Dongkrak Penjualan, Industri Farmasi Harus Manfaatkan E-Commerce

Di era digital seperti saat ini, industri farmasi memiliki segmen pasar baru yang mendominasi yaitu kaum muda atau generasi milenial.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Agu 2019, 20:30 WIB
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Seiring masuknya era industri 4.0, sektor industri harus mulai memanfaatkan platform jual beli online (e-commerce) dalam rangka menggenjot penjualannya. Hal ini tidak terkecuali di industri farmasi.

Presiden Direktur PT Meccaya Pharmaceutical, Ricky Surya Prakasa mengatakan, di era digital seperti saat ini, industri farmasi memiliki segmen pasar baru yang mendominasi yaitu kaum muda atau generasi milenial. Karakter konsumen baru ini dinilai sangat menarik bagi industri karena dinamis dan mobile, dengan didukung ragam layanan online yang ada.

"Era sekarang pastinya sudah sangat jauh berbeda dengan 10-20 tahun sebelumnya. Pangsa pasar atau konsumen pun sudah mulai berubah," ujar dia di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Untuk meraih pangsa pasar generasi milenial ini, lanjut Ricky, pihaknya bekerja sama dengan distributor dan retail modern untuk memasarkan produk-produknya melalui platform e-commerce.

"Dari sisi distribusi, walaupun belum memanfaatkan digital e-commerce secara langsung, namun rekanan retail modern dan tradisional Meccaya Pharmaceutical telah banyak memanfaatkankan e-commerce sehingga produk Salep Kulit 88 maupun Krim Anti Jamur 88 sudah banyak tersedia online," jelas dia.

Dari sisi penjualan, kata Ricky, pada semester I 2019 Meccaya Pharmaceutical mampu mengalami pertumbuhan yang signifikan. Sedangkan secara tahunan, pada 2019 ini ditargetkan penjualan mampu tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

"Faktor pendorong pertumbuhan ini tidak lain karena adanya kontribusi penjualan dari produk baru dan penambahan dari pengalokasian bugdet promosi di digital branding," kata dia.

Pada tahun ini, Meccaya Pharmaceutical melalui produk Salep Kulit 88 meraih penghargaan Superbrands 2019 untuk kategori Antifungal. Hal berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh A.C Nielsen di 6 kota besar termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menperin Minta Pelaku Industri Farmasi RI Garap Pasar Afrika dan Eropa

Menteri Peridustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam pembukaan pameran Gaikindo Indonesia Internasional Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD, Tangerang, Kamis (18/7/2019). Tahun ini pameran otomotif terbesar di Indonesia tersebut mengusung tema Future in Motion. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mendorong, industri farmasi dalam negeri untuk memperluas pasar ekspornya ke negara nontradisional. Hal ini guna menekan defisit necara perdagangan industri farmasi Indonesia.

Dia menjelaskan, saat ini, neraca ekspor-impor industri farmasi masih menunjukkan defisit. Meski pun nilai ekspor pada 2018 tercatat sebesar USD 1.136 juta atau meningkat dibandingkan 2017 sebesar USD 1.101 juta.

Namun demikian, lanjut Airlangga, potensi untuk meningkatkan ekspor produk farmasi masih sangat terbuka. Terlebih saat ini Indonesia telah memasuki era industri 4.0 yang merupakan era transformasi digital yang akan menciptakan nilai tambah baru pada industri farmasi. 

"Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi memberikan peluang baru serta meningkatkan daya saing industri farmasi," ujar dia di Pabrik PT Bayer Indonesia, Cimanggis, Depok, Rabu (27/3/2019). 

Menurut Airlangga, masih banyak pasar-pasar baru yang bisa digarap oleh industri farmasi di Indonesia. Salah satunya yaitu pasar Afrika yang membutuhkan banyak pasokan produk farmasi.

"Diharapkan dapat mendorong industri farmasi untuk mengembangkan pasar ekspor, khususnya pasar ekspor non-tradisional seperti Amerika Latin, Eropa Timur, Rusia hingga Afrika," tandas dia.

 


90 Persen Bahan Baku Industri Farmasi Masih Bergantung Impor

Sejumlah produk dipamerkan selama pameran niaga bahan baku industri farmasi CPhI SEA 2018 di JIExpo Jakarta, Kamis (29/3). CPhI merupakan pameran khusus bagi industri farmasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Industri farmasi menjadi salah satu bagian dari industri prioritas pemerintah dalam revolusi industri ke-4 (industri 4.0).

Namun sayangnya, selama ini industri farmasi masih dihadapkan pada keterbatasan bahan baku.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini jumlah industri farmasi di dalam negeri sebanyak 206 perusahaan.

Dari jumlah tersebut, didominasi perusahaan swasta nasional sebanyak  178 perusahaan. Kemudian diikuti sebanyak 24 perusahaan Multi National Company (MNC) dan 4 perusahaan BUMN. 

"Industri farmasi adalah industri yang memiliki karakteristik padat modal (capital intensive), high technology, R&D intensive, heavily regulated, dan fragmented market," ujar dia di Pabrik PT Bayer Indonesia, Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Ia menjelaskan, industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75 persen kebutuhan obat dalam negeri. Namun, industri ini masih terkendala pasokan bahan baku dari dalam negeri, sehingga hampir 90 persen bahan bakunya masih dipenuhi dari impor. 

"Saat ini kita masih mengimpor sebesar USD 4 miliar dalam bahan baku obat dan sekitar USD 800 juta dalam bentuk obat jadi," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya