Gempa 5,2 di Bayah Banten Akan Picu Letusan Gunung Krakatau?

Gempa bermagnitudo 5,2 mengguncang Bayah Banten. Lantas apakah gempa ini akan mempengaruhi aktivitas Gunung Krakatau?

oleh Muhammad Ali diperbarui 28 Jul 2019, 23:09 WIB
Pengamatan Gunung Anak Krakatau dilihat dari Dusun Tiga Regahan Lada, Pulau Sebesi, Lampumg Selatan, Senin (31/12). Pengamatan PVMBG, tinggi gunung dari permukaan air laut hanya tersisa 110 meter. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gempa bermagnitudo 5,2 yang diupdate 4,9, mengguncang kawasan Bayah, Banten. Lindu yang terjadi pada pukul 21.25 ini memiliki kedalaman 10 km.

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, gempa Bayah tersebut tidak akan memicu erupsi Gunung Krakatau di Selat Sunda. Sebab getaran gempa tersebut terbilang tidak kuat.

"Tidak mas, tidak sama sekali. Jadi Krakatau terlalu jauh, hanya II MMI, getarannya sudah melemah," ujar dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu (28/7/2019).

Dia menambahkan, gempa bumi tidak akan mengganggu aktivitas gunung berapi asalkan gunung tersebut tidak dalam kondisi aktif. Hal itu pernah terjadi pada gempa Lombok yang bermagnitudo 7.

"Jangankan jauh, dulu di Lombok (dekat) sampai (magnitudo) 7, Gunung Rinjani enggak apa-apa tho. Gunung terpengaruh terhadap gempa kalau kondisinya sedang aktif. Lavanya cair, volume gasnya banyak. Itu gempa bisa memicu letusan. Tapi kalau magma sedang kental, gasnya tidak banyak, aman-aman saja," jelas dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bagaimana Tangkuban Parahu?

Embusan gas berwarna putih tipis dengan ketinggian 50 meter dari dasar Kawah Ratu di Gunung Tangkuban Parahu pada Minggu (28/7/2019). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Tak hanya Gunung Krakatau, dia juga mengungkapkan, kondisi Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat akan aman-aman saja. Dikatakannya, meski getaran mencapai Sukabumi, gempa Bayah Banten tersebut tak akan terpengaruh terhadap aktivitas magma Gunung Tangkuban Parahu.

"Sama seperti ke Tangkuban Parahu jarak cukup jauh, percepatan getaran tanahnya sudah melemah (atenuasi) dan data skalai intensitasnya relatif kecil II hingga III MMI," jelas dia.

Dia menambahkan, peristiwa erupsi Gunung Parahu beberapa waktu lalu merupakan erupsi reaktif. Letusan itu, kata Daryono, akibat akumulasi uap air.

"Jadi bukan magmatik. Kayak orang masak air, jomplang tutup. Enggak terlalu bahaya. Cuman ada kepanikan karena abunya menyembur. Atasnya ada tumpukan materil vulkanik, yang didorong tekanan uap dari bawah itu," jelas dia.

"Jadi banyak orang yang mennyangka itu letusan gunung magmatik. Padahal enggak," jelas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya