Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, dengan alasan yang bersangkutan telah bertindak atas nama pemimpin tertinggi Negeri Persia, Ali Khamenei.
"Menteri Luar Negeri Zarif adalah pendukung utama kebijakan Ayatollah Khamenei di seluruh kawasan Teluk dan di seluruh dunia," kata timpalannya dari AS, Mike Pompeo, dalam sebuah pernyataan tertulis.
"Penjatuhan sanksi terhadap Javad Zarif adalah cerminan dari kenyataan ini," lanjut Pompeo, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (1/8/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dalam sebuah twit kemudian, Pompeo menambahkan: "Dia (Zarif) sama-sama terlibat dalam perilaku ilegal yang dilakukan rezim mafia (khamenei) lainnya."
Zarif merespons dengan cepat di Twitter, mengabaikan sanksi yang dijatuhkan oleh AS.
"Alasan AS untuk menunjuk saya adalah karena saya 'juru bicara utama Iran di seluruh dunia' Apakah kebenaran benar-benar menyakitkan?", tanyanya.
"Itu tidak berpengaruh pada saya atau keluarga saya, karena saya tidak memiliki properti atau kepentingan di luar Iran. Terima kasih telah menganggap saya ancaman besar bagi agenda Anda," lanjut sang menlu Iran.
Tak lama setelah Washington mengumumkan sanksi terhadap Zarif, penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, mengatakan AS akan memperbarui sanksi keringanan untuk program nuklir Iran yang memungkinkan Rusia, China, dan negara-negara Eropa untuk melanjutkan kerja sama nuklir sipil mereka dengan Teheran.
"Saya pikir idenya di sini adalah kita menyaksikan kegiatan nuklir itu dengan sangat, sangat erat," kata Bolton dalam sebuah wawancara oleh Fox Business Network.
"Jadi ini adalah perpanjangan pendek selama 90 hari," lanjutnya.
Sanksi Sempat Akan Dijatuhkan Bulan Lalu
Sebuah laporan yang dimuat di surat kabar Washington Post pada pekan lalu mengatakan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, berargumen untuk memperbarui keringanan terkait atas keberatan Pompeo dan Bolton.
Alasannya adalah jika itu tidak diperpanjang, maka Washington harus memberi sanksi kepada perusahaan-perusahaan Rusia, China, dan Eropa yang terlibat dalam proyek dengan Iran, sebagai bagian dari kesepakatan nuklir 2015.
Pemerintah AS pertama kali mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Zarif bulan lalu, tetapi mengalah untuk mengizinkannya mengunjungi New York, sementara secara ketat membatasi kebebasannya bergerak di dalam kota.
Selama tinggal di New York, Zarif dilaporkan telah bertemu dengan Senator Rand Paul, yang menurut Donald Trump berusaha untuk membantu negosiasi antara kedua negara.
Zarif adalah kepala negosiator Iran dalam kesepakatan 2015, Comprehensive Plan of Action (Rencana Aksi Bersama Komprehensif), di mana kemudian AS menarik diri pada Mei tahun lalu.
Dalam menghadapi meningkatnya upaya AS untuk membunuh perjanjian tersebut, diplomat Iran terus bertemu rekan-rekannya dari Eropa, Rusia dan China, yang kian cemas dalam mempertahankan kesepakatan terkait.
Advertisement
Ketegangan AS-Iran Meningkat Sejak Mei 2019
Ketegangan antara AS dan Iran meningkat pada bulan Mei, ketika Washington memperketat sanksi, yang pada dasarnya menghalangi semua negara untuk membeli minyak dari Negeri Persia.
Bulan lalu, Iran menyita kapal tanker minyak MT Riah yang terhubung dengan Inggris di selat Hormuz, yang tampaknya sebagai balasan atas penangkapan tanker Grace 1 milik Iran oleh Inggris di Selat Gibraltar.
Zarif menuduh insiden itu sebagai upaya Inggris dalam melakukan penawaran untuk pemerintaha Donald Trump.
"Penunjukkan Zarif adalah salah satu langkah paling konyol yang pernah saya lihat dalam pemerintahan Trump. Sanksi itu tidak akan secara signifikan mempengaruhi diplomasi Zarif, mungkin tidak akan menghasilkan banyak dalam hal pembekuan aset atau komplikasi baginya, dan akan mengganggu para pemimpin dunia lainnya," kata Richard Nephew, mantan wakil koordinator utama untuk kebijakan sanksi di kementerian dalam negeri AS.