Liputan6.com, Canberra - Banyak supermarket dan toko-toko di Australia yang tidak lagi menggunakan jasa petugas kasir untuk proses pembayaran, melainkan diganti dengan sistem 'self-serve checkout'.
Dikutip dari laman ABC Indonesia, Sabtu (27/7/2019) dengan sistem ini pembeli bisa langsung ke mesin-mesin pembayaran, memindai kode yang menempel pada kemasan produk, kemudian memasukkan uang tunai atau membayarnya dengan kartu.
Baca Juga
Advertisement
Terdengar memudahkan bagi pembeli, tetapi sistem 'self-serve checkout' menjadi salah satu penyebab meningkatkan tingkat pencurian di toko-toko dan supermarket.
Sebuah studi terbaru yang melibatkan lebih dari 9.000 toko di Australia dan Selandia Baru menemukan tingkat pencurian telah meningkat secara drastis dalam dua tahun terakhir.
50 persen kerugian yang dialami sektor ritel di kedua negara tersebut disebabkan oleh pencurian yang terjadi di dalam toko, demikian hasil survei kejahatan di sektor ritel Australia dan Selandia Baru.
Sepanjang tahun keuangan tahun lalu, jumlah total kerugian yang dialami oleh toko-toko yang berpartipasi dalam survei mengalami kerugian lebih dari 3,3 miliar dolar Australia, atau sekitar Rp 33 triliun, akibat pencurian yang dilakukan pembeli.
Di supermarket, produk yang paling sering menjadi target pencurian adalah susu formula bayi, daging, dan krim wajah.
Bukan hanya pencuri individu, studi tersebut menemukan jika kejahatan pencurian di toko semakin terorganisir dan biasanya hasil curian dijual kembali.
"Makan dan minuman champagne dijual ke sejumlah restoran dan susu formula bayi dijual ke China, seiring dengan meningkatnya fenomena 'daigou', tulis laporan tersebut.
Selain karena sistem 'self-serve checkout', meningkatnya pencurian di toko juga disebabkan karena adanya perubahan perilaku kejahatan.
"Pencuri menjadi lebih berani. Kami sudah melihatnya dengan teknik yang baru-baru ini dilakukan sekelompok orang untuk menjambret toko ponsel di siang hari," ujar Dr Emmeline Taylor dari University of London.
"Mereka seringkali mengintimidasi karyawan dan mengusir pelanggan agar bisa mengambil stok." tambahnya mengomentari penelitian tersebut.
Dr Taylor juga mengatakan, kebanyakan dari pencuri merasa jika kejahatan yang mereka lakukan tidak memakan korban dan merasa toko-toko dan supermarket sudah banyak mendapat keuntungan.
Sulitnya Memerangi Kejahatan Pencurian
Sementara itu 67 persen toko-toko yang disurvei mengaku kesulitan untuk memerangi kejahatan para pencuri di toko mereka karena cara yang dilakukan semakin beragam dan canggih.
Hanya 20 persen di antara mereka yang merasa puas dengan tanggapan yang ditunjukkan oleh pihak berwajib dalam menangani kasus ini.
"Jelas rasa percaya para pelaku sektor ritel terhadap pihak berwajib sudah berkurang dan ini menyebabkan pencuri semakin berani," jelas Mark Gentle dari Checkpoint Australia.
Menurut Mark saat itu fokus utama terlalu ditujukan pada kejahatan di dunia maya dan ia berharap sektor ritel juga dapat berinvestasi lebih untuk menangani masalah ini.
'The Australia and New Zealand Retail Crime Survey' dilakukan oleh Aptus Research, perusahaan perangkat lunak Checkpoint, dan Profit Protection Future Forum.
Advertisement