Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menyatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang bekerja di pemerintah pusat dan Kementerian/Lembaga akan ikut bermigrasi jika ibu kota baru jadi dibangun.
Dia memperkirakan, sekiranya ada sekitar 1 juta PNS yang akan dibawa bila ibu kota Indonesia bakal berpindah dari Jakarta ke tempat lain.
"Kita di Kementerian/Lembaga pusat saat ini jumlah ASN itu ada 1 juta orang. Sudah direncanakan ya, kalau memang ibu kota pindah ya ASN-nya pindah," ujar dia di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Kementerian PPN/Bappenas telah merancang dua skenario terkait pemindahan ASN dan PNS ke ibu kota baru yang secara lokasi sudah dipastikan berada di Pulau Kalimantan.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy S Prawiradinata menyebutkan skenario pertama, apabila memindahkan seluruh ASN baik eksekutif, legislatif, yudikatif yang jumlahnya sebanyak 1,5 juta orang, maka dibutuhkan lahan yang luasnya sekitar 40 ribu ha.
Sementara jika memindahkan hanya sebagian ASN melalui skema right-sizing dengan jumlah pegawai negeri sekitar 870 ribu orang, maka diperkirakan membutuhkan lahan seluas 30 ribu ha di ibu kota baru.
Secara biaya, Rudy menghitung, kedua skema tersebut akan membutuhkan biaya yang sangat besar di atas Rp 300 triliun.
"Dari dua skenario itu, skenario pertama dibutuhkan dana sebesar Rp 466 triliun. Sementara skenario kedua membutuhkan anggaran sebesar Rp 323 triliun," papar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Timeline Pemindahan Ibu Kota Negara
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan bahwa ada beberapa tahapan yang perlu dilalui sebelum implementesi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) diwujudkan. Hal ini ia sampaikan dalam acara “Diskusi Media: Berapa Lama Membangun Ibu Kota Baru?” yang diselenggarakan di Ruang Rapat Utama Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Tahap awal pemindahan Ibu Kota Negara, Kementerian PPN/Bappenas menyusun kajian yang dilaksanakan dalam periode 2017-2019. Kajian ini terdiri atas kajian awal pemindahan IKN, kajian sosial kependudukan dan ekonomi wilayah IKN, kajian kesesuaian lahan alternatif lokasi pemindahan IKN, kajian konsep desain IKN, serta study of alternative sites for a new capital city in Indonesia atau kajian teknis di calon lokasi IKN, termasuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“2019 ini, semua kajian sudah selesai dan sudah ada keputusan lokasi. Begitu ada keputusan, proses berikutnya adalah kita konsultasi dengan DPR RI untuk menyepakati bentuk produk hukum apa yang diperlukan, baik undang-undang, rancangan undang-undang, didukung dengan naskah akademis. Sementara 2020, adalah tahap penyiapan tanah dan memastikan status tanah itu sendiri, termasuk menyiapkan infrastruktur dasarnya,” ujar Bambang.
Lanjutnya, pada 2020 akan dilakukan penyiapan regulasi, kelembagaan, lahan, dan rencana tata ruang. Tahap ini dilaksanakan melalui lima langkah utama. Pertama, penyiapan regulasi dan kerangka kebijakan tentang IKN, termasuk penyelamatan lahan untuk IKN. Regulasi ini terdiri dari RPP tentang kebijakan lahan untuk IKN, RUU tentang Perubahan RTRWN, Raperpres tentang RTR KSN IKN (skala 1:25.000 dan 1:5.000 untuk core), Peraturan Perundangan tentang insentif untuk swasta dalam pembangunan IKN, Peraturan Perundangan tentang skema pembiayaan IKN (PNPB-earmarking, KPBU, Pengelolaan Aset), dan Rancangan Peraturan Daerah untuk wilayah yang berhubungan dengan IKN.
Kedua, pembahasan dengan DPR tentang persetujuan pemindahan IKN dan penetapan lokasi terpilih, serta penetapan Undang-Undang tentang IKN baru. Ketiga, pembentukan Badan Otorita untuk mengatur pemindahan IKN. Keempat, pencadangan lahan kawasan IKN di lokasi terpilih. Kelima, penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan IKN di lokasi terpilih.
"Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kita sudah membuat skenario pembiayaannya. Kita meminimalisasi pembiayaan dari APBN sekaligus makin belajar pembiayaan pembangunan yang tidak bergantung sepenuhnya pada anggaran negara. Pembiayaan kota baru ini yang terpenting bagaimana cara membangun dengan kreatif dan inovatif tanpa membebankan APBN,” ucap Bambang.
Tambahnya, pada 2021, Kementerian PPN/Bappenas akan menyusun Master Plan Kota Terpilih. Mulai dari detail Master Plan dan skematik, siteplan dan skematik bangunan, hingga skematik infrastruktur dasar, perencanaan infrastruktur dasar, perencanaan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (2.000 hektare), dan perencanaan Kawasan IKN (40.000 hektare). Selanjutnya, pada periode 2022-2024, pemerintah Indonesia akan fokus untuk melaksanakan pengadaan dan pembebasan lahan, penyusunan Detail Engineering Design (DED) kawasan inti pusat pemerintahan, groundbreaking pembangunan IKN baru, pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pusat pemerintahan, dan perencanaan kawasan perluasan IKN.
“Ibu kota baru hanya untuk 1,5 juta orang di tahap pertama dengan memperhitungkan jumlah maksimal. Perkiraan jumlah PNS pusat serta legislatif dan yudikatif adalah 195.500 ribu orang. Polri dan TNI 25.660 ribu orang, pihak keluarga dari yang pindah 884.840 orang, dan pelaku bisnis 393.950. Total 1,5 juta orang, itu pun setelah ibu kota baru ini selesai dibangun 5-10 tahun mendatang. Bahkan, ibu kota baru ini tidak akan masuk daftar 10 kota terbesar di Indonesia,” kata Bambang.
Advertisement
Bangun Ibu Kota Baru, Berapa Luas Lahan yang Dibutuhkan?
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan, pembangunan ibu kota baru membutuhkan lahan yang luas dan belum dikuasai oleh pihak tertentu.
Oleh sebab itu, salah satu yang menjadi opsi dari pemindahan ibu kota adalah wilayah Kalimantan.
Bambang mengungkapkan, dalam di Kalimantan ada dua kandidat ibu kota baru yang beberapa waktu lalu dikunjungi langsung oleh Presiden Jokowi, yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Salah satu alasan pemilihan dua wilayah ini karena masih adanya lahan bebas yang bisa digunakan untuk membangun ibu kota baru.
"Kebetulan kemarin saya mengikuti rombongan Presiden melihat dua kandidat lokasi di Kalimantan Tangah dan di Kalimantan Timur. Jadi itu sudah menunjukkan masing-masing daerah sudah mempersiapkan. Terutama yang kita minta dari mereka ada enggak lahan yang sudah bebas. Sehingga ketika masuk ke sana, tidak perlu lagi melakukan pembebasan lahan. Nah di situ lah Pemda kita minta coba carikan kita lahan sekian," ujar dia saat berbincang khusus dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Dia mengungkapkan, untuk membangun ibu kota baru, paling tidak dibutuhkan lahan seluas 40 ribu hektare (ha). Lahan tersebut untuk menampung penduduk yang jumlahnya sekitar 1,5 juta jiwa.
"Karena untuk kota 1,5 juta (penduduk) tadi kita butuh minimal 40 ribu hektare. Tapi kita harus hitung pengembangan kota, jadi harusnya 80-100 hektare. Nah kalau ada lahan itu bebas, maka itulah yang menjadi kandidat," kata dia.
Selain lahan, yang menjadi pertimbangan dari kandidat ibu kota baru yaitu soal ketersediaan air. Hal ini harus terpenuhi karena terkait dengan kebutuhan dasar bagi penduduk nanti.
"Di samping kita melihat, kondisi airnya seperti apa, kondisi kemudahan membangun bangunannya seperti apa, apakah di lahan gambut atau bukan, itu semua kita perhatikan untuk detailnya. Tapi daerah itu menyiapkan lahannya masing-masing. Jadi dua daerah itu sudah menjadi kandidat nantinya. Sudah ada pengujian untuk beberapa detail yang ingin kita pastikan kalau itu memang tersedia di daerah tersebut," tandas dia.