Menjaga Rupiah di Tapal Batas Negara

Eka mengakui banyak keuntungan yang didapat jika ia menerima mata uang Kina dari pembeli yang berasal dari Papua Nugini.

oleh Katharina Janur diperbarui 28 Jul 2019, 20:28 WIB
Warga Papua Nugini yang masuk lewat Skouw, Kota Jayapura, perbatasan Papua dan Papua Nugini, (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Waktu masih menunjukkan pukul 09.00 WIT. Puluhan warga Papua Nugini yang berkelompok sudah antri masuk ke Skouw, Kota Jayapura, Provinsi Papua, daerah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.

Satu per satu warga Papua Nugini yang membawa kartu kuning, kartu khusus bagi pelintas batas di perbatasan Papua dan Papua Nugini, mulai diperiksa oleh petugas TNI yang menjaga daerah itu.

Warga Papua Nugini bukan ingin berwisata ke Papua, namun mereka ingin berbelanja di Pasar Marketing Point, pasar yang terletak di tapal batas dua negara itu.

Hari pasar di Marketing Point selalu ramai pada Selasa, Kamis, dan Sabtu. Tiga hari dalam seminggu, pasar bagi dua warga negara itu memang selalu padat dikunjungi oleh warga Papua Nugini.

"Kebanyakan warga yang datang ke sini dari kampung terdekat di perbatasan Papua Nugini, Vanimo, walau ada juga warga dari Wutung, Provinsi Sandun, Papua Nugini, hanya untuk berbelanja barang-barang produk Indonesia," kata Eka, pedagang asal Sulawesi Selatan yang menggelar kelontongan di pasar itu.

Eka menyebutkan, warga dari Papua Nugini banyak membeli kebutuhan pokok, misalnya saja mi instan, minyak goreng, gula, biskuit, hingga sabun cuci, pakaian, barang elektronik, dan peralatan dapur lainnya.

"Hampir sama lah dengan keperluan masyarakat di Papua pada umumnya. Mereka juga senang membeli minuman bersoda dan rokok yang katanya lebih murah," jelasnya, Sabtu (27/7/2019).

Yohana, salah satu warga dari Wutung di Papua Nugini menyebutkan hampir setiap hari pasar, ia menyempatkan berbelanja untuk kebutuhan kiosnya. Yohana mengakui berbelanja di Papua lebih menguntungkan untuk dijual kembali di kios kelontongnya.

"Minyak goreng kemasan 2 liter yang dibeli Rp30 ribu, bisa saya jual kembali di kios dengan harga Rp45 ribu hingga Rp50 ribu. Banyak masyarakat mencari minyaj goreng. Kami juga senang makan mie instan," katanya.


Alat Tukar Rupiah

Pasar tradisional di perbatasan Papua dan Papua Nugini gunakan dua mata uang dan dua bahasa (Liputan6.com/Katharina Janur)

Eka menyebutkan dulunya di Marketing Point tersebar dua mata uang sebagai alat pembayaran yang sah. Mata uang Rupiah dan mata uang Kina, milik negara Papua Nugini.  Eka mengakui banyak keuntungan yang didapat jika ia menerima mata uang Kina dari pembeli.

Kata Eka, kadang si pembeli yang menggunakan mata uang Kina tak mau dikembalikan dengan uang rupiah, sehingga banyak penjual sering membulatkan mata uang Kina dengan nilai yang berlaku saat itu. Misalnya saja saat ini, 1 Kina senilai Rp4.122, namun kadang banyak pegangan membulatkan Rp4.200 hingga Rp4.500.

"Tapi itu dulu, saat ini alat pembayaran yang sah hanya Rupiah dan warga Papua Nugini harus menukarkan mata uangnya di outlet BRI yang ada di Pos Lintas Batas Negara (PLBN)," ujarnya.  

Jika tidak, siap-siap saja, penjual akan kena sanksi oleh Satgas Rupiah yang dibentuk Bank Indonesia sejak Mei 2018 lalu.

Satgas ini terdiri dari kepolisian dan TNI, Kejakasan, Lantamal X Jayapura, Lantamal XI Merauke, BIN Daerah Papua, Kantor OJK Papua dan Papua Barat, Kantor Bea dan Cukai Khusus Papua, Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM-Divisi Keimigrasian dan BRI wilayah Jayapura.

Kepala BI Perwakilan papua, Joko Supratikto menyebutkan akan diterapkan sanksi bagi penjual atau pembeli, atau siapapun yang tak mematuhi aturan dalam bertransaksi menggunakan Rupiah di wilayah perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini.

"Sanksi yang diterapkan mulai dari yang ringan hingga sanksi berat. Salah satu sanksi beratnya adalah si pemilik kios atau toko tak bisa lagi menggunakan kiosnya untuk aktifitas perdagangannya dan ijin usahanya dicabut. Bank Indonesia Perwakilan Papua bersama bank lainnya, juga sering melakukan sosialisasi manfaat menggunakan mata uang Rupiah di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini," katanya.


Menjaga Kedaulatan

MoU Satgas Rupiah di Perbatasan Papua dan Papua Nugini pada Mei 2018. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Pemerintah Provinsi Papua mendukung perbankan menyediakan tempat penukaran mata uang asing di wilayah Perbatasan RI-PNG yang terletak di Skouw, Kota Jayapura, Provinsi Papua.

Kepala Biro Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Suzana Wanggai menyebutkan penukaran mata uang asing di perbatasan sebagai bentuk kedaulatan rupiah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Suzana menambahkan, Provinsi Papua telah memiliki gedung Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Skouw dan membutuhkan tempat penukaran mata uang asing yang resmi. Apalagi setiap transaksi di wilayah NKRI harus menggunakan rupiah, sehingga hal-hal yang bersifat ilegal bisa dihindari.

Penerapan penggunaan mata uang Rupiah di seluruh wilayah Indonesia juga telah diatur dalam UU no 7/2011, tentang mata uang. Aturan ini menyebutkan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI.

Kemudian ada juga peratuan Bank Indonesia No 17/3/PBI/2015, tentang penggunaan mata uang rupiah. Aturan ini menjatuhkan sanksi hingga denda Rp200 juta dan kurungan 1 tahun penjara.

Yohana, si pemilik kios di Wutung pun mengaku telah melakukan pembayaran dengan Rupiah di Pasar Marketing point.

"Saya takut kena sanksi dan tidak bisa berbelanja di pasar ini kembali. Apalagi ini menjadi satu-satunya pasar tumpuan kami," kata Yohana yang sedkit bisa paham Bahasa Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya