Pengelola Kawasan Wisata Gunung Api Harus 'Sedia Payung Sebelum Hujan'

Selain upaya mitigasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meminimalisasi dampak bencana, rencana kontingensi dinilai sangat perlu dibuat terutama sebagai panduan teknis ketika bencana terjadi dan berdampak di suatu destinasi wisata.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 01 Agu 2019, 01:00 WIB
Petugas Basarnas meninjau gunung Tangkuban Perahu sehari setelah erupsi di Subang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (27/7/2019). PVMBG menyatakan berdasarkan analisis, Gunung Tangkuban Parahu masih berpotensi erupsi dengan masih terekamnya tremor berkelanjutan. (AFP Photo/Timur Matahari)

Liputan6.com, Bandung - Selain upaya mitigasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meminimalisasi dampak bencana, rencana kontingensi dinilai sangat perlu dibuat terutama sebagai panduan teknis ketika bencana terjadi dan berdampak di suatu destinasi wisata.

Hal itu diungkapkan Peneliti Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Mamay Sumaryadi.

"Kami mengharapkan pengelola wisata dan pemerintah daerah itu membuat rencana kontingensi," kata Mamay ditemui seusai menghadiri rapat membahas Gunung Tangkuban Parahu di Gedung Sate Bandung, Selasa (30/7/2019).

Rencana kontingensi merupakan proses identifikasi dan penyusunan rencana ke depan yang didasarkan pada keadaan yang kemungkinan besar akan terjadi, tetapi juga belum tentu terjadi. Suatu rencana kontingensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan jika keadaan yang diperkirakan tidak pernah terjadi.

Rencana kontingensi dilakukan secara bersama antara lembaga dan pelaku penanggulangan bencana, baik pemerintah maupun non-pemerintah.

Tujuannya tak lain sebagai pedoman dalam penanganan darurat bencana, agar pada saat tanggap darurat dapat terkelola dengan cepat dan efektif serta sebagai dasar memobilisasi berbagai sumber daya para pemangku kepentingan.

Konsep ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan serta membangun komitmen bersama antar lembaga pelaku penanggulangan bencana.

"Jadi, katakanlah dalam kondisi aman, hal itu sudah disiapkan. Namun, kira-kira terjadi krisis, sudah ada arah pengungsian ke mana, berapa fasilitasnya dan itu menjadi tanggung jawab pengelola," kata Mamay.

 

Simak Video Pilihan di Bawah Ini


Rencana Kontingensi Jadi Kontrol

Petugas kepolisian dan BPBD tetap bersiaga di pintu masuk Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Minggu (28/7/2019). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Mamay mengatakan dirinya sudah memaparkan kontingensi tersebut dalam seminar di Kementerian Pariwisata sekitar awal Juli lalu. Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan dan menawarkan beberapa konsep pengembangan destinasi wisata di kawasan rawan bencana.

"Intinya berawal dari konsep pengelolaan kawasan rawan bencana menjadi destinasi wisata. Di situ kita berbicara masalah konsep pemahaman karakteristik gunung api dalam hal ini menjadi tanggung jawab kami. Kemudian dari hasil itu harus ada koordinasi dengan pihak kami selaku institusi yang berbicara aspek kebencanaan kemudian pemerintah daerah dan pengelola tempat wisata," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Mamay juga menyarankan agar pengelola mengajukan izin pengelola wisata agar melengkapi syarat rencana kontingensi sehingga pemerintah bisa memberikan kontrol.

"Yang jadi masalah selama ini kan ada satu ruang kosong dalam kontrol mitigasi, kewenangan ini ada pada siapa? Menurut versi kami, itu kewenangan daerah. Tapi memang sumber dayanya belum ada, oleh karenanya di situlah perlunya kerja sama itu," katanya.

Menurut Mamay, bahan presentasinya akan menjadi tolak ukur oleh Kementerian Pariwisata. Pihaknya akan kembali mendiskusikan hal tersebut agar pembahasan lebih komprehensif.

"Mudah-mudahan menjadi kepres atau kepmen untuk daerah-daerah wisata di kawasan rawan bencana. Itu adalah satu konsep yang bisa kami bantu ke bidang pariwisata di daerah," kata Mamay.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya