Melihat Kampung Lawas Maspati Surabaya

Kampung itu bernama Kampung Lawas Maspati, berjarak 500 meter dari Tugu Pahlawan, tepatnya di Jalan Maspati V, Bubutan, Surabaya, Jawa Timur.

oleh Liputan Enam diperbarui 07 Agu 2019, 08:00 WIB
Bangunan bersejarah di Lawas Maspati, kampung lawas di Kota Surabaya, Jawa Timur. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Liputan6.com, Surabaya - Kampung kadang dinilai sebagai kawasan permukiman yang kumuh dan padat penduduk. Akan tetapi, ternyata kampung yang memiliki kesan seperti itu bisa di sulap menjadi kawasan objek wisata yang menarik. Di Surabaya, Jawa Timur, ada sebuah kampung yang di desain dengan bagusnya.

Kampung itu bernama Kampung Lawas Maspati, berjarak 500 meter dari Tugu Pahlawan, tepatnya di Jalan Maspati V, Bubutan, Surabaya, Jawa Timur. Di sana, terdapat sejumlah bangunan-bangunan asli perkampungan tempo dulu yang masih dipertahankan. Demikian mengutip dari berbagai sumber, Rabu 7 Agustus 2019.

Bangunan itu di jadikan sebagai daya tarik utama wisata di Kampung Lawas Maspati. Objek wisata kampung ini diresmikan pada 2016 oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan Toto Heli Yanto selaku Direktur Sumber  Daya Manusia dan Umum PT Pelabuhan Indonesia III.

Bangunan bersejarahnya antara lain rumah bekas kediaman Raden Sumomiharjo (keturunan Keraton Solo yang menjadi mantri kesehatan di kampung itu). Selanjutnya, ada Sekolah Ongko Loro yang yang merupakan bekas sekolah rakyat.  

Ada pula rumah era 1907, yaitu bangunan yang dulunya digunakan oleh para pemuda Surabaya untuk menyusun strategi peperangan 10 November 1945.

Mengutip kampunglawas.com, ada bangunan bekas pabrik roti milik Haji Iskak yang menjadi dapur umum saat pertempuran bersejarah pada 10 November 1945. Dengan tegel antic dan detail unik, bangunan itu sejak 1958 hingga kini beralih fungsi menjadi Losmen Astri. Juga masih banyak bangunan peninggalan kolonial lain dengan langgam arsitektur khas Indis hingga ekletis (campuran). Sampai kini, bangunan-bangunan tersebut masih berdiri dengan kokohnya.

Warga kampung Maspati sendiri yang berinisiatif untuk menghias kampung tersebut. Mereka bergotong-royong membuat kampungnya menjadi kawasan yang kreatif, ramah, edukatif, dan menginspirasi untuk para pengunjung.

Kampung Maspati Surabaya dihiasi oleh tumbuhan obat yang berada di masing-masing teras rumah warga. Warga kampung di sini memang mempunyai konsep penghijauan dengan menggunakan tanaman obat.

Selain untuk penghijauan, tanaman ini nantinya akan mempunyai nilai jual, sehingga perekonomian warga bisa terbantu. Jalanan-jalanan di kawasan ini  di hiasi gambar 3D dengan bermacam-macam tema, hingga jalanan menjadi spot foto yang mampu menarik minat para pengunjung.

Di kawasan Kampung Maspati Surabaya juga disediakan pemandu wisata yang akan menjelaskan secara detail mengenai bangunan-bangunan dan kegiatan apa saja yang rutin dilakukan oleh warga sekitar. Kampung Lawas Maspati terbagi atas lima rukun tetangga (RT). Mengutip kampunglawas.com, warga kampung lawas terdiri dari 350 KSK dan 1.350 jiwa.

Tiap-tiap RT mempunyai keunggulan tersendiri. Ada yang memproduksi tumbuhan obat, makanan, minuman, serta membuat sesuatu menjadi barang yang mempunyai nilai jual. Wisatawan yang datang ke sana bisa belajar membuat produk-produk unggulan kampung itu, seperti membuat sirup markisa dan cincau.

Kampung ini juga mendapatkan sejumlah prestasi mulai dari Juara Green and Clean 2015 kategori maju, berkembang, pemula, maju. Selain itu, Juara Yel-Yel tingkat Surabaya, Juara Musik Patrol Tingkat Surabaya, Juara Merdeka, Juara Green and Cleand Kategori The Best, Juara Super Lantas, Juara Safety Riding, Juara Kampung Ramah dan Siaga.

Selain itu mendapatkan penghargaan dari ITS Surabaya, Universitas Petra, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Hang Tuah, Kyai Haji Mustofa Bisri, dan Wali Kota Surabaya Earth Hour Surabaya Atropologi Exploration of Surabaya Kampung.

Terbukti, sebuah kampung yang dipercantik dapat memiliki potensi bagus untuk meningkatkan perekonomian warga di Surabaya.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara) 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Tiket Pengunjung

Rumah juru kunci makam di Lawas Maspati, kampung lawas di Kota Surabaya, Jawa Timur. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Bagi Anda yang ingin mengunjungi Kampung Lawas Maspati ada tiket yang dikenakan kepada pengunjung seperti dikutip dari www.kampunglawas.com:

Paket I : Rp 5.000 (Minimal 5 Orang)

- Tidak Ada Fasilitas

Paket II : Rp 15.000 (Minimal 10 Orang)

- Didampingi Tour Guide

Paket III : Rp 20.000 (Minimal 10 Orang)

- Didampingi Tour Guide

- Masuk Rumah Lawas

- Masuk dirana Permainan Lawas

Paket Spesial (Rombongan) Rp 2.000.000 (Minimal 2.000.000)

Fasiltias Paket Spesial :

- Tour Guide

- Musik Patrol

- Masuk Rumah Lawas

- Masuk Produksi House

- Masuk Rumah daur Ulang

- Permainan Lawas

- Souvener

 Dana tersebut kembali ke warga untuk pemerdayaan ekonomi kampung

 


Menikmati Wisata Religi di Masjid Cheng Ho Surabaya

Meski kecil untuk ukuran masjid, namun bangunan Masjid Cheng Ho Surabaya menyimpan banyak rahasia.

Sebelumnya, Masjid Muhammad Cheng Ho, ya nama masjid ini memang terdengar unik. Lalu, bagaimana dengan segala  aksesori dan arsitektur yang ada di dalamnya? 

Masjid ini merupakan hasil perpaduan dari budaya China dan Islam. Mengutip dari Buku Travelicious, Jalan Hemat, Jajan Nikmat karya Ariyanto, ada banyak orang China yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa, salah satunya adalah Laksamana Haji Muhammad Cheng Ho alias Sam Poo Kong, ia pun menganut agama Islam.

Cheng Ho bersama armadanya datang dari Yunnan, China Selatan, pada abad ke-15, tepatnya pada masa Dinasti Ming. Mereka masuk ke Jawa melalui Semarang, kemudian berkunjung ke Kerajaan Majapahit, dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam.

Masjid Muhammad Cheng Ho dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Cheng Ho yang telah berperan besar dalam menyebarkan agama Islam. Masjid ini berada di belakang Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, tepatnya di Jalan Gading No.2, Surabaya, Jawa Timur.

Pembangunan masjid tersebut tidak lepas dari dukungan organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di Jawa Timur, juga dukungan dari warga sekitar. Lin Puk San, selaku Ketua Harian Masjid Cheng Ho, menyampaikan, tujuan berdirinya masjid ini yaitu sebagai tempat pendidikan, dan juga untuk memperkenalkan Cheng Ho kepada khalayak luas.

Masjid Cheng Ho berdiri di atas tanah seluas 21x11 meter dengan luas bangunan utama 99 meter persegi. Ornamen atap masjid ini dibentuk persegi delapan, sehingga menyerupai sarang laba-laba, karena bagi masyarakat Tionghoa, angka delapan merupakan angka keberuntungan, sedangkan sarang laba-laba merupakan tanda yang menyelamatkan Nabi Muhammad dari kejaran kaum Quraish.

Masjid ini didominasi oleh warna merah, hijau, dan kuning. Merah memiliki makna kebahagiaan, dan warna kuning artinya kedamaian. Ornamennya kental dengan nuansa Tiongkok lama, terlihat dari pintu masuknya yang menyerupai pagoda.

Anak tangga di pintu kanan dan kiri Masjid Cheng Ho berjumlah 5 dan 6. Angka-angka tersebut menyimbolkan rukun Islam dan rukun iman. Selanjutnya, pintu masjid ini di bangun tanpa menggunakan daun pintu, hal itu sebagai penanda bahwa Masjid Cheng Ho Surabaya terbuka untuk siapa saja.

Begitu damainya jika ada toleransi di antara semua orang. Tanpa memandang perbedaan suku, ras, dan juga agama.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya