Alasan MA Tunda Kirim Salinan Putusan Vonis Bebas Syafruddin Temenggung ke KPK

Kabiro Hukum dan Humas MA menjelaskan, tanpa kehendak ketua majelis hakim, salinan putusan belum bisa diberikan kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Agu 2019, 07:23 WIB
Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung memberi salam saat meninggalkan rumah tahanan KPK, Jakarta, Selasa (7/9/2019). Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus korupsi SKL BLBI. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah mengaku pihaknya masih menunda mengirimkan salinan putusan kasasi yang melepas Syafruddin Temenggung dalam kasus BLBI. Abdullah beralasan, hal itu dikarenakan hakim ketua majelis yang mengadili kasus ini terbaring sakit.

"Itu kan hakimnya masih sakit ya, Pak Ketua Majelisnya itu masih sakit opname. Jadi mungkin karena kendala itu," kata Abdullah di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Abdullah menjelaskan, tanpa kehendak ketua majelis hakim, salinan putusan belum bisa diberikan kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karenanya, hingga saat ini MA belum tahu kapan salinan putusan bebas Syafruddin Temenggung bisa diserahkan.

"Kan Ketua Majelis hakimnya kan baru sakit. Kita nggak bisa memaksa dia," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengaku belum menerima salinan putusan kasasi kasus dugaan korupsi BLBI dengan Syafrurdin Arsyad Temenggung dari Mahkamah Agung (MA).

Menurut Jubir KPK Febri Diansyah, pihaknya belum tahu secara rinci pertimbangan hakim yang memvonis lepas Syafruddin Temenggung.

"Kami belum menerima salinan putusan kasasi tersebut secara lengkap, sehingga memang masih belum bisa kita ketahui kenapa muncul kesimpulan (MA) tersebut," kata Febri, Senin 15 Juli 2019.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tak Ada Rayuan

Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung tersenyum sesaat jelang meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (7/9/2019). Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhi vonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Abdullah juga mengatakan, pihaknya menolak kata 'merayu' atas putusan kasasi terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis lepas oleh Mahkamah Agung.

"Istilah itu tidak tepat yang tepat itu dalam proses musyawarah kan masing-masing mengajukan konsep. Kalau yang dimaksud itu merayu itu salah," tegas Abdullah saat ditemui usai seminar di Hotel Holiday Inn, Sunter, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Abdullah menjelaskan, tiap hakim yang terlibat mengadili Syafruddin memiliki konsep. Kemudian, konsep dari masing-masing hakim dimusyawarahkan bersama.

"Bila konsep disetujui, artinya diterima, bukan artinya dipengaruhi, karena setiap hakim memiliki pendirian yang tidak bisa ditawar," jelas Abdullah.

Dugaan rayuan antarhakim usai Majalah Tempo merilis laporan investigasi. Disebutkan, dalam putusan kasasi perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Hakim Salman Luthan dirayu dua hakim lainnya, Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin yang turut mengadili perkara ini.

Mereka menilai perbuatan Syafruddin bukan tindak pidana. Karenanya, Syafruddin divonis lepas dan harus dibebaskan dari rutan KPK.

Meski demikian, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, perbuatan Syafruddin telah terbukti walau bukan ranah pidana. Karena itu, KPK tetap akan meneruskan kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya