Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyoroti kinerja pemerintah dalam meningkatkan jumlah ketenagakerjaan di Indonesia. Menurutnya, persoalan [tenaga kerja](3999014/ "") ini merupakan suatu hal serius yang perlu dibenahi agar mampu menekan angka kemisinan juga pengangguran.
"Kita selama ini tidak pernah menempatkan masalah ketenagakerjaan dan penciptaan lapangan kerja itu menjadi masalah prioritas," katanya dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju, di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Haryadi menilai pemerintah saat ini terlalu gencar dengan program kebijakan seperti misalnya pendidikan vokasi. Namun melupakan upaya lainnya seperti bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi kita bicara bukan hanya bicara tentang vokasi tapi tentang penciptaan [lapangan kerja](3999014/ "") itu sendiri," kata dia.
Di samping itu, program pemerintah ke depan seperti kartu prakerja dan Indonesia pintar pun dinilai tidak cukup untuk mengurangi angka kemiskinan. Sebab, percuma saja apabila itu diterapkan namun lagi-lagi penciptaan lapangan pekerja tidak disediakan.
"Jadi pada waktu Pak Jokowi sampaikan program vokasi kartu pra kerja dan sebagainya sebetulnya kami agak khawatir ini sebetulnya permasalahannya justru penciptaan lapangan kerjanya yang bermasalah. Bagaimana kita mengakselerasi dari penciptaan lapangan pekerjaan itu," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenperin Ungkap Persoalan Utama Pendidikan Vokasi di Indonesia
Sebelumnya, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Eko Cahyanto, membeberkan beberapa permasalahan utama pendidikan vokasi di Indonesia. Menurutnya, saat ini tengah terjadi disparitas atau kergaman mutu pendidikan khususnya berkaitan dengan kompetensi keahlian.
"Kompetensi keahlian yang ada di SMK jumlahnya sangat banyak. Saat ini terdapat 146 kompetensi keahlian namun hanya 36 yang terkait dengan sektor industri," katanya dalam acara penutupan pelatihan kepala sekolah dan guru SMK produktif di Kemenperin Jakarta, pada Selasa 30 Juli 2019.
Kemudian permasalahan lain yang ada di sektor pendidikan Tanh Air yakni ketersediaan tenaga pendidik yang belum memadai secara kuantitas. Menurutnya hanya ada 22 persen guru produktif di Indonesia.
"Sarana dan prasarana belajar yang juga belum memenuhi kebutuhan, bahkan 30 persen tertinggal 2 generasi," katanya.
BACA JUGA
Eko mengatakan dengan persoalan-persoalan tersebut akan bertambah parah, jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan seperti kurikulum yang tidak fleksibel, sumber daya manusia yang kurang mumpuni, sarana dan prasarana pendidikan yang masih terbatas.
Oleh karena itu, lanjut dia, dengan adanya Inpres 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK yang di tindak lanjuti oleh Kementerian Perindustrian dengan Program Vokasi Industri permasalahan yang dihadapi saat ini dapat diselesaikan satu per satu.
Dia menambahkan, dengan adanya tindak lanjut dari program vokasi industri melalui program peningkatan kompetensi guru SMK yang dilaksanakan kerjasama dengan ITEES Singapura pada tahun 2018 untuk guru SMK bidang Leaders Training Workshop, Instalasi Listrik, Otomasi dan Pemesinan dapat menjadi belal bagi pendidikan di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, sebanyak 99 guru telah mengikuti pelatihan di Singapura berasal 87 SMK yang terdiri 61 SMK Negeri serta 26 SMK Swasta.
"Kami ucapkan terimakasih kepada ITEES Singapura yang telah menyelenggarakan pelatihan ini dan temasek foundation yang telah mendukung penyelenggaraan program ini. Semoga kerja sama ini dapat di lanjutkan lagi," pungkasnya.
Advertisement