Liputan6.com, Hong Kong - Ratusan pengunjuk rasa di Hong Kong memblokir layanan kereta (MTR) sejak jam sibuk dini hari, Selasa 30 Juli 2019. Aksi itu merupakan bagian dari demonstrasi rutin di wilayah otonomi khusus China.
Blokade, yang dilaporkan terjadi hingga Selasa siang, menyebabkan kekacauan bagi para penumpang rutin moda transportasi publik itu.
Aktivis memblokir pintu kereta dan memaksa ratusan orang untuk keluar dari stasiun kereta api untuk mencari transportasi alternatif.
"Kami tidak tahu berapa lama kami akan di sini, kami tidak memiliki pemimpin, karena Anda dapat melihat ini adalah gerakan massa," kata Sharon, seorang pemrotes bertopeng berusia 21 tahun yang menolak memberikan nama lengkapnya.
Baca Juga
Advertisement
"Bukan niat kami untuk membuat orang tidak nyaman, tetapi kami harus membuat pihak berwenang mengerti mengapa kami memprotes. Kami akan melanjutkan ini selama diperlukan," lanjutnya seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (30/7/2019).
Yang lain meneriakkan, "Bebaskan Hong Kong," dan "Revolusi Waktu Kita".
Perkelahian kecil pecah antara pengunjuk rasa dan komuter ketika beberapa orang menjadi frustrasi atas penghentian kereta.
"Sungguh merepotkan dan menyebalkan, sungguh. Aku sedang terburu-buru untuk bekerja, mencari nafkah. Maukah kamu memberikan gajimu untukku?" kata seorang pria berusia 64 tahun.
Operator kereta, MTR Corporation Hong Kong mengatakan bahwa beberapa layanan telah terganggu dan menyarankan penumpang untuk menggunakan moda transportasi lain.
Rangkaian protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.
Demonstrasi juga bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.
Simak video pilihan berikut:
Respons China
Pemerintah pusat China di Beijing, pada Senin 29 Juli 2019 sore waktu setempat, akhirnya buka suara terkait rangkaian demonstrasi massa pro-demokrasi di Hong Kong.
Hal itu disampaikan dalam sebuah pernyataan sikap resmi pertama China sejak protes berlarut selama delapan pekan di wilayah otonomi khusus Tiongkok tersebut.
Juru bicara untuk kantor urusan Hong Kong dan Makau (HKMAO) yang berbasis di Beijing juga mengatakan bahwa rangkaian aksi di sana sebagai "insiden mengerikan" yang telah menyebabkan "pengrusakan terhadap hukum."
Yang Guang, sang juru bicara, menambahkan bahwa China mendukung penuh seluruh upaya "prioritas" pemerintahan Hong Kong, yaitu untuk "memulihkan ketertiban sosial," demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (29/7/2019).
Pejabat HKMAO itu juga mengutuk "aksi kriminalitas jahat yang dilakukan pihak-pihak radikal" di Hong Kong.
"Kami menyerukan publik Hong Kong untuk mewaspadai dampak buruk dari situasi saat ini," kata Yang.
Juru bicara lain untuk HKMAO, Xu Luying menambahkan bahwa "Prioritas utama Hong Kong adalah untuk menghukum aktor pelanggar hukum dan pelaku kekerasan sesuai hukum, memulihkan ketertiban sosial sesegera mungkin, dan mempertahankan iklim baik untuk bisnis."
HKMAO juga mengatakan: (1) mendukung penuh kepemimpinan pemerintahan Hong Kong, (2) mendesak warga Hong Kong untuk menolak kekerasan, (3) mendukung penuh satuan polisi Hong Kong, dan (4) menyalahkan eskalasi tensi kepada "figur-figur tak bertanggungjawab di negara-negara Barat".
Intervensi datang seminggu setelah pengunjuk rasa merusak lambang nasional yang sangat simbolis pada kantor penghubung pemerintah China di Hong Kong, yang memicu kemarahan Beijing.
Pihak berwenang sekarang telah memasang kerangkeng plastik tranparan untuk melindungi lambang tersebut dari bentuk-bentuk vandalisme lebih lanjut.
Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong memiliki sistem hukum dan peradilannya sendiri, dan telah dijanjikan "otonomi tingkat tinggi" dari pemerintah Tiongkok kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan.
Advertisement