Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menepis anggapan bahwa bantuan untuk rumah subsidi dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB) telah habis.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heripoerwanto mengatakan, bantuan FLPP kini masih tersedia sekitar 30 persen untuk disalurkan.
"Kalau selama ini sering dituliskan bahwa bantuan perumahan atau subsidi habis, sebetulnya tidak demikian. Kita lihat, FLPP itu capaian kinerjanya saat ini masih sekitar 70 persen. Jadi masih ada sekitar 30 persen yang kita bisa proses," jelasnya di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sebagai catatan, hingga 11 Juli 2019, pemerintah telah menyalurkan dana FLPP bagi sebanyak 47.077 unit rumah dari target 68.858 unit rumah dengan anggaran yang disediakan Rp 4,52 triliun.
Sementara untuk SSB, ia melanjutkan, realisasinya saat ini masih 0 persen. "Padahal kita lihat, SSB itu targetnya adalah akan untuk 100 ribu unit. Jadi itu belum direalisasikan," sebut dia.
"Memang permintaan dan penagihan sudah datang kepada kami, dan kami catat sekitar 60 ribu. Kalau itu diproses dan disetujui semua maka SSB kinerjanya adalah sekitar 60 persen. Kita berharap bahwa Agustus ini capaian itu bisa tercapai," tambahnya.
Berdasarkan fakta tersebut, Eko menekan kan bahwa bantuan untuk rumah subsidi masih ada. "Tapi apapun juga, kami ingatkan bahwa sampai saat ini baik itu FLPP ataupun SSB itu masih ada," tegasnya.
Eko juga menyatakan, Menteri PUPR telah bersurat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati guna menyiapkan antisipasi jika bantuan rumah subsidi masih kurang.
"Menteri PUPR sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk antisipasi bila ada kekurangan subsidi. Harapan kita semua akan ada tambahan," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
REI: Mulai Juli Harga Rumah Subsidi Naik
Real Estate Indonesia (REI) menyatakan mulai bulan Juli 2019 harga rumah subsidi naik dari Rp 130 juta menjadi Rp 140 juta per unit antara lain disebabkan oleh naiknya harga tanah.
"Selisihnya Rp 10 juta, naik sekitar 7-8 persen dibandingkan dengan harga sebelumnya," kata Ketua REI Jateng MR Prijanto seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/6/2019).
Ia mengatakan kenaikan harga tersebut awalnya merupakan usulan dari REI Jateng. Menurut dia, beberapa pertimbangan kenaikan tersebut di antaranya adanya kenaikan harga tanah, kenaikan harga material bahan baku bangunan, dan kenaikan upah tenaga kerja.
"Awalnya kami mengusulkan di angka Rp 142 juta untuk harga satu unit rumah. Namun setelah ada beberapa pertimbangan akhirnya kami koreksi dan pemerintah memutuskan harganya Rp 140 juta per unit," katanya.
Terkait dengan kenaikan harga tanah, dikatakannya, besarannya di Jawa Tengah tidak sama. Ia mengatakan kondisi tersebut dipengaruhi oleh lokasi.
"Ada beberapa lokasi yang naiknya sekitar 20 persen, ada juga yang sama 100 persen," katanya.
Sedangkan untuk kenaikan harga material rumah, dikatakannya, mencapai 12 persen. Beberapa material yang naik harga di antaranya besi dan semen.
"Kalau untuk upah tenaga kerja naiknya cukup signifikan, dulu Rp80.000 per delapan jam, sekarang naik menjadi sekitar Rp100.000-120.000 per delapan jam," katanya.
Advertisement
PNS Golongan I dan II Jadi Peserta Terbesar Program Rumah Subsidi
Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP-Tapera), Nostra Tarigan, mengatakan jumlah kepemilikan rumah subsidi bagi Aparatur Negeri Sipil (ASN) masih didominasi oleh PNS Golongan I dan II. Sementara, untuk Golongan III dan IV masih sangat minim.
"Golongan I dan II paling tinggi (jumlah kepemilikan rumah). Golongan III sampai IV masih sangat kecil," katanya dalam diskusi di Jakarta, Senin (20/5).
Nostra mengatakan daya beli rumah tersebut sebanding dengan tingkat penghasilan daripada masing-masing golongan ASN. Sehingga ketimpangan jumlah kepemilikan rumah pun masih terjadi di ASN.
Di samping itu, dirinya juga mempelajari alasan kenapa Golongan III dan IV ASN masih mendominasi belum memiliki rumah. Padahal, secara penghasilan dapat dikategorikan mampu dan bisa. Namun demikian, kebanyakan daripada mereka masih pilah-pilih rumah hunian yang laik.
"Terkadang mereka cari rumah itu dengan selera mereka, belum tentu rumah saat ini masuk dengan kebutuhan mereka. Salah satu penyebabnya itu," katanya.
Di sisi lain, dirinya berharap dengan banyaknya usia produktif saat ini, daya beli terhadap perumahan akan semakin meningkat. "Peningkatan masyarakat usia produktif berdampak pada peningkatan menabung di BP-Tapera juga. Kita harapkan ke depan teman-teman ini menjadi peserta BP-Tapera," pungkasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggodok revisi kebijakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) agar Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga TNI/Polri dengan penghasilan Rp 8 juta bisa menikmati fasilitas itu.
Sebelumnya, FLPP hanya berhak diberikan kepada ASN dengan pendapatan maksimal Rp 4 juta. Bila aturan baru ini selesai, maka PNS golongan 3 dan 4 akan mendapat Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan batasan Rp 300 juta serta golongan 1 dan 2 sebesar Rp 250 juta.
Selain itu, tipe rumah yang bisa didapat PNS tersebut maksimal ukuran 72 serta dan tidak ada batasan harganya. Namun, pengenaan bunganya tetap 5 persen dengan tenor pembayaran selama 20 tahun.