Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pemuka lintas agama bersama budayawan, akademisi, dan seniman di Yogyakarta menggelar doa bersama untuk ulama kharismatik almarhum KH Maimun Zubair atau Mbah Moen di Asrama Kujang, Kota Yogyakarta.
Acara tersebut dibuka dengan menyanyikan lagu Gugur Bunga, kemudian dilanjutkan doa bersama yang dipimpin oleh para pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, serta penghayat Sunda Wiwitan secara bergantian.
Advertisement
"Mbah Kiai (Maimoen) itu bukan hanya milik umat Islam saja, tapi juga milik semua Bangsa Indonesia merasa kehilangan. Meskipun berbeda-beda agama tapi kita dipersatukan dalam kemanusiaan," kata Perwakilan acara do'a bersama, Widihasto Wasana Putra, Selasa malam (6/8/2019) seperti dilansir Antara.
Menurut Widihasto, acara doa bersama itu digelar secara spontan. Begitu mendengar kabar bahwa pengasuh Ponpes Al-Anwar Rembang itu berpulang, para tokoh agama, seniman, serta budayawan di Yogyakarta berkeinginan untuk ikut mendoakan almarhum Mbah Moen.
"Yang paling utama kita mendoakan almarhum. Kedua juga supaya kita bisa meneruskan perjuangan almarhum menjaga NKRI dengan tetap berlandaskan ideologi Pancasila," lanjut dia.
Selain doa bersama, seniman asal Bantul Hendro Pleret juga memberikan selingan dengan membacakan sejumlah kata mutiara yang pernah dibuat oleh KH Maimoen Zubair semasa hidupnya.
"Tidak semua orang pintar itu benar. Tidak semua orang benar itu pintar. Banyak orang yang pintar tapi tidak benar. Dan banyak orang benar meskipun tidak pintar. Dari pada jadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik jadi orang benar meskipun tidak pintar. Ada yang lebih bijak, yaitu jadi orang pintar yang senantiasa berbuat benar," kata Hendro Pleret mengutip kalimat Mbah Moen dalam bahasa Jawa.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Sosok Panutan
Sekretaris Sangha Agung Indonesia DIY, Bhikkhu Badra Palo mengakui sosok KH Maimoen Zubair cukup dikenal di kalangan Umat Budha. Menurutnya, Mimoen merupakan salah satu sosok panutan bagi umat Budha khususnya dalam ajaran cinta kasih sesama bangsa.
"Walaupun berbeda agama tapi Mbah Kiai ini adalah panutan kami untuk menjadi manusia yang sempurna, menjadi manusia yang penuh cinta kasih," kata Badra Palo.
Bagi Badra Palo, doa tersebut penting dipanjatkan bersama-sama. Ia berharap almarhum memperoleh kebahagiaan tertinggi di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
"Walaupun kita berbeda agama tetapi doa itu melebihi dari agama itu sendiri. Dengan kekuatan doa beliau akan memperoleh surganya, memperoleh kebahagian tertinggi," tambah dia.
Acara yang ikut dihadiri para aktivis, perwakilan Pusat Studi Pancasila UGM, serta sejumlah organisasi perempuan di Yogyakarta itu ditutup dengan lagu "Tanah Airku" persembahan dari Sekolah Musik Alam Yogyakarta.
Mbah Moen wafat dalam usia 91 tahun di Kota Mekkah, Arab Saudi, pada Selasa 6 Agustus 2019 sekitar pukul 04.17 waktu setempat.
Advertisement