Liputan6.com, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat untuk menindak tegas pelaku investasi ilegal dan fintech ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat. Hingga hari ini tercatat ada beberapa kasus fintech ilegal yang sudah dan tengah ditangani oleh Bareskrim Polri.
"Ada 7 kasus yang kita tangani, 1 sudah selesai yang lain masih kita proses, ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul, dalam jumpa pers di Kantornya Jakarta, Jumat, (2/8/2019).
Rickynaldo mengatakan dari tujuh kasus tersebut rata-rata adalah aduan yang dilaporkan oleh para nasabah terkait dengan pencemaran nama baik. Akibat gagal bayar, kata dia, nama yang bersangkutan pun kemudian disebarluaskan dengan image yang buruk.
Baca Juga
Advertisement
Adapun secara perkembangannya, ada beberapa kelompok yang masuk kategori tindak pidana terhadap fintech peer-to-peer lending. Diantaranya adalah, terkait dengan penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar porno, pencemaran nama baik, ancaman, manipulasi data, dan ilegal akses.
"Hal-hal itu bisa kita jerat di dalam pasal-pasal yang sudah terangkum dalam Undang-Undang ITE. Belum kita temukan pasal lain yang menjerat fintech ini," katanya.
Dirinya pun menyarankan agar masyarakat berhati-hati untuk melakukan pinjaman secara online. Terlebih, sebelum melakukan pinjaman, masyarakat perlu mengetahui apakah fintech tersebut sudah terdaftar dan berizin melalui OJK atau justru sebaliknya.
"Saya sarankan tidak melakukan pinjaman kepada fintech ilegal. Karena syarat pokok memberikan data pribadi. Karena kita diminta untuk foto dan KTP itu yang kita tidak sadar nantinya data kita digunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Ada 1.230 Fintech Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga saat ini jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK telah mencapai sebanyak 1.230 etintas. Jumlah itu terdiri dari 404 etintas yang tercatat pada 2018 dan 826 etintas sepanjang 2019.
"Sehingga secara total sejak 2018 sebanyak 1.230 entitas. Data ini termasuk tambahan penanganan yang dilakukan SWI pada 16 Juli 2019 sebanyak 143 Fintech Peer-To-Peer Lending Ilegal," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).
Tongam mengatakan, meskipun satgas waspada investasi sudah banyak menutup kegiatan Fintech Peer-To-Peer Lending tanpa izin, tetap saja banyak fintech yang terus bermunculan secara ilegal. Salah satunya melalui aplikasi baru pada website dan Google Playstore atau link unduh aplikasi.
"Masalah yang terjadi kemudahan orang membuat situs web. Kami konsen mendeteksi secara dini apabila ada aplikasi baru yang menawarkan fintech," katanya.
Dia pun menyarankan kepada masyarakat apabila ingin melakukan transaksi pinjaman online dapat melihat daftar aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang telah terdaftar di website resmi OJK. Sehingga meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Perlu diketahui juga bahwa Fintech Peer-To-Peer Lending Ilegal bukan merupakan ranah kewenangan OJK karena tidak ada tanda terdaftar dan izin dari OJK sedangkan yang menjadi ranah kewenangan OJK adalah Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK.
Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK maka OJK dapat melakukan penindakan terhadap Fintech tersebut
Advertisement