Liputan6.com, Jakarta - Kursi pimpinan MPR terus menjadi sorotan dan rebutan partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf. PDIP menilai, posisi di pimpinan MPR penting mengingat ada agenda strategis yaitu amandemen terbatas UUD 45.
"Kita mengharapkan pimpinan MPR yang akan datang adalah orang-orang yang memiliki komitmen melanjutkan agenda sekarang ini melaksanakan amandemen UUD 45. Jadi, sikap dan kepentingan PDI Perjuangan itu pada agenda strategis MPR," kata Wasekjen PDIP Ahmad Basarah di Jakarta, Jumat (2/7/2019).
Advertisement
Karenanya, masih kata dia, jika sudah berkumpul dengan parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf lainnya, PDIP akan mengusulkan proposal amandemen terbatas dilanjutkan pada periode mendatang.
"Sebagai satu syarat untuk koalisi menyusun pimpinan MPR. Jadi, syarat agenda strategis MPR akan diusulkan oleh PDIP pada pembicaraan mengenai kesepakatan menyusun pimpinan MPR itu, sehingga yang terpenting adalah kesepakatan mengenai agenda amandemen terbatas itu," jelas Basarah.
Jika syarat itu tidak moncer, atau tidak mendapatkan perhatian, pihaknya akan mengambil alih.
"Seandainya usulan itu kurang mendapatkan respons positif dari parpol, tidak menutup kemungkinan PDIP akan mengusulkan sendiri kadernya menjadi Ketua MPR, karena memang tidak ada norma hukum yang melarang PDIP untuk menjadi Ketua MPR," ungkap Basarah.
Saat ditanyakan apakah namanya yang akan menjadi Ketua MPR selanjutnya, Basarah berkilah.
"Kalau menyangkut siapa yang ditugaskan sebagai pimpinan MPR dari PDIP, berlaku kaidah hak prerogatif Ketua Umum PDIP. Baik di kabinet maupun MPR, DPR, kader yang ditugaskan menjadi prerogatif Ibu Megawati Soekarnoputri. Sehingga saya belum pada posisi menyampaikan komentar lebih lanjut karena belum ada arahan dari Bu Mega," tegas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bukan Melalui Voting
Yang jelas, lanjut dia, semuanya akan dibicarakan dengan parpol pendukung, sehingga orang-orang atau tokoh-tokoh yang duduk di pimpinan MPR merupakan hasil musyawarah dan mufakat partai koalisi pendukung Jokowi.
"Harapannya, karena MPR adalah lembaga permusyawaratan, maka sangat ideal kalau pilihan pimpinan MPR itu dengan cara musyawarah mufakat, bukan voting," kata Basarah.
Advertisement