Presiden Brasil: Pelaku Kriminal Harus Ditembak Mati Seperti Kecoak

Presiden Brasil mengajukan RUU kontroversial yang akan membebaskan polisi menggunakan kekerasan dalam menindak pelaku kriminal.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Agu 2019, 09:31 WIB
Presiden Brasil Jair Bolsonaro (AP/Eraldo Peres)

Liputan6.com, Brasilia - Presiden sayap kanan Brasil, Jair Bolsonaro, mengatakan ia berharap para pelaku kriminal "meninggal di jalan-jalan seperti kecoak".

Pernyataan itu adalah perpanjangan dari rancangan undang-undang (RUU) kontroversial yang ia ajukan untuk melindungi aparat keamanan dan warga dari tuntutan hukum, ketika menembak pelaku kriminal untuk membela diri, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (6/8/2019).

Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada hari Senin, Bolsonaro mengatakan ia berharap Kongres Brasil akan menyetujui rencananya untuk memperluas excludente de ilicitude, yakni pasal dalam KUHP setempat yang memungkinkan tindakan ilegal diizinkan sebagai upaya bela diri.

Para aktivis khawatir rencana tersebut dapat menyebabkan pertumpahan darah.

Namun, Bolsonaro mengklaim akan memberikan "perlindungan hukum" yang sangat dibutuhkan polisi dalam menggunakan kekuatan mematikan ketika menjalankan tugas, serta meminimalisir kekerasan di lapangan.

"Orang-orang ini (penjahat) akan meninggal di jalanan seperti kecoak (jika perlindungan seperti itu disetujui), dan memang begitu seharusnya," katanya.

Bolsonaro berargumen, polisi Brasil sedang berperang melawan kejahatan dan harus didekorasi karena menggunakan senjata mereka, agar kemudian tidak dibawa ke pengadilan setelah melumpuhkan penjahat.

"Warga negara terhormat juga pantas dilindungi jika mereka perlu menggunakan kekuatan mematikan untuk melindungi kehidupan atau properti mereka (dari penjahat)," lanjut Bolsonaro.

 

 


Memicu Kemarahan Oposisi dan Pegiat HAM

Ilustrasi bendera Brasil (AFP)

Pernyataan kontroversial di atas disambut oleh para pendukung Bolsonaro, tetapi memicu kemarahan di antara para oposisi dan pegiat HAM.

“Ini adalah usulan menjijikkan,” kata Ariel de Castro Alves, seorang aktivis dan pengacara veteran di São Paulo.

Alves mengklaim wacana Bolsonaro tidak jujur ​​dan tidak manusiawi, sehingga menyebabkan lonjakan kekerasan polisi yang mematikan, di mana menurutnya berdampak sebagian besar terhadap kelompok miskin, pemuda, dan pria kulit hitam.

Selain itu, Alves juga mengaku khawatir RUU tersebut akan membuat segalanya menjadi lebih buruk jika disahkan.

"Tercata sekitar 414 pembunuhan yang dilakukan oleh polisi militer di São Paulo (pada paruh pertama 2019), dan itu adalah angka tertinggi sejak 2003 ... Ia (Bolsonaro) mendorong kekerasan polisi dan akhirnya menjadi semacam penghasut kebrutalan," pungkas Alves.


Jumlah Kematian Pelaku Kriminal Tertinggi

Ilustrasi Foto Penembakan (iStockphoto)

Robert Muggah, kepala lembaga think-tank Institut Igarapé yang berbasis di Brasilia, mengatakan telah terjadi lonjakan serupa dalam pembunuhan di Rio de Janeiro, di mana polisi menembak 434 orang dalam tiga bulan pertama 2019.

"Ini adalah jumlah tertinggi yang tercatat dalam lebih dari dua dekade," kata Muggah.

Dalam enam bulan pertama tahun ini, polisi Rio dilaporkan membunuh 881 orang, atau sama dengan satu orang setiap lima jam.

"Kekhawatiran kami adalah bahwa retorika semacam ini dapat mendorong polisi untuk mengerahkan kekuatan yang lebih besar dan dapat mengakibatkan, pada kenyataannya, lebih banyak kekerasan aparat keamanan daripada yang terjadi saat ini," tambah Muggah.

"Ini jelas merupakan keprihatinan di negara yang sudah mencatat jumlah tertinggi dari kekerasan mematikan dan beberapa tingkat pembunuhan polisi tertinggi di dunia," sambungnya prihatin.

Tahun lalu, berdasarkan angka resmi pemerintah, tindakan keras yang dilakukan polisi Brasil telah menewaskan hampir 6.200 orang dibandingkan dengan 5.225 pada 2017.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya