Ratusan Pengacara Hong Kong Turun ke Jalan Dukung Demonstran Pro-Demokrasi

Ratusan pengacara di Hong Kong, pada 7 Agustus 2019, bergabung dalam barisan massa pro demokrasi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Agu 2019, 18:35 WIB
Pengacara Hong Kong bergabung dalam gerakan massa pro demokrasi, menolak RUU Ekstradisi kontroversial dan menekan agar pemerintah lokal menjaga independensi peradilan (AFP PHOTO / Philip Fong)

Liputan6.com, Hong Kong - Ratusan pengacara di Hong Kong, pada 7 Agustus 2019, bergabung dalam barisan massa prodemokrasi bagian dari rangkaian aksi yang menolak RUU Ekstradisi kontroversial. Mereka juga menyuarakan independensi atas peradilan wilayah otonomi khusus China itu.

Para ahli hukum, yang berpakaian hitam senada dengan gerakan massa, turun ke jalan di bawah terik matahari dari pengadilan tertinggi kota ke kantor lembaga kehakiman, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu (7/8/2019).

Keterlibatan komunitas pengacara dalam sebuah gerakan demonstrasi adalah hal langka di Hong Kong. Namun, sejak protes meletus, mereka telah dua kali terlibat dalam aksi protes serupa sejak Juni 2019.

Mereka mendukung tuntutan gerakan protes untuk penyelidikan independen terhadap penegakan hukum terkait demonstrasi, serta menentang penuntutan bermotivasi politik dari Departemen Kehakiman kota.

Polisi Hong Kong telah menangkap lebih dari 500 pemrotes dan mendakwa puluhan orang melakukan kerusuhan, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.

Tetapi mereka sejauh ini hanya menangkap 19 orang terkait serangan bulan lalu terhadap para demonstran demokrasi yang menyebabkan 45 orang terluka. Para tersangka dituntut dengan tuduhan yang kurang serius dari majelis yang dinilai tak legal.

"Saya benar-benar tidak suka bagaimana pemerintah ini menggunakan taktik menakuti dan memecah belah," kata penasihat senior Anita Yip kepada AFP, seperti dikutip dari Channel News Asia.

"Mereka melakukan penuntutan secara selektif ... Bagaimana orang masih bisa percaya pada pemerintah?" dia menambahkan, merujuk pada perlakuan berbeda yang mereka rasakan atas sikap polisi kepada para pemrotes dan lawan mereka, preman-preman yang didugaa berkaitan dengan kelompok mafia lokal, triad.

Sekelompok jaksa yang anonim juga telah menerbitkan surat terbuka pekan lalu, menuduh Sekretaris Kehakiman Hong Kong, Teresa Cheng menempatkan politik di atas prinsip-prinsip hukum.

"Yang kami inginkan adalah keadilan dan semua yang kami inginkan adalah konsistensi," kata pengacara terkemuka Kevin Yam, yang juga memprotes.

"Kami tidak ingin melihat penjahat melarikan diri sementara yang pemuda-pemuda terbaik kami dituntut. Kami menegakkan aturan hukum dan kami meminta keadilan."

Para pengunjuk rasa juga telah menuduh polisi Hong Kong menggunakan kekerasan berlebihan terhadap gerakan mereka dan menutup mata terhadap triad geng - tuduhan yang dibantah keras oleh aparat.

Mereka juga telah bersumpah untuk menjaga gerakan ini sampai tuntutan inti mereka dipenuhi, seperti penyelidikan independen terhadap taktik polisi, penarikan permanen RUU, amnesti bagi mereka yang ditangkap, dan hak pilih universal.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sekilas Demonstrasi di Hong Kong

Demo Hong Kong 12 Juni 2019 (Anthony Wallace / AFP Photo)

Rangkaian protes di Hong Kong telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasi dengan pemerintah administratif Hong Kong serta Bejing.

Protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.

Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.

Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.

Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya