BIN Ingin Prajurit TNI yang Terpapar Radikalisme Disterilisasi

Dia menambahkan, akan ada verifikasi bagi aparatur negara, termasuk TNI yang sudah terpapar radikalisme.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Agu 2019, 14:22 WIB
Juru Bicara Kepala BIN Wawan Purwanto (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Intelijen Negara (BIN) ingin prajurit TNI terpapar radikalisme disterilisasi supaya kembali mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurutnya, ideologi Pancasila sudah final.

"Saat ini memang diperlukan adanya upaya sterilisasi kepada orang-orang yang terpapar ideologi lain selain Pancasila," kata Juru Bicara BIN Wawan Purwanto di sela-sela diskusi kebangsaan 'Quo Vadis Indonesia' Museum Nasional, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Pernyataan Wawan menanggapi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang menyebut sebanyak tiga persen anggota TNI terpapar radikalisme lantaran sikapnya sudah melenceng dari nilai-nilai Pancasila.

"Itu tentu ada dasarnya dimana Menteri menyatakan seperti itu. Diupayakan supaya ada sterilisasi supaya tidak meluas dan melebar," kata Wawan.

Dia menambahkan, akan ada verifikasi bagi aparatur negara yang sudah ideologi radikal. Kemudian, nantinya akan ada tindakan hukuman oleh atasan kepada prajurit yang sudah terpapar.

"Atasan yang berwenang menghukum. Semuanya nanti akan bergerak sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing," ucapnya.

Wawan berharap, seseorang yang terpapar pemikiran ideologi di luar Pancasila menjadi netral dan dapat kembali mendukung NKRI.

"Sehingga ini menjadi kewajiban kita semua supaya satu visi dan misi bahwa kecintaan NKRI harga mati. Masalah radikalisme menjadi warning bagi kita semua bahwa ini sungguh merupakan ancaman dan itu tidak boleh terjadi," tegas Wawan.

 


3 Persen Terpapar Radikalisme

Sejumlah prajurit TNI dari batalyon infantri Raider 112 berjalan membawa senjata berat untuk latihan menembak di Mata Ie, Aceh Besar, Aceh, Selasa (11/6/2019). Latihan ini untuk menjaga keutuhan negara dari ancaman serta gangguan baik dari dalam maupun luar negeri. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pertahanan, sebanyak tiga persen prajurit TNI terpapar radikalisme. Selain itu, 18 persen pegawai swasta menolak ideologi Pancasila. Kemudian, 19 persen lebih pegawai BUMN dan pegawai negeri sipil menolak ideologi Pancasila.

Sementara, Ketua Umum Yayasan Solusi Pemersatu Bangsa, Baskara Sukarya turut prihatin lantaran lebih dari 23 persen pelajar, mahasiswa dan generasi penerus tidak peduli dengan Pancasila.

"Bahkan mendukung agar negara indonesia menjadi negara khilafah," sambungnya.

Menurutnya, generasi penerus wajib dibekali kembali dengan pendidikan, penghayatan dan pengamalan Pancasila. Dia ingin negara harus membuat membuat kurikulum yang membangkitkan rasa nasionalisme.

"Rasa cinta bela terhadap negara dan menghormati budaya serta kearifan lokal yang telah ditinggalkan para leluhur kita agar bisa tauladan sebagai insan Pancasila. Kita harus Bhinneka Tunggal Ika," kata Baskara.

Terpisah, Sejarawan Anhar Gonggong juga menanggapi adanya prajurit TNI yang terpapar radikalisme. Dia mengatakan, institusi TNI harus meningkatkan tingkat kedisiplinan kepada prajurit dan pengajaran tentang Pancasila.

Menurut Anhar, bila Pancasila diamalkan secara benar, maka tidak ada masyarakat yang melakukan perbuatan menyimpang, korupsi dan terpapar radikalisme.

"Karena Pancasila mau membangun dunia sejahtera. Jadi, ketika masih ada koruptor, masih ada kemiskinan dan radikalisme, maka yang kita bangun sikap anti-Pancasila. Pemerintah harus membumikan Pancasila," pungkasnya.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya