Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyoroti proteksi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dari dampak negatif dunia digital. Salah satunya adalah pemberitaan yang tersebar di media sosial.
"Banyak anak ABH di Indonesia menjadi korban pemberitaan. Bukan hanya pemberitaan melalui media tertentu tapi juga melalui medsos," kata Susanto di Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Jakarta pada Jumat (26/7/2019).
Advertisement
Padahal, Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana mengatakan bahwa identitas anak sebagai korban, saksi, maupun pelaku wajib dirahasiakan. Identitas yang dimaksud termasuk nama, alamat dan nama sekolah, alamat rumah, nama orangtua, dan lain-lain.
"Di medsos, kita belum steril dari seperti itu," kata Susanto dalam bincang media seputar Hari Anak Nasional 2019 yang jatuh pada Selasa, 23 Juli lalu.
"Ini tentu melanggar perlindungan anak, " imbuhnya.
Perlu menjadi perhatian
Kepada Health Liputan6.com, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lies Rosdianty mengatakan meski anak yang berhadapan dengan hukum adalah sebagai pelaku, identitasnya tetap tidak boleh dibuka meskipun hukum harus tetap berjalan.
"Tapi baik korban atau pelaku harus mendapat rehabilitasi. Itu yang harus kita tekankan," kata Lies menegaskan.
Menurut Susanto, proteksi anak dari dampak negatif dunia maya masih menjadi salah satu masalah yang harus menjadi perhatian di tahun 2019.
Dia mengungkapkan, dari berbagai survei mengatakan, sekitar 150 juta penduduk Indonesia atau sekitar 56 persen masyarakatnya adalah pengguna medsos.
"Pertanyaannya, seberapa amankah anak-anak kita dari dampak medsos itu?"
"Hemat kami ini menjadi penting untuk menjadi isu strategis yang menjadi perhatian kita bersama," Susanto menambahkan.
Advertisement