Liputan6.com, Ponorogo - Ahmad Fattan Ali Akbar (10) seperti menampar muka banyak siswa pemalas di negeri ini. Bagaimana tidak, di tengah keterbatasannya, bocah difabel itu tetap semangat pergi ke sekolah.
"Tetap semangat sekolah. Saya tidak pernah berputus asa. Walaupun serba keterbatasan," kata Fattan kepada Liputan6.com, Rabu (31/7/2019).
Advertisement
Setiap pagi, di rumahnya di Desa Coper, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, aktivitas Fattan seperti anak normal pada umumnya. Dirinya terlihat menyiapkan semua keperluan sekolahnya sendiri, termasuk saat memakai seragam sekolah.
Bedanya, Fattan yang lumpuh tidak bisa berangkat sendiri ke sekolahnya di SDN 1 Coper. Fattan harus digendong ibunya, Tutik Lasiana (34).
Kemudian keduanya berangkat ke sekolah Fattan yang berjarak sekitar 1 km dari rumahnya. Pun saat pulang sekolah, Fattan juga dijemput ibunya. Sang ibu juga harus menggendong Fattan dari kelas ke sepeda motor dan membawanya pulang.
Di sekolah, siswa kelas IV itu tetap mengikuti kegiatan belajar dan mengajar (KBM) seperti siswa lainnya. Anak pasangan Tutik dan Miswanto (46) itu tidak diperlakukan khusus, sama seperti 23 siswa lainnya di dalam ruangan kelas.
"Pelajaran yang paling saya suka matematika. Pokoknnya kalau ada pelajaran matematika saya suka," katanya.
Dia mengaku akan rajin belajar. Apalagi cita-citanya sangat tinggi. Dirinya ingin menjadi dokter. Alasannya juga sangat sederhana.
"Mau menyembuhkan semua penyakit. Jangan sampai ada orang yang lumpuh sejak kecil seperti saya," kata Fattan.
Usaha Menyembuhkan Fattan
Tutik Lusiana menceritakan, saat hamil tidak ada yang aneh dengan anak semata wayangnya itu. Tetapi saat sudah lahir, dia mengakui perkembangan Fattan lebih lambat dibanding teman-teman sebayanya.
"Temannya sudah bisa merangkak, Fattan baru bisa tengkurap. Temannya bisa ngomong, anak saya baru bisa merangkak," kata Tutik.
Selain lebih lambat, lanjut dia, waktu kecil Fattan pernah diopname di rumah sakit umum daerah (RSUD) dr Harjono yang saat itu berlokasi di Jarakan Ponorogo. Fattan saat itu, kata dia, didiagnosa menderita sakit paru-paru basah.
"Dua kali opnamenya. Tapi dokter tidak pernah bilang buntut dari sakit paru-paru basah menjadikan Fattan lumpuh. Saya dan suami juga biasa," jelasnya.
Tutik juga mengatakan, bersama suami, dirinya pernah membawa Fattan ke doktes spesialis anak dan spesialis saraf saat melihat perkembangan Fattan yang lambat. Lagi-lagi dokter tidak memberitahu secara detail penyakit Fattan.
"Waktu itu Fattan juga dites sarafnya. Nah saraf tangan dan badan lainnya bisa gerak semua. Hanya kakinya tidak bisa gerak. Oleh dokter disuruh makan yang banyak saja," ungkap Tutik.
Tutik juga sempat membawa fattan ke pengobatan alternatif. "Ada yang bilang ada dukun manjur di Madiun, ya saya bawa," katanya.
Keinginan besarnya untuk menyembuhkan Fattan pun terkadang dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggungjawab. Tutik mengaku pernah ditipu saat membawa ke pengobatan alternatif. Tutik mengatakan yang paling dirinya ingat saat membawa ke pengobatan alternatif di Jalan Sumatera Ponorogo. Kejadiannya 5 tahun lalu.
Saat itu, si dukun menyaratkan untuk menebus ramuannya. Harganya pun menurut kantong Tutik dan suami yang hanya bekerja sebagai penjual mainan keliling tidak bersahabat, Tetapi tetap ditebusnya demi kesembuhan sang buah hati.
"Obatnya Rp450 ribu. Sangat berat bagi kami. Ya tapi tetap saya usahakan. Namanya saja buat anak," katanya.
Setelah terjadi transaksi, lanjut dia, si dukun menyuruh Tutik kembali setelah dua pekan lagi. Namun, setelah didatangi kembali, dukun tersebut sudah tidak ada.
"Saya Tanya tetangga dukun itu, ternyata sudah pindah. Lokasi pengobatannya hanya kontrak. Bukan miliknya sendiri," katanya.
Advertisement
Lingkungan yang Baik
Tetangga juga pernah memberitahu ada pengobatan dukun yang bisa menyembuhkan penyakit seperti yang diderita Fattan.
"Semula kata tetangga sih gratis. Makanya saya ke sana mengecek kebenaran," kata Tutik.
Akan tetapi, yang dimaksud gratis adalah dari rumahnya ke lapangan. Saat Tutik berkonsultasi, dukun menyaratkan hal yang sama harus menebus ramuan. Namun saat itu harganya lebih murah, sekitar Rp 200 ribu.
"Saya waktu itu gak punya uang. Sampai saya berhutang ke tetangga. Ramuan sudah di tangan. Tetapi Fattan juga tidak kunjung bisa berjalan," jelasnya.
Akhirnya, Tutik mengaku hanya bisa pasrah. Dirinya hanya berharap ada mukjizat dari Tuhan, bisa membuat Fattan berjalan. Sehingga bisa beraktivitas seperti teman-temannya.
"Ya saya cuma berharap Fattan bisa berjalan. Bisa bermain. Kalau tetap seperti ini kasihan Fattan," katanya.
Kepala SDN 1 Coper, Sugeng Irianto mengatakan, meski Fattan menyandang difabel, namun pihak sekolah tetap menerimanya. Menurut Sugeng, Fattan masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
"Kemampuannya sama dengan orang normal. Fattan tetap bisa mengikuti pelajaran seperti teman sekelasnya," ungkap Sugeng.
Hanya saja, untuk pelajaran olahraga, memang Fattan tidak bisa mengikuti. "Kan kondisinya lumpuh. Tetapi secara gari besar Fattan anaknya pintar dan baik kok," katanya.
Bersyukur, Fattan masih punya guru dan teman-teman yang baik. Saat ke toilet dan ke kantin misalnya, Fattan kerap dibantu gendong oleh guru atau temannya.
Simak juga video pilihan berikut ini: