisa disaksikan di Taman Sakigata dekat Pos Perdagangan Belanda yang dipugar.
Sementara itu, Xavier telah berangkat ke Kyoto pada Oktober 1550, mengupayakan audiensi dengan kaisar, di mana ia akan meminta izin untuk mengkhotbahkan Kekristenan di seluruh Jepang.
Dia melakukan perjalanan ke Kyoto melalui Yamaguchi bersama dengan misionaris Fernandez dan Bernardo, tetapi keributan periode Negara-Negara Berperang (1467-1568) telah meninggalkan ibu kota kuno Jepang dalam reruntuhan.
Saat mengetahui bahwa kaisar adalah figur yang tidak berdaya, Xavier yang kecewa kembali ke Yamaguchi. Selama masa ini, Torres mengambil tanggung jawab untuk pekerjaan misionaris di Hirado.
Xavier diizinkan menggunakan kuil Buddha yang ditinggalkan di Yamaguchi, tempat ia berkhotbah selama beberapa bulan.
Dokumen-dokumen sejarah menyatakan bahwa ia membaptis lebih dari 500 orang Jepang dalam enam bulan menjelang Maret 1551.
Sementara kunjungan kembali ke Hirado pada bulan April di tahun yang sama, menurut beberapa sejarawan, mungkin terkait dengan pembangunan gereja di sana.
Advertisement
Akhir Masa Tinggal Xavier di Jepang
Pada September 1551, sebuah kapal Portugis tiba di Provinsi Bungo (sekarang Prefektur Oita) di Pulau Kyushu.
Xavier pergi ke sana untuk mendengar berita tentang misi Pengiman di Indi, dan kemudian menyimpulkan bahwa ia lebih dibutuhkan di India daripada di Jepang.
Dia pun segera mengambil bagian dalam pelayaran kapal Portugis itu.
Itu adalah akhir dari masa tinggal Xavier di Jepang, tetapi negara itu tetap dikenangnya hingga akhir hayat.
Namun, melihat besarnya pengaruh budaya China terhadap Jepang, Xavier tiba-tiba memutuskan untuk pindah ke China dalam pelayaran menuju kota bandar Shanghai.
Kapal yang ditumpanginya sempat singgah di pulau Shangchuan di Laut China Timur pada September 1552, dan menetap di sana dalam waktu cukup lama karena kelelahan fisik dan mental.
Tak lama kemudian, Xavier menghembuskan napas terakhirnya pada usia 46 tahun.
Beberapa misionaris yang melakukan perjalanan ke Jepang bersama Xavier melanjutkan kegiatan penginjilan mereka, tetapi hanya beberapa tahun setelah kepergiannya, penganiayaan dan eksekusi orang-orang Kristen mulai merebak di Jepang.
Sementara itu, tanggal yang sama pada 1862 silam, sebuah badai subtropis memporakporandakan wilayah Delta Mutiara di area Kanton, menewaskan lebih dari 40.000 orang.
Juga, tanggal serupa pada 1866, kabel telegraf lintas Atlantik berhasil dipasang antara Amerika Serikat dan Inggris, dengan panjang mencapai 1.686 mil atau sekitar 2.713 kilometer.