Liputan6.com, Garut - Para orangtua siswa di Garut, Jawa Barat, mengeluhkan mahalnya harga buku pelajaran yang dijual pihak sekolah. Buku-buku pelajaran tahun ajaran baru itu dijual hingga mencapai Rp1 juta.
"Sangat memberatkan bagi orangtua, apalagi yang memiliki anak yang sekolah lebih banyak," ujar Irman (38) orangtua dari siswa SD Negeri Sukagalih V Kecamatan Tarogong Kidul, Selasa (30/7/2019).
Irman mengatakan, meski pihak sekolah tidak mewajibkan siswa membeli buku-buku tersebut, namun bahan pelajaran dari guru semuanya bersumber dari buku yang dijual pihak sekolah tersbeut.
"Mau tidak mau kami ya harus beli, karena kasihan ke anaknya, tidak bisa belajar," ujarnya.
Dengan kondisi itu, ia berharap sekolah bisa melakukan pengadaan buku dan tidak membebani siswa untuk membeli buku terbitan perusahaan swasta nasional tersebut.
"Harusnya pemerintah menyediakan, terus bukunya dirawat, artinya jangan mengerjakan di buku paket, jadi buku siswa bisa dihibahkan ke adik kelasnya," katanya menambahkan.
Baca Juga
Advertisement
Hal senada dikatakan, Sri Ayu (36), orangtua siswa di SD Negeri 1 Samarang. Menurutnya, pembelian buku pelajaran di atas Rp500 ribu jelas membebani orangtua siswa, sehingga alokasi khusus anggaran. "Mesti menunggu gajian nanti awal bulan," kata dia.
Sementara itu, Totong, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut mengaku, tidak mewajibkan siswa membeli buku pelajaran tersebut, terlebih lembaganya telah menyebarkan surat imbauan kepada seluruh sekolah, khususnya SD negeri untuk tidak membebankan siswa membeli buku pelajaran.
"Ini yang harus diluruskan, tidak boleh," ujarnya.
Untuk pengadaan buku pelajaran ini, ujarnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) hingga 20 persen.
"Aturan penggunaan dana BOS kan sudah jelas, kenapa harus ada pembelian buku lagi," katanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Lemahnya Pengawasan
Anggota Komisi IV DPRD Garut aktif, Yusep Mulyana mengatakan adanya pembelian buku pelajaran yang dibebankan kepada orangtua siswa, dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 8 tahun 2016.
"Belum lagi orangtua harus membeli LKS (Lembar Kerja Siswa) yang jumlahnya cukup banyak," kata dia.
Menurutnya pengadaan buku pelajaran, merupakan kewajiban pihak sekolah, sehingga tidak ada alasan membebani siswa membeli buku pelajaran termasuk LKS.
"Aturannya didasarkan pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010, yang menegaskan kewajiban warga negara berusia 7 sampai 15 tahun untuk mengikuti pendidikan," kata dia.
Selama ini orangtua memilih bungkam melaporkan adanya pembelian buku pelajaran dan LKS, akibat kekhawatiran intervensi pihak sekolah kepada buah hatinya.
Bahkan dalam praktiknya, jual-beli LKS tidak hanya terjadi di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), namun juga terjadi di Sekolah Dasar. "Saya sedang menginventarisir sekolah mana saja yang melakukan praktik jual beli-ini," ujarnya.
Untuk menghilangkan keresahan orangtua, lembaganya meminta pemerintah pusat mengingatkan seluruh sekolah untuk tidak mewajibkan pembelian buku pelajaran, termasuk LKS.
"Jangan hanya menggertak sambal saja, buktikan kalau memang ada sekolah yang menjual LKS akan terkena sanksi pencopotan jabatan," katanya.
Selain itu, lembaganya meminta Bupati Garut membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran aturan, mengenai jual beli buku pelajaran itu.
"Jika memang terbukti bersalah, Kepala Dinas terkait harus bisa bertanggung jawab atas kelalaian dan kurangnya pengawasan pada sekolah," kata dia.
Advertisement