Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan memastikan posisi utang pemerintah Indonesia saat ini masih terbilang aman. Di mana posisi utang RI pada semester I 2019 tercatat sudah mencapai Rp 4.570 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman, mengatakan posisi utang sebesar Rp 4.570 triliun saat ini masih jauh di batas aman. Sebab berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara maksimum utang pemerintah yakni 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara posisi saat ini masih berada di bawah 30 persen dari PDB.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau ukuran amannya kan bukan minimal tapi PDB. Saat ini angkanya di kisaran 29,7 persen (dari PDB) itu masih aman. Pendanaan keuangan negara itu kan 60 persen," jelasnya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (8/8).
Luky menekankan, besaran posisi utang saat ini bukan menjadi persoalan. Akan tetapi bagaimana pemerintaah dapat menjaga posisi utang ke depan di bawah batas maksimum tersebut.
"Kalau 4 ribu triliun dibandingkan dengan Srilangka besar sekali dibandingkan dengan Amerika oh kecil sekali. Makanya kita dibandingkan lewat PDB. Batas PDB. Jadi jauh aman sekali," pungkasnya.
Seblumnya, Kementerian Keuangan mencatat posisi total utang pemerintah pusat hingga akhir Juni atau semester I 2019 sebesar Rp 4.570 triliun. Utang tersebut berasal dari pinjaman sebesar Rp 785 triliun dan penerbitan surat utang negara sebesar Rp 3.784 triliun.
Posisi utang pemerintah sebesar Rp 4.570 triliun tersebut turun dari posisi Mei 2019 yang mencapai Rp 4.571 triliun. Rasio utang juga menunjukkan penurunan sebanyak 0,22 dari 29,72 persen pada akhir Mei 2019 menjadi 29,50 persen pada akhir Juni 2019.
Angka tersebut membuktikan bahwa utang Pemerintah telah dikelola dengan aman di mana hal tersebut ditunjukkan dengan realisasi rasio defisit per PDB sebesar 0,84 persen yang masih jauh berada di bawah batas aman 3 persen serta realisasi rasio posisi utang sebesar 29,72 persen yang berada di bawah batas aman 60 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjelasan Kemenkeu soal Utang Pemerintah dan Bansos
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total utang pemerintah pusat hingga Februari 2019 tembus Rp 4.566,26 triliun.
Angka tersebut naik dibanding posisi utang pada posisi Januari 2019 yang mencapai Rp 4.498,6 triliun juga lebih tinggi dibanding posisi Februari 2018 sebesar Rp 4.034,80. Kenaikan utang pemerintah ini juga turut diikuti dengan naiknya penyaluran bantuan sosial (dana bansos).
Berdasarkan catatan, hingga 28 Februari 2019 bansos mencapai Rp 23,6 triliun. Angka tersebut mencapai 24,31 persen dari total target APBN sebesar Rp 102 triliun pada 2019.
Lantas apakah kenaikan utang pemerintah ini berkaitan dengan naiknya anggaran bansos tahun ini?
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani menyatakan, besaran utang pemerintah yang mencapai sebesar Rp 4.566 triliun merupakan murni untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN.
Jadi, tidak mungkin utang yang dilakukan pemerintah kemudian dipakai untuk bansos.
Sementara tingginya penyaluran bansos juga mutlak digunakan untuk program pembangunan pemerintah yang dituangkan dalam APBN dalam membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. Dalam lima tahun terakhir secara konsisten pemerintah juga terus memperbaiki target sasaran penerima bansos.
"Jadi hal itu tidak terkait," kata Askolani saat dihubungi merdeka.com, Rabu (20/3/2019).
Askolani menjelaskan, tingginya utang pemerintah di awal tahun ini juga sesuai dengan ketentuan di UU APBN 2019.
Penarikan utang dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pasar dan fleksibilitas pengelolaan pembiayaan APBN 2019.
Sedangkan, penyaluran bansos sendiri disebabkan oleh pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) tahap I dengan indeks bantuan yang meningkat pada komponen kesehatan dan pendidikan. Tingginya realisasi tersebut juga untuk menakan angka kemiskinan di Indonesia.
"Dari kebijakan bansos yang konsisten dan terus melakukan perbaikan serta peningkatan manfaat maka hasilnya nyata terlihat dalam tahun 2018 jumlah penduduk miskin untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bisa turun di bawah 10 persen menuju ke 9,66 persen dan diperkirakan akan lebih turun lagi di tahun 2019," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuanyan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan dana bansos untuk Program Keluarga Harapan (PKH) hingga dua kali lipat di 2019 tidak berkaitan dengan pemilu.
Program tersebut, lanjutnya, merupakan upaya pemerintah menggenjot peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Advertisement
Utang Pemerintah Naik Capai Rp 4.566 Triliun pada Februari 2019
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat hingga Februari 2019 tembus Rp 4.566 triliun. Angka tersebut naik dibanding posisi utang pada posisi Januari 2019 yang mencapai Rp 4.489 triliun juga lebih tinggi dibanding posisi Februari 2018 sebesar Rp 4.034 triliun.
Mengutip data APBN Kita, total utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari pinjaman, baik pinjaman bilateral, multilateral, komersial, sampai pinjaman dalam negeri dengan total Rp 790,47 triliun.
Sementara itu, outstanding Surat Berharga Negara mencapai Rp 3.775 triliun. Secara keseluruhan, posisi utang hingga saat ini mencapai 30,33 persen terhadap PDB.
"Denominasi Rupiah sebesar Rp 2.723,13 triliun terdiri dari surat utang negara Rp 2.260 triliun, surat berharga syariah negara Rp 462,95 triliun. Denominasi valas Rp 1.052,66 triliun terdiri dari surat utang negara Rp 817,82 triliun dan Surat berharga syariah negara Rp 234,84 triliun," demikian dikutip APBN Kita edisi Maret, Selasa 19 Maret 2019.
Dalam mengelola utang yang akuntabel, pemerintah benar-benar memperhitungkan bahwa setiap utang yang dilakukan Pemerintah harus dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan yang sifatnya produktif dan investasi dalam jangka panjang yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar lagi di masa depan.
"Pemerintah berkomitmen untuk melunasi kewajibannya kepada kreditor maupun investor dalam menjaga kepercayaan mereka dengan menganggarkannya dalam APBN 2019 yang telah disetujui wakil rakyat."