Liputan6.com, Jakarta - Produsen petromikia dalam negeri, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), melakukan atau pemeliharaan fasilitas pabrik terjadwal atau Turnaround Maintenance (TAM) terhitung sejak 1 Agustus 2019. Pemeliharaan ini berlangsung kurang lebih selama 55 hari.
Direktur CAP, Suryandi mengatakan, pemeliharaan terjadwal ini juga mencakup pabrik Polypropylene,Polyethylene, dan Butadiene, sementara pabrik Styrene Monomer tetap beroperasi seperti biasa. Kegiatan TAM kali ini akan diintegrasikan dengan proses tie-in (integrasi fasilitas baru dengan fasilitas yang sudah ada) dan persiapan start-up pabrik Polyethylene baru berkapasitas 400 KTA.
Baca Juga
Advertisement
“Sebagai perusahaan manufaktur dengan proses produksi yang kompleks, pemeliharaan rutin fasilitas-fasilitas utama pabrik adalah wajar dan perlu demi memastikan keandalan kinerja pabrik tetap terjaga optimal,” ungkap di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Setelah kegiatan TAM selesai, lanjut dia, pabrik CAP akan kembali beroperasi penuh dan hadir dengan tambahan kapasitas 400 KTA dari pabrik baru Polyethylene dan 110 KTA hasil debottlenecking pabrik existing Polypropylene.
"Ini membuat kami semakin siap memenuhi kebutuhan produk petrokimia dalam negeri,” kata dia.
Penambahan kapasitas pabrik Polyethylene dan Polypropylene ini diperkirakan akan mulai secara komersial pada kuartal IV 2019.
"Untuk mendukung pengoperasian pabrik PE baru yang menggunakan mesin berteknologi canggih tersebut, sekaligus menopang pertumbuhan usaha perseroan ke depan, CAP tengah berfokus meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan perekrutan tenaga kerja yang berkualitas," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertamina Incar Pasar Internasional untuk Produk Petrokimia
PT Pertamina (Persero) mengincar pasar internasional, untuk menjual produk petrokimianya Smooth Fluid -05 (SF-05). Hal ini seiring digunakannya SF-05 pada kegiatan pengeboron sumur minyak dan gas bumi (migas) di Aljazair oleh Pertamina Internasional EP.
Direktur Pemasaran Korporat Basuki Trikora mengatakan, digunakannya SF-05 pada kegiatan pengeboran sumur migas di Aljazair, menunjukan Pertamina mampu menghasilkan produk berstandar internasional. Hal ini menjadi ajang promosi perusahaan untuk memasarkan SF-05 di pasar global.
"Ini momentum luar biasa, patut bangga. Salah satu sekian produk Pertamina bisa tembus pasar global," kata Basuki, di Balikpapan, Jumat (5/7/2019).
Basuki mengungkapkan, negara yang menjadi incaran pemasaran hasil olahan minyak mentah di Kilang Balikpapan tersebut, adalah negara yang memiliki sumur migas.
“Seperti Afrika, dan kita lihat pasarnya yang potensial bisa masuk. Kami akan bidik," ujarnya.
Dia menyebutkan, produk SF-05 memiliki berbagai keunggulan dan sudah melalui uji ramah lingkungan yang meliputi biodegradability, pengaruh SF-05 terhadap biota laut (LC50), skin irritation, dan eye irritation, dengan hasil lebih baik daripada yang dipersyaratkan sesuai standar international US-EPA dan OECD.
“SF-05 ini memenuhi standar international karena lebih ramah lingkungan dibandingkan yang saat ini digunakan yaitu minyak diesel,” imbuhnya.
Dia pun berharap, jika SF-05 sudah mampu menembus pasar global, maka akan menyeimbangkan neraca pedagangan yang saat ini masih defisit.
“Ekspansi Pertamina ke luar negeri serta penggunaan produk dalam negeri ini diharapkan dapat menurunkan defisit neraca perdagangan Indonesia,”tandasnya.
Advertisement
Pembangunan Pabrik Petrokimia Dorong Efisiensi Industri Makanan dan Minuman
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mendukung upaya pemerintah untuk menekan impor produk industri petrokimia seperti plastik. Salah satu langkah pemerintah yakni dengan mendorong investasi pabrik petrokimia.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, mengatakan sejauh ini, 60 persen kebutuhan plastik industri mamin diperoleh lewat impor.
"Kalau Menperin mendorong industri hulu langkah tepat, industri hulu ini agak lambat, hilir cepat. Hilir butuh modal lebih sedikit. Hulu ini mahal investasi mahal, biaya bunga mahal, return investasinya lebih lama," kata dia, di acara acara Indonesia Industrial Summit 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).
"Dan ini harus didorong dengan berbagai insentif mulai dari perpajakan, tax holiday dan segalanya supaya kita mengurangi ketergantungan impor," lanjut dia.
Dia mengatakan industri makanan dan minuman merupakan pengguna plastik terbesar dengan porsi hingga 60 persen dari total konsumsi plastik di Indonesia. Karena itu, jika industri petrokimia sebagai penyuplai dapat ditingkatkan kinerjanya, maka efisiensi di industri hilir khususnya di industri mamin akan terjadi.
"Akan sangat besar sekali (efisiensi). Kita sekarang packaging. Dan packaging plastik ini pemakai terbesar itu industri mamin sekitar 60 persen," jelas Adhi.
"Mamin itu pengguna. Jadi ada yang membeli biji plastik terus dijadikan botol, cup. Kita belinya biji plastik. Yang produksi kan Industri hulu," imbuhnya.
Industri mamin juga mendukung upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan limbah plastik dan penggunaan plastik daur ulang.
"Kami mendorong itu, dan Kemenperin sudah memberikan izin dengan CMP agar bisa food grade, sekarang BPOM sedang membahas, dan mendorong plastik ini food grade dan resmi mendapatkan izin dari pemerintah," tandasnya.