Liputan6.com, Tripoli - Sebuah serangan udara menargetkan pesta pernikahan di Libya bagian barat daya pada Minggu, 4 Agustus 2019. Setidaknya 40 orang tewas dalam insiden nahas tersebut, dengan belasan lainnya luka-luka, menurut laporan media setempat.
Laporan yang dimaksud mengatakan, pasukan Khalifa Haftar berada di balik serangan di Kota Murzuq, Libya itu, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (5/8/2019).
Baca Juga
Advertisement
Mereka yang tewas disinyalir para tamu undangan dalam pernikahan.
Sejak pasukan Haftar melancarkan serangan pada 4 April 2019 lalu, telah terdapat 1.100 korban tewas hingga hari ini.
Libya sebetulnya telah dilanda gejolak perebutan kekuasaan sejak 2011, ketika pemimpin lama Moammar Khadafi digulingkan dan terbunuh dalam pemberontakan berdarah yang didukung NATO.
Sejak itu, telah muncul dua pihak yang bersaing dalam perpolitikan Libya: satu di wilayah timur, tempat Haftar bermarkas, dan satu lagi di Tripoli, yang diakui oleh PBB.
Simak video pilihan berikut:
PBB Menyerukan Gencatan Senjata
Utusan PBB untuk Libya Ghassan Salame telah menyerukan gencatan senjata selama libur Idul Adha di wilayah itu, yang dimulai sekitar 11 Agustus. Ia juga mengimbau pihak yang berkonflik untuk memulai kembali perundingan.
Pada Jumat, Uni Eropa juga menyerukan pihak-pihak yang bertikai di Libya untuk mencapai gencatan senjata permanen dan kembali ke meja perundingan yang dipimpin PBB. Hal itu untuk mempersiapkan pemilihan yang cepat.
Sementara itu pada Minggu, Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara dengan pemimpin Mesir Abdel Fattah el-Sisi tentang situasi di Libya. Ia menyerukan gencatan senjata "segera" antara pihak yang bertikai.
Macron dan Sisi membahas Libya "dengan tujuan mendukung rencana PBB untuk gencatan senjata segera dan dialog baru" antara Perdana Menteri Libya Fayez al-Sarraj dan Khalifa Haftar, kata kantor Macron.
Paris telah berusaha untuk memposisikan dirinya sebagai mediator dalam krisis Libya. Mesir, pendukung utama Haftar juga prihatin dengan konflik karena memiliki perbatasan panjang dengan kedaulatan Tripoli.
Advertisement
Siapa Haftar?
Nama Khalifa Haftar sering mencuat baru-baru ini, seiring bergulirnya gejolak dalam negeri Libya. Konflik yang dimaksud adalah antara tentara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) dan pasukan yang dipimpin Haftar.
Pasukan Haftar pada April lalu mulai bergerak ke Tripoli, Ibu Kota Libya. Mereka melakukan serangan dengan klaim "penumpasan teroris". Pertempuran-pun terjadi, mengingat GNA yang didukung PBB dan sejumlah milisi tengah mengendalikan Tripoli. Pada pertempuran Minggu, 7 April 2019, sebanyak 21 orang tewas dengan 27 lainnya luka-luka.
Di antara yang tewas adalah seorang dokter Bulan Sabit Merah (Red Crescent Societies), dan 14 militan Haftar.
Mengingat Jenderal Haftar adalah salah satu kunci dalam konflik Libya yang tengah menjadi sorotan, perlu diketahui informasi terkait dirinya.
Awalnya Sekutu Khadafi
Khalifa Haftar lahir pada 1943 di kota timur Ajdabiya. Ia adalah salah satu dari sekelompok perwira yang merebut kekuasaan dari Raja Idris pada 1969, dipimpin oleh Kolonel Khadafi kala itu.
Meski demikian, hubungannya dengan Khadafi berubah setidaknya sejak ia di pengasingan, sebagaimana dikutip dari BBC News.
Sempat Dekat dengan CIA
Haftar sempat diberi tanggung jawab oleh Khadafi atas pasukan Libya dalam konflik di Chad pada 1980-an. Kesempatan itu justru menjadi awal kejatuhannya, karena Libya kemudian dikalahkan oleh pasukan Chad yang didukung Prancis.
Haftar dan 300 personel tentaranya ditangkap oleh Chad pada 1987. Ia kemudian diasingkan di Negara Bagian virginia, AS.
Kedekatannya dengan Markas CIA di Langley disinyalir mendekatkan hubungan Haftar dengan dinas intelijen AS tersebut.
BBC melaporkan bahwa kedekatan itu bermuara pada dukungan Haftar untuk sejumlah percobaan pembunuhan Khadafi.
Selengkapnya tentang fakta Khalifa Haftar dapat disimak di sini.