Liputan6.com, Bangkok - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah melakukan pertemuan bilateral dengan Wang Yi, Menlu China di Bangkok pada Selasa, 30 Juli 2019. Salah satu hal yang dibahas, mengenai upaya bersama antara Indonesia dan Tiongkok untuk menyelesaikan permasalahan kawin pesanan yang baru-baru ini meresahkan.
Menlu Retno menekankan, isu kawin pesanan tersebut penting untuk segera ditangani, seperti keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri yang dimuat Liputan6.com pada Rabu (31/7/2019). Diplomat top Indonesia itu juga menyebut, upaya pencegahan sangat perlu dikukan agar tidak ada korban baru.
Baca Juga
Advertisement
Dalam kesempatan itu, Menlu menyampaikan, ia telah memanggil Duta Besar China di Jakarta. Di samping Dubes RI di Beijing juga telah bertemu dengan Dirjen Konsuler Kemlu China guna menyampaikan isu yang sama.
"Saya baru saja bertemu dengan delapan korban perdagangan orang di Pontianak, Kalimantan. Para korban menyampaikan, mereka direkruit oleh agen yang memberikan informasi palsu," kata Menlu Retno kepada Menlu Wang Yi, dalam pembicaraan kasus kawin pesanan. "Sebagian dari mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual serta tidak diberikan makanan yang mencukupi."
Simak pula video pilihan berikut:
Menlu Usulkan Tiga Hal
Adapun sebagai upaya penyelesaian, Menlu Retno mengusulkan tiga hal. Pertama, agar 18 korban yang sudah berada di KBRI Beijing dapat segera difasilitasi pemulangannya. Kedua, pemrosesan dokumen legalisasi pernikahan dua negara di Kedubes dan juga di China dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang lebih teliti. Hal ini juga telah dimintakan oleh Menlu Retno kepada otoritas di Indonesia.
Selanjutnya, Menlu Retno menekankan pentingnya kerja sama untuk pemberantasan TPPO. Ia menyampaikan, beberapa tersangka sudah ditangkap di Indonesia dan perlu kerja sama pemerintah China untuk dapat melakukan penegakan hukum; yakni menangkap para agen yang beroperasi di Tiongkok.
Selain itu, kedua Menlu juga membahas beberapa isu lain, antara lain kerja sama Indo-Pacific dan situasi Laut China Selatan.
Mengenai Indo-Pacific, Menlu Retno menekankan, Outlook ASEAN mengenai Indo-Pacific merupakan cara pandang ASEAN bagi terus terciptanya perdamaian dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pacific. Outlook menekankan pada sentralitas ASEAN; mengarusutamakan dialog dan kerja sama; serta meningkatkan kerja sama dengan menggunakan ASEAN-led mechanism.
Mengenai Laut China Selatan, Indonesia kembali menekankan bahwa merupakan kepentingan bagi semua pihak untuk menjaga Laut China Selatan sebagai kawasan yang damai dan stabil. Untuk itu, diperlukan trust di antara semua negara. Trust hanya dapat tercipta jika semua pihak patuh pada hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Advertisement
Kasus Kawin Pesanan Tidak Sesederhana yang Dibayangkan
Sementara itu, hingga bulan ini, menurut Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) terdapat 26 kasus kawin pesanan. Sebanyak 14 orang berasal dari Kalimantan Barat, tujuh orang dari Jawa Barat, dua dari Tangerang, satu dari Jawa Timur, satu dari Jawa Tengah, dan satu lagi dari DKI Jakarta.
Sebanyak tujuh orang di antaranya telah berhasil dipulangkan oleh SBMI, selebihnya masih berada dalam proses penanganan.
Menanggapi kasus kawin pesanan ke China, Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan kasus kawin pesanan itu tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan.
Ada sudut pandang yang berbeda antara hukum Indonesia dengan apa yang dihadapi di Tiongkok, kata sang jubir.
"Ketika mereka sudah mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan, maka untuk pemulangan mereka tentunya harus sesuai izin dari suaminya," jelas Faizasyah.
Mengingat untuk memulangkan WNI terduga korban TPPO bermodus perjodohan, butuh izin suami; maka Kemlu harus meyakinkan pihak China.
"Tantangan bagi kita adalah untuk memberikan penjelasan, meyakinkan pihak-pihak terkait di Tiongkok bahwa ada proses pelanggaran hukum dari sisi proses pernikahan itu sendiri. (Itu) menjadi dasar bagi kita memulangkan mereka ke Indonesia," kata Faizasyah.
Perlu diketahui, menurut penelusuran Liputan6.com dalam proses kawin pesanan, perempuan WNI diberikan sejumlah iming-iming oleh biro jodoh (mak comblang).
Sebagian di antaranya dijanjikan hidup yang lebih baik di China karena suami yang kaya dan mapan, sementara lainnya dijanjikan uang bulanan yang dapat dikirim kepada keluarga di Indonesia. Namun nyatanya, tak sedikit korban mengaku disiksa bahkan mengalami kerja paksa tanpa diberikan upah.