Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersumpah pada Jumat 2 Agustus 2019 bahwa dirinya akan mengambil tindakan tegas terhadap keputusan Jepang dalam menghapus status ekspor jalur cepat Negeri Ginseng. Ia menyebutnya tindakan balasan yang ceroboh dan tidak adil oleh Tokyo.
"Kami tidak akan dikalahkan oleh Jepang lagi," kata Moon pada pertemuan kabinet yang disiarkan langsung oleh jaringan televisi nasional setempat.
"Tanggung jawab atas apa yang akan terjadi selanjutnya harus dipikirkan oleh pemerintah Jepang," lanjutnya, tanpa memberikan perincian tentang kemungkinan tindakan balasan.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Channel News Asia pada Jumat (2/8/2019), Moon Jae-in juga mengkritik Jepang "bertindak egois", karena mengganggu rantai pasokan global.
Jepang dan Korea Selatan adalah dua negara bertetangga yang dikenal sebagai pelaku demokrasi, ekonomi pasar, serta sama-sama menjadi sekutu dekat AS, yang menghadapi ancaman kian tegas dari Korea Utara dan China.
Tetapi, hubungan kedua negara dirusak oleh perselisihan pahit tentang wilayah dan sejarah yang berasal dari pemerintahan kolonial Jepang atas semenanjung Korea di paruh pertama Abad ke-20.
Moon Jae-in mengatakan Korea Selatan akan "secara bertahap menguatkan" tanggapannya terhadap Jepang, mitra dagang utama yang terlibat bisnis senilai US$ 85 miliar (setara Rp 1.207 triliun) pada tahun lalu.
"Meskipun Jepang adalah kekuatan ekonomi, jika mereka merusak ekonomi kami, kami juga memiliki tindakan balasan untuk diterapkan," kata Moon, mengancam akan menimbulkan "kerusakan besar".
Pernyataan Tegas Presiden Korea Selatan
Presiden Moon Jae-in sering menyoroti pemerintahan kolonial Jepang di masa lalu, dan menekankan perjuangan kemerdekaan adalah jantung dari identitas nasional di kedua negara Korea.
Menurut Moon, isu di atas bersifat sangat politis, di mana menjadi salah sayu senjatanya dalam mempererat hubungan antara Seoul dan Pyongyang.
Tahun ini adalah peringatan 100 tahun gerakan kemerdekaan 1 Maret di Korea, yang merupakan catatan sejarah kemerdekaan dari penjajahan Jepang.
Untuk memperingatinya, pada hari Jumat, pihak berwenang menutup beberapa gedung di pusat kota Seoul dengan gambar raksasa pahlawan kemerdekaan setempat.
Dalam agenda tersebut, Moon merujuk referensi sejarah masa lalu memicu dampak yang kurang menguntungkan bagi hubungan Korea Selatan dan Jepang.
"Memaksa suatu negara untuk tunduk adalah peninggalan masa lalu," kata Moon. "Kita mungkin menghadapi kesulitan dalam jangka pendek. Tetapi jika kita menyerah pada tantangan, sejarah akan terulang kembali."
"Jika Jepang, pelaku dalam kasus ini, berniat untuk menghadirkan kembali luka-luka masa lalu, kita harus tegas mengatakan bahwa norma-norma internasional tidak akan menolerirnya," lanjutnya menegaskan.
Advertisement
Beda Perspektif Antara Korsel dan Jepang
Korea Selatan akan menjadi negara pertama yang dihapus dari "daftar putih" tujuan ekspor jalur cepat Jepang ketika keputusan --yang disetujui oleh kabinet PM Shinzo Abe pada hari Jumat-- mulai berlaku pada 28 Agustus.
Langkah ini mengharuskan eksportir Jepang ke Korea Selatan mengambil prosedur administrasi tambahan untuk mendapatkan izin ekspor, yang berpotensi memperlambat pengiriman berbagai barang yang dapat digunakan untuk memproduksi senjata.
Menteri Perindustrian Jepang, Hiroshige Seko, mengatakan setelah rapat kabinet pada pekan ini, bahwa keputusan tersebut diambil untuk alasan keamanan nasional, dan tidak dimaksudkan untuk merusak hubungan bilateral.
Tetapi, para pejabat Korea Selatan memegang perspektif yang berbeda, terutama karena Jepang juga memperketat pembatasan ekspor tiga bahan teknologi tinggi ke Korea Selatan, yang diperlukan untuk membuat chip memori dan panel display untuk beragam produk elektronik.
Pembatasan baru itu diprediksi memberi pukulan tambahan bagi pembuat chip Korea Selatan, yang sudah berjuang untuk mengamankan bahan baku terkait setelah pembatasan ekspor serupa bulan lalu.