Liputan6.com, Jakarta - Kasus kawin pesanan ke China meresahkan publik, tak hanya di Tanah Air namun juga internasional.
Menurut Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) banyak perempuan dari sejumlah negara menjadi korban, di antaranya adalah Pakistan, Vietnam, termasuk Indonesia.
Pada Selasa 16 juli 2019, SBMI berhasil memulangkan dua perempuan asal Kalimantan Barat yang diduga menjadi korban perdagangan manusia bermodus perjodohan. Keduanya berinisial IP dan YM.
Baca Juga
Advertisement
IP dan YM ibarat puncak dari gunung es fenomena kasus kawin pesanan yang berhasil terlihat oleh publik. Masih banyak perempuan Indonesia yang bernasib malang, menunggu pertolongan berbagai pihak.
Menurut SBMI, hingga Juli 2019, tercatat ada 26 kasus kawin pesanan ke China. Dari kasus yang diterima lembaga swadaya itu, tujuh orang sudah berhasil dipulangkan ke Indonesia, dua berhasil digagalkan saat berangkat; selebihnya masih dalam proses penanganan.
Menlu Retno Panggil Dubes China
Terkait kabar itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dilaporkan telah memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xiao Qian pada Selasa, 23 Juli 2019.
Dalam kesempatan itu, Menlu memberikan persepsi Indonesia bahwa kasus kawin pesanan berpotensi dipandang sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Menteri sudah memanggil Dubes Tiongkok yang ada di Indonesia dan memberikan sisi pandang Indonesia berdasarkan persepsi adanya tindak TPPO," kata pelaksana tugas Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Namun, Faizasyah menjelaskan, kasus dugaan kawin pesanan itu tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan.
Ada sudut pandang yang berbeda antara hukum Indonesia dengan apa yang dihadapi di Tiongkok, kata sang jubir.
"Ketika mereka sudah mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan, maka untuk pemulangan mereka tentunya harus sesuai izin dari suaminya," jelas Faizasyah.
Simak video pilihan berikut:
Meyakinkan Pihak China
Mengingat untuk memulangkan WNI terduga korban TPPO bermodus perjodohan, butuh izin suami; maka Kemlu harus meyakinkan pihak China.
"Tantangan bagi kita adalah untuk memberikan penjelasan, meyakinkan pihak-pihak terkait di Tiongkok bahwa ada proses pelanggaran hukum dari sisi proses pernikahan itu sendiri. (Itu) menjadi dasar bagi kita memulangkan mereka ke Indonesia," kata Faizasyah.
Perlu diketahui, menurut penelusuran Liputan6.com dalam proses kawin pesanan, perempuan WNI diberikan sejumlah iming-iming oleh biro jodoh (mak comblang).
Sebagian di antaranya dijanjikan hidup yang lebih baik di China karena suami yang kaya dan mapan, sementara lainnya dijanjikan uang bulanan yang dapat dikirim kepada keluarga di Indonesia. Namun nyatanya, tak sedikit korban mengaku disiksa bahkan mengalami kerja paksa tanpa diberikan upah.
Sementara itu, Jubir Faizasyah melanjutkan, WNI dan WN China menikah dengan berbagai dokumen yang mengesahkan pernikahan itu sendiri.
"Dokumen itu yang menjadi rujukan pihak Tiongkok untuk mengesahkan pernikahan itu. Memang tidak bisa hitam-putih dalam permasalahan ini," tambahnya.
"Namun, kalau terbukti ada satu penipuan, dengan demikian tentunya bisa dijadikan suatu dasar bagi perwakilan kita mengajukan upaya bantuan kekonsuleran dan itu sudah dilakukan oleh perwakilan kita," tandasnya.
Sebagai penutup, Faizasyah mengatakan, terdapat sekitar 18 WNI yang saat ini tengah berada di KBRI Beijing. Mereka diketahui lari dari suami.
Advertisement
Kemlu Tak Bisa Atasi Sendiri
Sementara itu, untuk menyelesaikan kasus kawin pesanan yang teridentifikasi TPPO; Kementerian Luar Negeri RI tidak bisa bekerja sendiri.
"Kasus ini harus diselesaikan secara kolektif yang tidak hanya bertumpu dengan Kementerian Luar Negeri," kata Faizasyah.
"Sama dengan apa yang telah dilakukan Ibu Menlu dengan berangkat ke Pontianak memberikan pemahaman kepada semua pemangku kepentingan apakah itu pemerintah daerah, kepolisian, dinas-dinas yang ada di sana sehingga mereka bisa bersama-sama mengatasi hal ini," lanjutnya.
Menurutnya, kunjungan Menlu Retno Marsudi pada Kamis, 25 Juli 2019 ke Pontianak adalah upaya untuk membangun kesadaran terkait tindak perdagangan orang bermodus kawin pesanan.
"Karena kita di Kementerian luar negeri tidak bisa menyelesaikan masalah di luar tanpa kita menangani permasalahannya di hulu," papar sang Jubir.
Ia melanjutkan, dengan berkunjung ke Kalimantan Barat dan bertemu dengan semua pemangku kepentingan Ibu Menlu telah mendapat masukan dan menyampaikan pandangan pemerintah pusat atas hal-hal yang perlu dilakukan secara bersama-sama. Mengingat, diperlukan adanya penegakan hukum di tempat kejadian perkara yakni di Pontianak.