Benarkah Polusi Udara Jakarta Dipicu Pembangkit Listrik?

PLTGU Muara Karang mendapat proper hijau karena mampu menghasilkan gas buang dengan kadar sulfur ogsida (SOx) di bawah 10.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Jul 2019, 15:00 WIB
PLTGU Muara Karang. (Wicak/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kualitas udara Jakarta belakangan ini menjadi sorotan, sebab tingkat polusi udaranya terbilang cukup tinggi. Beberapa pihak pun menuding emisi yang berasal dari pembakaran energi primer pembangkit listriklah penyebabnya.

Benarkah polusi tersebut berasal dari pembangkit listrik?

Pembangkit listrik‎ yang ada di Jakarta di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, di Pluit, Jakarta. Pembangkit ini dioperatori oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan Muara Karang.

Total kapasitas pasokan listrik yang berasal dari Komplek PLTGU Muara Karang‎ sebesar 1.600 Mega Watt (MW), teridir dari 11 generator dan tiga pembangkit yaitu PLTGU 2x200 MW, PLGU 500 MW dan‎ PLTGU 700 MW.

"Jadi PJB ini anak usaha PLN dibidang pembangkit listrik, jadi kami di sini mengelola1.600 MW pembangkit terdiri dari 11 generator," kata General Manager PJB UP Muara Karang Rachmat Azwin, saat ditemu di PLTGU Muara Karang, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Menurutnya, pembangkit yang sudah beroperasi sejak 1979 selalu memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar, termasuk emisi buang hasil pembakaran gas untuk menciptakan uap yang menggerakan generator. Hal ini dibuktikan dengan disabetnya proper hijau dari Kementerian Lingan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dia mengungkapkan, PLTGU Muara Karang mendapat proper hijau karena mampu menghasilkan gas buang dengan kadar sulfur ogsida (SOx) di bawah 10 sedangkan batas ditetapkan KLHK 150 dan Kadar Nitrogen ogsida (NOx) di bawah 100 sedang standar batas ditetapkan KLHK 400.

"Intinya apa yang kami kelola mulai 78 sampai saat ini kami menjaga keberlanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan," tuturnya.

Dia melanjutkan, bukti lain pengoperasian PLTGU Muara Karang tidak membawa dampak buruk pada kualitas udara Jakarta‎ adalah dengan tidak adanya asap di cerbong pembuangan.  Selama ini PLN menggunakan bahan bakar gas untuk pembangkit sehingga rendah emisi.

"Kalau dilihat cerobong tidak ada sama sekali asap, kami menggunakan energi gas, dipasok dari Nusantara Regas, PGN dan PHE," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Anies Prediksi Kualitas Udara Selama Musim Panas Tidak Sehat

Kendaraan terjebak kepadatan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (12/3). Berdasar hasil studi Greenpeace dan IQAirVisual, pada 2018 lalu Jakarta merupakan kota dengan polusi udara terburuk di Asia Tenggara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memprediksi, polusi udara di Jakarta akan dirasakan sepanjang musim panas. Hal itu, menurutnya, sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya.

"Jadi dalam musim panas ini, seperti juga tahun-tahun lalu, kita akan menyaksikan kondisi di mana kualitas udara di Jakarta kondisinya kalau bisa dibilang poluted," kata Anies di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2019).

Untuk mengurangi polusi itu, Anies menyebut Pemprov DKI telah menyiapkan beberapa rencana.

"Kita sedang menyiapkan, nanti saya umumkan sesudah lengkap, anda hapal kebiasaan saya, saya tidak ngomong parsial," ucap Anies

Anies enggan membocorkan langkah apa saja untuk mengurangi polusi di Ibu Kota. Ia berjanji akan mengumumkan saat semua sudah lengkap. 

"Kalau sudah lengkap kita umumkan langkah-langkah yang akan kita gunakan untuk menangani ini. Ujungnya pada pengurangan di sumber-sumber dan itu menyangkut pada masalah lalu lintas," jelas Anies

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu hanya menjawab diplomatis ketika ditanya mengenai kapan langkah solutif menangani polusi dilakukan.

"Lebih cepat lebih baik," kata Anies.


Dampak Polusi Udara

Penampakan polusi udara di langit Jakarta Utara, Senin (29/7/2019). Buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menyebut, kualitas udara di Ibu Kota masih baik untuk orang normal, namun rentan bagi bayi dan manula, terutama saat musim kemarau.

"Kemarin (musim hujan) bagi orang normal biasa aja, bagi bayi dan manula juga tidak ada masalah. Tapi ketika masuk ke musim kemarau dengan PM 2,5 yang meningkat, harus diantisipasi saja bagi mereka yang sensitif," ujar Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Agung Pujo Winarko saat dihubungi, Jumat 12 Juli 2019. 

Agung mengatakan, kondisi udara sempat memburuk saat musim kemarau tiba. Meski begitu, dia mengklaim saat ini kualitas udara sudah kembali membaik.

"Data kita punya, Januari, Februari, Maret April, bagus. Menjelang musim kemarau sempat ada kenaikan, statusnya udah turun kembali," ucapnya.

Dia mengimbau agar masyarakat Jakarta tetap memperhatikan kondisi kesehatan. Terutama bagi yang sensitif terhadap polusi udara, seperti bayi dan orang lanjut usia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya