Liputan6.com, Jakarta - Dokter Romi Syofpa Ismael, penyandang disabilitas yang ditolak status CPNS-nya oleh Pemerintah Solok Selatan, mengadu ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo hari ini, Rabu (31/7/2019). Dia didampingi oleh Anggota Komisi VIII DPR RI Rieke Diah Pitaloka.
Pada pertemuan yang berlangsung secara terbuka itu, Tjahjo memastikan dokter Romi akan masuk dalam CPNS tahun ini. Bukan untuk formasi berikutnya.
Advertisement
"Tahun ini masuk ya. Kalau menunggu formasi berikutnya lama," kata Tjahjo di kantornya, Jakarta, Rabu.
Dia menegaskan, tak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk menolak status CPNS penyandang disabilitas. Apalagi jika yang bersangkutan sudah memenuhi syarat dan pemerintah memerlukan tenaga medis.
"Secara fisik dan keilmuan itu lulus semuanya. Tidak alasan daerah yang memerlukan tenaga medis, menolak dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," ungkap Tjahjo.
Dia pun meminta agar dokter Romi terus semangat. Karena memang tenaga medis sangat diperlukan sekali.
"Tenaga medis sangat kurang sekali. Kan memenuhi syarat mengobati masyarakat. Jangan putus semangat, tenaganya masih dibutuhkan," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Istana Bersuara Atas Kasus Dokter Romi
Sebelumnya, pihak Istana menanggapi polemik yang dialami dokter Romi Syofpa Ismael yang dibatalkan menjadi CPNS karena menyandang disabilitas.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sangat menyanyangkan kasus ini terjadi. Padahal, menurut dia, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sangat mengakomodasi kepentingan-kepentingan penyandang disabilitas.
"Saya pikir begini, konsep disabilitas yang dijalankan pemerintah itu sebenarnya sangat jelas. Bahkan, di KSP (Kantor Staf Presiden) sendiri ada difabel yang kita akomodasi," kata Moeldoko ditemui di kantornya, Jumat (26/7/2019).
Mantan Panglima TNI itu menyatakan bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dimata hukum. Untuk itu, dia menilai tak sepantasnya jika status CPNS dokter Romi dibatalkan dengan alasan disabilitas.
"Intinya enggak boleh difabel itu dibeda-bedakan. Sudah itu aja prinsipnya. Semua kita di depan hukum kita memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sebagai warga negara," jelas Moeldoko.
Advertisement