Kolaborasi Kementan dan Kemendes Sukses Dongkrak Ekspor Pertanian

Kementan dan Kemendes bangun 20 ribu unit embung di seluruh Indonesia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 01 Agu 2019, 16:30 WIB
Di Sukabumi, Menteri Amran lepas ekspor manggis dan bantuan untuk 10 ribu petani milenial. (foto: dok. Kementan)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, ekspor produk pertanian yang terus meningkat salah satunya bisa tercapai berkat adanya kerjasama antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Desan, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Dia mengatakan, kolaborasi ini terbangun lantaran kedua belah pihak menjadikan kesejahteraan petani sebagai pertimbangan utama. Itu kemudian tersalurkan lewat pembangunan embung yang menjadi sumber daya air bagi lahan pertanian.

"Intinya, pendekatan kita adalah pendekatan kesejahteraan petani. Dengan banyak program kita canangkan dan jalankan sekarang, termasuk membangun embung. Ini kita sinergi dengan Kementerian Desa, ini ada 20 ribu unit embung kita bangun bersama," tuturnya di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Langkah selanjutnya, ia meneruskan, Kementan dan Kemendes PDTT berupaya untuk meningkatkan sisi produktivitas setiap petani. Menurutnya, ada benetapa hal yang harus dipenuhi guna dapat meningkatkan produktivitas.

"Seperti menyiapkan bibit unggul, menyiapkan air dan embung. Kita juga menyiapkan alat mesin pertanian, kita mentransformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Sehingga petani kita produktif, biayanya rendah, bisa kita pangkas sampai 50 persen," ungkapnya.

"Kemudian bibit unggul yang kita bagikan, kita target 500 juta bibit unggul ke depan. Dan itu gratis untuk petani. Bibit unggul yang kita tanam ini betul-betul tersertifikasi," dia menambahkan.

Hasilnya, ia menyebutkan, petani bisa mendongkrak sisi produksi menjadi 2-3 kali lipat lebih besar. Hal itu kemudian turut berdampak terhadap jumlah ekspor produk pertanian yang terus mengalami peningkatan.

Sebagai catatan, angka produk pertanian Indonesia pada 2013 tercatat hanya sekitar 33,5 juta ton. Nominal tersebut terus bertambah, hingga pada 2017 dan 2018 lalu catatan ekspor produk pertanian melonjak jadi 41,3 juta ton dan 42,5 juta ton.

"Alhamdulillah, hasilnya pertanian saat ini kerjasama dengan Kemendes, ekspor kita naik, dan tertinggi dalam sejarah. Ekspor pertanian dari awal pemerintahan Jokowi-JK itu hanya 33 juta ton. Hari ini mencapai 42,5 juta ton," tukas Menteri Amran.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mentan Klaim Ekspor Perkebunan Naik 800 Persen

Petani memetik buah kopi Arabika di kampung Wouma, Wamena, Papua. Kopi Arabika dari Wamena ini telah di ekspor ke Amerika Serikat dan Australia.(Antara)

Menteri Pertanian Amran Sulaiman baru saja meresmikan peluncuran benih unggul dalam program BUN (Bibit Unggul Nasional) 500 di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Buah Batu, Palangkaraya.

Dalam peluncuran, Amran menyebutkan jika ekspor perkebunan Indonesia saat ini melonjak signifikan.

Dulu, ekspor perkebunan hanya berkisar 300 ribu ton per tahun. Namun karena optimalisasi yang sudah dilakukan Kementan, ekspor naik menjadi 2,4 juta ton atau sekitar 800 persen per tahun.

"Per tahun ekspor perkebunan naik jadi 2,4 juta ton pertahun dari yang awalnya 300 ribu ton. Menurut data BPS, secara keseluruhan ekspor naik dari 33 juta ton (4 tahun lalu), menjadi 42,5 juta ton pada 2018, meningkat 9 juta ton," ujar Amran di Palangkaraya, Kamis (18/7/2019).

Amran menambahkan, nilai peningkatan ekspor mencapai Rp 352 triliun. Secara akumulasi, peningkatan ekspor perkebunan menyentuh angka Rp 1.900 hingga Rp 2.000 triliun.

Peluncuran program BUN 500 dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekspor perkebunan lebih tinggi lagi. Menteri Pertanian ingin mengembalikan kejayaan komoditas rempah yang pernah terjadi di Indonesia ratusan tahun yang lalu.

Sementara, anggaran untuk program BUN 500, disebutkan Arman, ialah sebesar Rp 5,5 triliun. Gagasan program ini telah dimulai dari 3 tahun lalu dan tengah digencarkan sekarang.


Kementan Fokus Optimalisasi Sumber Air untuk Cegah Kekeringan dan Tingkatkan IP

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyaksikan banjir jagung di Kabupaten Tuban, Jawa Timur sekaligus melalukan panen raya di Desa Talun, Kecamatan Montong.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian fokus pada optimalisasi pemanfaatan sumber air. Selain untuk antisipasi kekeringan, tujuannya untuk meningkatkan intensitas pertanaman (IP).

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy mengatakan, khusus untuk kegiatan air irigasi, bila ada daerah yang memiliki potensi sumber air agar mengajukan kegiatan irigasi.

"Bila lokasi sumber air cukup jauh dari lahan, bisa mengajukan kegiatan pipanisasi. Bahkan kalau perlu pompa air akan disiapkan," ujar Sarwo Edhy, Selasa (16/7).

Untuk menjamin ketersediaan air irigasi, Kementan bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait pembangunan bendungan, DAM, jaringan irigasi primer dan sekunder serta melakukan normalisasi sungai, serta pembangunan irigasi tersier.

Sedangkan untuk penyediaan air irigasi secara berkelanjutan, Kementan juga turut bekerja sama dengan Kementerian Desa dan PDT dalam pembangunan embung di seluruh Indonesia.

“Sumber air ini nantinya dapat meningkatkan jumlah produksi lahan dua kali lipat. Artinya diupayakan tidak ada paceklik," ujarnya.

Untuk 2019, Kementan menganggarkan rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 67.037 hektar. Sementara, lrigasi Perpompaan yang dilakukan Kementan untuk 2019 sebanyak 467 unit. lrigasi Perpipaan 138 unit, Pembangunan Embung/Dam Parit/Long Storage sebanyak 400 unit dan Cetak Sawah seluas 6.000 Ha.

Selain itu, Kementan juga akan mengantisipasi musim kemarau tahun ini melalui beberapa upaya. Di antaranya menyebarluaskan informasi Prakiraan Iklim Musim Kemarau Tahun 2019 dan peningkatan kewaspadaan terhadap kekeringan kepada seluruh Gubernur dan Dinas Provinsi terkait.

Upaya lain terkait antisipasi musim kemarau, Kementan sejak tahun 2016 memberikan jaminan asuransi terhadap petani melalui Program Asuransi Usaha Tani (AUT).

"Jika terjadi gagal panen atau puso baik akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), banjir maupun kekeringan petani mendapatkan ganti rugi Rp 6 juta per hektar," tutur dia.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya