Surabaya - Menteri Ketenagakerjaan diminta untuk segera menuntaskan peninjauan Kehidupan Hidup Layak (KHL) untuk menentukan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Timur (Jatim) pada 2019. Hal itu merupakan permintaan dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jatim.
Ini sesuai Peraturan Pemerintah 78/2015 tentang pengupahan, penentuan UMK harus dilakukan setiap tahun berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sementara komponen dan jenis kebutuhan hidup dalam KHL sendiri harus diperbaharui setiap lima tahun sekali.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim, Himawan Estu Bagijo menuturkan, KHL yang disusun Menteri bersama Dewan Pengupahan setiap lima tahun sekali, masa berlaku akan habis pada 2020. Himawan berharap, UMK 2021 sudah dibentuk sejak 2019 ini.
"Kalau untuk 2020, UMK masih berdasarkan KHL yang sekarang. Kami meminta kementerian supaya juklak dan juknis pengupahan 2021 itu tidak dibentuk pada 2020, tapi pada 2019. Ini supaya tidak mepet dengan perumusan UMK 2021 yang sudah harus dilakukan pada akhir 2020 mendatang, ujar dia, Minggu, 4 Agustus 2019, dilansir dari suarasurabaya.net.
Baca Juga
Advertisement
Himawan menginginkan, UMK 2021 di Jawa Timur (Jatim) pada 2020 sudah matang. KHL juga sudah bisa dikaji bersama baik antara pemerintah daerah maupun serikat pekerja dan serikat buruh.
"Supaya, semua sama-sama duduk memahami itu, sehingga 2020 (saat perumusan UMK 2021) sudah tinggal berjalan," kata dia.
Komponen dan jenis kebutuhan dalam KHL memang harus ditinjau Menteri setiap lima tahun sekali berdasarkan kajian Dewan Pengupahan Nasional. Aturan ini sesuai dengan Pasal 43 PP 78/2015. Hasil dari pengkajian berdasarkan data dan informasi dari lembaga berwenang bidang statistic tersebut yang akan menjadi dasar perhitungan UMK.
(Kezia Pricilla, Mahasiswa UMN)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menaker: Revisi Aturan Upah Buruh Harus Untungkan Pekerja dan Pengusaha
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan permintaan buruh untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan harus dikaji lebih dalam. Dia menegaskan, revisi upah buruh harus saling menguntungkan baik bagi pekerja maupun pelaku usaha.
"Nanti kita kaji dulu bersama stakeholder terkait. Kalau soal permintaan kan yang minta bukan hanya serikat, dunia usaha juga punya permintaan. Itulah kenapa harus dikaji dulu bersama-sama," ujar Hanif saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Apabila nantinya dilakukan revisi maka pemerintah juga akan mendengar masukan dari pengusaha dan stakeholder lainnya. Oleh karena itu, pihaknya belum menetapkan target kapan revisi PP dilakukan dan diselesaikan.
"Kalau di atas satu tahun kita sudah ada kebijakan Struktur Skala Upah. Jadi orang diupah berdasarkan masa kerja, pendidikan, kompetensi, produktivitas, dan sebagainya. Jadi saya kira enggak ada persoalan yang terlalu ini lah," tutur dia.
Advertisement
Tuntutan Buruh
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) telah menyetujui tuntutan buruh terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atau upah buruh. Persetujuan ini telah diutarakan Jokowi saat serikat pekerja diundang ke Istana Bogor pada Jumat lalu.
"KSPI mengapresiasi dan berterimakasih kepada presiden Jokowi yang menyetujui adanya revisi PP 78. Meski kita belum tahu siapa yang akan menjadi presiden berikutnya," ujar dia saat sesi konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, pada Senin 29 April 2019.
Dengan begitu, pernyataan Jokowi perihal revisi PP 78/2015 tersebut akan coba KSPI deklarasikan saat perayaan May Day pada 1 Mei mendatang. Menurutnya, perubahan formulasi peraturan tentang pengupahan ini wajib diimplementasikan, sebab kaum buruh menuntut untuk mendapat upah yang berkeadilan.
"Kita enggak setuju upah murah. Kita setujunya upah berkeadilan," seru Said Iqbal.