Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) menyatakan siap menolong daerah lain termasuk di Jakarta untuk mengelola sampah. Hal itu juga sebagai upaya untuk menolong masyarakat.
Tri Rismaharini mencontohkan, bila ada anak-anak dan bayi sakit diare dan kurang gizi karena tidak mengelolah sampah yang benar dapat menjadi masalah. Oleh karena itu, bila ada waktu dapat membantu daerah lain mengelola sampah, Risma akan siap membantu.
"Tidak masalah. Saya siap untuk bantu. Saya bisa dan ada waktu, insyaallah akan bantu," ujar Risma, ditulis, Rabu (31/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Tri Rismaharini menuturkan, negara lain ada yang memakai teknologi untuk mengelola sampahnya. Oleh karena itu, mengatasi masalah sampah butuh pengelolaan baik teknologi dan manajemen.
Sejumlah hal diperhatikan mulai dari lahan dan letak tempat pembuangan akhir. Demikian juga akses transportasi seperti truk ke tempat pembuangan akhir (TPA).
"Bagaimana kemudian memanage, memanage sampah itu, misalkan contoh mungkin lahan di Jakarta tidak ada. Lahan itu bagaimana. Bagaimana lahan itu seperti apa. Letaknya di mana itu jadi penting," ujar Tri Rismaharini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Surabaya Operasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Sebelumnya, empat kabupaten dan kota dinyatakan siap melaksanakan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), salah satunya Surabaya, Jawa Timur. Hal ini setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecek langsung satu per satu dari 12 kota/kabupaten yang mengusulkan untuk pembangunan PLTSa.
"Mudah-mudahan tahun ini ada yang bisa selesai, yaitu di antaranya adalah Surabaya, Bekasi, Solo yang prosesnya cukup baik. Kemudian yang sudah mulai adalah DKI Jakarta," ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, usai Rapat Terbatas Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kantor Presiden, seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa, 16 Juli 2019.
Daerah lain yang persoalannya relatif sudah tertangani dengan baik, menurut Pramono yaitu Bali. Oleh karena itu, Pramono dalam kesempatan itu didampingi Sekda dan Wakil Wali Kota Denpasar.
Ia menuturkan, persoalan sampah ini sudah cukup lama karena memang ada perbedaan persepsi, pandangan antara PLN dengan daerah-daerah yang ada.
"Tadi presiden menegaskan karena Perpresnya sudah ada. Hitungannya sudah ada, Rp 13 koma sekian per KWH,” maka itulah yang dijadikan acuan. Maka diminta kepada PLN dalam hal ini perhitungannya bukan berdasarkan keuntungan tetapi sekali lagi adalah dalam rangka untuk pembersihan sampah di kota-kota yang ada,” ujar dia.
Ia mencontohkan, di Bekasi itu sudah hampir 1.700 ton per hari. Belum yang 8.000 ton per hari dari Bantar Gebang, dari Bekasi sendiri sudah cukup tinggi.
Jadi dengan demikian empat kota prioritas yaitu Surabaya, Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta akan dikawal secara langsung oleh presiden untuk penyelesaiannya. Kemudian kelima adalah Bali. Sedangkan tujuh daerah lainnya diminta untuk membuat prototype sama dengan daerah-daerah yang lain.
Persoalan yang ada, menurut dia selalu klasik yaitu persoalan tipping fee. Ini karena setiap daerah, hal yang berkaitan dengan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah ini berbeda-beda. Jawa Timur misalnya cukup murah, hanya sekitar Rp 150.
Padahal menurut dia, tipping fee di dalam Perpes sudah diatur maksimum sebesar-besarnya Rp 500 sehingga sudah ada payung hukumnya. Akan tetapi, semuanya tidak berani ambil posisi, mengambil kebijakan karena takut persoalan hukum dan sebagainya.
"Maka presiden menegaskan bahwa risalah rapat pada hari ini adalah merupakan payung hukum, termasuk payung hukum di dalam menyelesaikan semua persoalan yang ada di dalam penyelesaian sampah," kata dia.
Ia mengharapkan, lima daerah ini segera selesai, dan tujuh daerah segera bisa mengikuti karena peraturan presidennya sudah sangat jelas terhadal hal itu.
Advertisement
Penanganan Berbeda-beda
Ia menambahkan, masalah penanganan LTSa ini memang berbeda-beda. Contohnya DKI Jakarta misalkan, persoalan sampah sangat serius. Oleh karena itu, DKI Jakarta sendiri, hampir 2.000 yang siap untuk dijadikan pembangkit listrik tenaga sampah, sedangkan di daerah lain rata-rata itu 1.000 ton sudah cukup seperti Solo.
Bekasi karena penyangga Jakarta kemudian juga Tangerang, sampahnya cukup besar. Sampah ini menjadi persoalan yang cukup serius di beberapa kota besar sehingga pembangkit listrik tenaga sampah dalam rangka menyelesaikan persoalan itu.
"Jadi persoalan sampah harus diutamakan bukan persoalan keuntungan yang diperoleh secara pembangkit listriknya," kata dia.