Liputan6.com, Banyumas - Banyumas raya, sebagaimana wilayah nusantara lainnya memiliki tradisi khas lokal dalam perayaan-perayaan hari besar keagamaan. Itu termasuk pada perayaan Idul Adha unik komunitas-komunitas adat yang banyak tersebar di wilayah ini.
Salah satunya, Komunitas Banokeling, sebuah komunitas adat kejawen yang lahir dan tumbuh di Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, ratusan tahun lampau, pada masa awal penyebaran Islam di wilayah ini.
Tradisi Kejawen Banokeling adalah sebentuk sinkretisme antara agama dan budaya lokal. Dan itu adalah khazanah kekayaan nusantara.
Baca Juga
Advertisement
Keunikan Idul Adha Komunitas Banokeling tak hanya dari tata cara Idul Adha. Penyebutannya pun khas, Bada Besar atau Perlon. Hari perayaannya pun tiba pada hari berbeda dari umat Islam mayoritas atau ketetapan pemerintah.
Komunitas Adat Banokeling baru akan merayakan Idul Adha atau Perlon pada Kamis Wage, tanggal 19 Bulan Besar, atau bertepatan pada 22 Agustus 2019 mendatang.
Itu berarti, Idul Adha Komunitas Banokeling selang sekitar 11 hari dari ketetapan pemerintah. Idul Adha umumnya dirayakan pada Minggu (11/8/2019), dan tiga hari Tasyrik, tiga hari setelahnya.
"Sekarang Kamis Kliwon, Kamis Pahing, dua Kamis lagi. Abogenya tanggal 19, bulan ini, kalender Aboge, Bulan Besar," kata juru bicara Komunitas Adat Banokeling, Sumitro, saat dihubungi, Kamis, 8 Agustus 2019.
Dalam kalender Alif Rebo Wage (Aboge), tahun ini adalah tahun Be. Pada Tahun Be, Perlon tiba pada hari Kamis Wage. Kamis (8/8/2019) ini adalah hari Kamis pasaran Kliwon, sehingga Bada Perlon atau Idul Adha akan tiba dua pekan lagi.
Kalender Aboge Komunitas Banokeling
"Kalau sekarang Kamis Kliwon, Kamis Pahing, Kamis Wage, berarti 14 hari lagi. Ya di sini kan tidak memakai tanggal, pakainya hari," dia menerangkan.
Tiap tahun, tibanya hari besar keagamaan akan berbeda. Tahun depan adalah tahun Wawu. Maka, Perlon atau Idul Adha juga akan tiba di hari dan pasaran berbeda.
"Mengikuti tahunnya. Sudah ada rumus atau pakemnya ya," dia mengungkapkan.
Sumitro mengemukakan, sama seperti umat Islam pada umumnya, anggota Komunitas Banokeling pun beribadah kurban. Bedanya hanya pada penyebutan sebagai perlon.
Tahun lalu jumlah hewan kurban komunitas banokeling berjumlah 25 ekor kambing. Pada 2017, jumlah hewan kurban 30 ekor kambing dan seekor sapi.
"Kalau sekarang belum ada laporan berapa ekor kambing atau sapi. Soalnya masih lama sih," ucapnya.
Sebagaimana masyarakat adat, mereka pun memiliki tradisi unik dalam merayakan Idul Adha. Tradisi ini diikuti secara terbatas oleh keturunan Panembahan Kiai Banokeling yang biasa disebut anak putu. Ritual ini tak diikuti oleh masyarakat umum.
Anak putu ini lah yang meneruskan tradisi yang telah berjalan selama ratusan tahun dari tokoh yang pada masa lalu diyakini menyebarkan agama Islam di daerah Jatilawang, Banyumas, dan sekitarnya.
Advertisement
Pesan Toleransi dalam Bada Besar atau Perlon
Anak putu sudah tersebar di berbagai daerah. Selain di Pekuncen, Jatilawang, komunitas anak putu juga ada di Kalikudi, Daun Lumbung dan Pekuncen, Kroya, Kabupaten Cilacap. Selain itu, anak putu juga tersebar di berbagai daerah dengan jumlah lebih sedikit.
Dalam ritual Perlon, anak putu menggelar upacara yang hampir sama dengan ritual Rikat, yakni resik kubur atayu bersih-bersih makam dan berdoa. Bedanya, kini mereka berziarah di makam Kiai Gunung.
Hampir sama dengan perayaan Idul Adha lainnya, pada hari Perlon, komunitas Banokeling juga menyembelih hewan kurban. Hewan kurban disebut sebagai hewan Perlon.
Berbeda dengan ritual adat yang hanya diikuti oleh anak putu, daging perlon dibagikan merata kepada masyarakat umum di luar komunitas. Tentu saja, utamanya tetap anggota komunitas Banokeling.
"Nanti kan ada yang di Komunitas Banokeling Wetan dan Kulon. Biasanya yang banyak itu yang di wetan," ujarnya.
Sumitro mengungkapkan, meski berbeda hari dan tanggal dalam perayaan Idul Adha, di Pekuncen, umat muslim saling membantu tak pandang bulu. Komunitas Banokeling pun tetap membantu ketika pemotongan hewan kurban muslim di luar komunitas.
Kerukunan adalah ajaran leluhur. Sejak ratusan tahun lalu, komunitas banokeling dan masyarakat Pekuncen telah belajar toleransi.
Saksikan video pilihan berikut ini: