Liputan6.com, Bangkalan - Pada awal kemunculannya, batik tulis sama seperti televisi yang monokrom, hanya perpaduan dua warna, yakni hitam dan putih. Di sentra batik Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan, batik dua warna ini disebut torcetor. Di Kabupaten Sumenep, pembatik Desa Pekandangan menyebutnya tarpote.
Torcetor Tanjung Bumi umumnya bermotif gelombang. Mungkin ini pengaruh letak 'kampung batik' umumya di pesisir. Hanya di Kabupaten Pamekasan, sentra batiknya terletak di sebuah daerah perbukitan yang tandus dan sulit air.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan, batik tarpote di Sumenep bermotif parang. Konon, motif ini hanya boleh dikenakan raja dan keluarga keraton. Motif ini terpengaruh batik kerajaan Mataram (Jogja-Solo), setelah raja Sumenep mempersunting putri Mataram yang begitu cinta membatik.
Maka, ketika si putri tinggal di keraton Sumenep, ia membawa serta beberapa perajin batik kerajaan. "Inilah cikal bakal munculnya batik di Sumenep," kata Zaini, pemilik Butik Batik Melati, Desa Pekandangan.
Seiring waktu, motif batik tarpote Sumenep berkembang dan termodifikasi. Motif parang dipadukan dengan hewan, tetapi lebih sering dipadu dengan bunga.
"Kalau di keraton Jogja itu, motif parang tidak boleh dicampur. Misalnya dicampur bunga, maka disebut parang rusak. Jadi kalau untuk dipakai raja, motifnya hanya satu yang motif parang," tutur Zaini.
Bila batik di Sumenep datang karena perkawinan dua keluarga kerajaan. Di Bangkalan, seni membatik masuk ke Tanjung Bumi lewat para saudagar yang berdagang lintas pulau.
"Cerita sesepuh, para saudagar kalau pulang berdagang, pasti membeli peralatan membatik dari Pekalongan untuk dibawa pulang ke Tanjung Bumi," kata Badrun (62) penulis sejarah Batik Tanjung Bumi yang kini mengajar di sekolah dasar.
Antara Mudah dan Sulit
Meski hanya dua warna dan motifnya sederhana, para pembatik mengakui batik torcetor paling sulit pengerjaannya. Di Tanjung Bumi jarang pembatik yang mau mengerjakan motif torcetor.
Kesulitan bukan pada membuat motif kemudian mewarnainya. Yang paling sulit justru menjaga kain dasar agar tetap putih dan terang, tanpa bercak noda sedikit pun, sekalipun telah diwarnai dengan cara dicelupkan dalam gentong. Noda setitik saja berpengaruh pada harga jualnya.
"Kalau motifnya banyak dan warna beragam justru lebih enak, satu kesalahan bisa disamarkan. Kalau batik torcetor, ternoda setitik saja pasti kelihatan jelas," kata Sofia, seorang pembatik Tanjung Bumi.
Lambat laun, motif dan pewarnaan batik Tanjung Bumi berkembang. Setelah torcetor, motif berikutnya disebut krocok. Batik ini dominan warna cokelat yang berasal dari kulit pohon mengkudu dan motifnya lebih ramai dan beragam.
Namun, seiring waktu, batik bermotif sederhana seperti tarpote atau torcetor justru sedang naik daun. Menurut Zaini, pemilik Butik Melati, generasi milenial lebih suka batik dengan motif sederhana.
Advertisement
Sumenep Tak Punya Motif Khas
Meski batik di Sumenep memiliki sejarah yang panjang, tetapi tak ada motif batik yang khas Sumenep. Batik Sumenep masih terpengaruh oleh batik Mataram. Satu-satunya perbedaan adalah warna. Batik Sumenep dan Madura pada umumnya berwarna terang atau cerah, sedangkan batik Jawa lebih lembut dan kalem.
Maka, setelah tahu fakta itu, Bupati Sumenep KH Busyro Karim meminta para perajin batok Desa Pekandangan memasukkan beberapa ikon kota Sumenep ke dalam motif batik.
Keris misalnya menjadi motif karena UNESCO telah memasukkan Sumenep sebagai kota dengan empu keris terbanyak di Asia Tenggara. Juga motif ayam Bekisar, merupakan ayam khas yang hanya ada di Sumenep. Juga pintu gerbang utama Keraton Sumenep yang dinamai Labeng Mesem, dimasukkan sebagai motif batik.
"Kami sudah merealisasikan usul bupati. Jadi motif keris, bekisar, dan labeng mesem bakal jadi motif batik khas Sumenep," tutur Zaini.
Di Sumenep, kerajinan batik terpusat di Desa Pekandangan, Kecamatan Saronggi. Selain Pekandangan, dulu pada tahun 1970-an, Desa Manding di Kota Sumenep juga dikenal sebagai sentra pembatik.
Namun belakangan, perajin di Desa Manding punah, sementara di Pekandangan tetap bertahan hingga saat ini. Sama seperti di Bangkalan, aktivitas membatik hanya dijadikan kegiatan sampingan oleh istri-istri nelayan.
Pamekasan: Kota dengan Motif Batik Terbanyak
Lain lagi di Kabupaten Pamekasan, dibanding Bangkalan dan Sumenep, jumlah sentra batiknya lebih banyak. Saat ini, kerajinan batik telah menyebar di enam kecamatan. Antara lain Kecamatan Kota, Palengaan, Proppo, Pagantenan dan Pademawu.
Dari enam kecamatan itu, perajin paling banyak terpusat di Kecamatan Proppo, tepatnya di Desa Klampar. Saat ini, perajin aktif mencapai 800 orang, dengan produksi berkisar 5 ribu lembar batik per bulan.
Dari segi motif, batik Pamekasan paling banyak se-Nusantara, tercatat lebih dari 100 motif telah dibuat. Bahkan, pasar batik terbesar se-Asia Tenggara ada di Pamekasan. Dan masih ada prestasi lain, pada 2009 Pamekasan membuat rekor dunia yaitu melukis batik di atas kain sepanjang 1.530 meter.
Meski tersebar di banyak kecamatan, Desa Klampar diyakini sebagai 'kampung batik' pertama di Pamekasan. Bila di Sumenep dan Bangkalan, kerajinan batik berkembang di Pesisir, Klampar justru merupakan daerah bebukitan yang tandus dan sulit air.
Ada literatur resmi yang mencatat sejarah batik di Pamekasan. Namun, cerita dari mulut ke mulut, seorang saudagar keturunan Arab yang pertama kali membawa kerajinan batik ke Pamekasan.
Rumah saudagar itu di sekitar Masjid Jamik Pamekasan, ia merekrut orang Klampar untuk diajari membatik dan hasilnya kemudian dijual ke Arab Saudi. Karena jarak Kota Pamekasan dan Klampar jauh untuk ditempuh pulang pergi setiap hari, banyak warga Klampar yang membawa pulang kain untuk dibatik di rumah masing-masing.
"Begitu cerita yang pernah saya dengar," kata Abdur Rahman, seorang pegiat batik Klampar.
Motif batik Pamekasan juga paling beragam, mulai dari tumbuhan, buah-buahan, bahkan mi instan. Buah contohnya ada motif srikoyo dan anggur, sedangkan makanan ada motif mi instan, seperti Sarimi.
Motif yang paling bagus dan paling rumit pembuatannya adalah kembang jagat karena memadukan berbagai motif dalam satu kain.
"Motif harus terus berkembang, agar harga tetap stabil karena pabrik batik printing akan pusing dan kewalahan meniru motifnya," ungkap Rahman.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement