Liputan6.com, Victoria - Sejarah pembangunan masjid di salah satu negara bagian Australia ini tidaklah mudah. Panjang dan sulit.
Setelah enam tahun memicu kontroversi yang diwarnai sejumlah protes jalanan dan ejekan pemenggalan kepala, bangunan ibadah umat Muslim itu akhirnya dibangun di Kota Bendigo, Victoria.
Advertisement
Didampingi polisi, Menteri Utama Daniel Andrews ambil bagian dalam upacara peletakan batu pertama di lokasi Pusat Komunitas Islam Bendigo di Bendigo Timur, Jumat 26 Juli 2019.
"Kadang-kadang sulit dan tak ada cara menghindarinya," kata Andrews seperti dikutip dari ABC Indonesia, Sabtu (27/7/2019).
"Tetapi dengan semua persetujuan yang ada, dan upacara ini, saya pikir niat baik telah menang atas beberapa pandangan yang cukup buruk, [yang artinya] kita berada di tempat yang cukup baik dan kita harus sangat bangga."
Menteri Andrews mengatakan ia tak khawatir akan prospek pusat kegiatan ini yang menjadi sasaran para pemrotes, dan sebagian besar dari mereka yang menentang proyek itu bukan berasal dari Bendigo.
"Kefanatikan bukanlah bentuk protes yang bisa diterima. Ketidaktahuan tak bisa diterima untuk hal-hal ini," katanya.
Tonggak pertama dalam proyek yang sangat diperebutkan ini terjadi berkat dana hibah 400.000 dolar Australia (atau setara Rp 4 miliar) dari Pemerintah negara bagian Victoria.
Dana pemerintah ditujukan untuk tahap pertama gedung - aula olahraga dan umum yang akan selesai dalam waktu sembilan bulan.
Pembangunan ruang ibadah akan dimulai setelah itu, sambil menunggu penggalangan dana lebih lanjut.
"Ada empat tahap jadi mari kita mulai tahap demi tahap," kata wakil presiden Pusat Komunitas Islam Bendigo, Sameer Syed.
"Tahap pertama seharusnya beberapa juta dan mudah-mudahan kami akan memilikinya dalam beberapa tahun mendatang."
Proses Panjang dan Sulit
Lebih dari 500 Muslim dari 25 negara berbeda mendiami Bendigo.
Ibadah sholat berlangsung di sebuah ruangan kecil di kampus lokal Universitas La Trobe ketika dewan kota menyetujui izin untuk masjid ini pada bulan Juni 2014.
Lebih dari 400 keberatan diajukan terhadap rencana pembangunan masjid, yang menyebabkan perdebatan sengit.
Pada satu pertemuan dewan kota, 200 orang memadati galeri kota dan anggota dewan dikawal oleh polisi.
Beberapa penentang mengklaim masjid ini akan membawa kekerasan ke Bendigo dan kota ini akan diberondong hukum Syariah.
"Jika Anda seorang Muslim dan Anda menginginkan masjid, kembalilah ke Timur Tengah. Ini adalah Australia," kata seorang anggota masyarakat.
Sekelompok kecil penduduk setempat kemudian membawa kasus ini ke Pengadilan Sipil dan Administratif Victoria (VCAT), dengan alasan pembangunan akan menyebabkan masalah lalu lintas dan sosial.
Meski VCAT menepis kekhawatiran tersebut, pertarungan berlanjut ke Pengadilan Banding Victoria sebelum upaya terakhir untuk membawa masalah tersebut ke Pengadilan Tinggi pada tahun 2016 dibatalkan.
Advertisement
Protes Melumpuhkan Kota
Bersamaan dengan tindakan hukum yang gagal itu, para penentang masjid melakukan perlawanan ke masyarakat melalui kampanye media sosial yang terkoordinasi. Mereka mengirim truk-truk yang mencabut baliho dan balon-balon hitam yang tergantung di sepanjang kota.
Ketegangan tersebut membuat aktivis sayap kanan mengunjungi kota pedalaman ini. Tiga lelaki menggelar adegan pemenggalan kepala boneka palsu dengan darah palsu di luar kantor dewan Bendigo.
Aktivis sayap kanan itu, termasuk Blair Cottrell dari Front Patrior Bersatu (UPF), kemudian dihukum karena melakukan penghinaan serius terhadap Muslim dalam protes tersebut.
Ketidaksetujuan juga berlangsung di Bendigo, ketika protes gaduh pada Agustus 2015 menutup pusat kota saat para aktivis sayap kanan dan anti-rasis memprotes satu sama lain.
Sejumlah besar petugas polisi diperlukan untuk memisahkan kelompok-kelompok besar itu ketika beberapa bentrokan kecil terjadi.
Dua bulan kemudian, kerumunan demonstran kembali hadir ketika kelompok-kelompok anti-rasisme unjuk rasa ke Taman Rosalind sementara 400 polisi menyaksikan ketika ratusan anggota UPF menempati sebuah rotunda di taman yang sama.
Kehadiran aktivis sayap kanan di Bendigo memicu gerakan balasan dari para tokoh masyarakat kota, termasuk pengusaha furnitur Margot Spalding.
Balai Warga dengan Ruang Ibadah
Sebuah masjid kecil di pedalaman Australia dibangun pada 1800-an dan pendiri Bendigo semuanya berperan dalam desain masjid Bendigo.Bangunan ini akan menampung hingga 375 orang dan akan terdiri dari masjid yang memakan sebesar 20-30 persen bangunan.
Sisa bangunan akan terdiri dari aula olahraga, ruang komunitas, perpustakaan, dan kafe.
"Apakah ini, ini adalah balai warga dengan masjid di dalamnya," kata arsitek Asher Greenwood.Desainnya terinspirasi oleh masjid paling awal yang dikenal di Australia, dibangun di Maree di Australia Selatan pada tahun 1860-an, menggunakan bahan-bahan dari lanskap lokal seperti lumpur dan batang pohon.
Material batupasir dari daerah Bendigo akan digunakan dalam pembangunan Islamic centre ini.
Juru bicara kompleks ini, Aisha Neelam, mengatakan bahwa desain tersebut menghormati arsitektur Bendigo yang ada dan langkah pendahuluan telah diambil untuk memastikan apakah bangunan ini akan cocok dengan lanskap lokal.
"Bangunan ini tidak menonjol, dan hanya bagian dari apa yang disebut sebagai bangunan di Bendigo."
Desainnya juga mendapat persetujuan pendiri Bendigo, arsitek kelahiran Jerman, William Charles Varland, yang terkenal dengan penggunaan besi dekoratif pada bangunan.
Advertisement