Liputan6.com, Jakarta - Sanksi mengintai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berani membolos usai hari raya Idul Adha 2019 yang jatuh pada hari Minggu (11/8/2019) besok. Para PNS pun harus masuk seperti biasa pada Senin mendatang.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut tidak ada pergeseran hari libur ke hari Senin seperti kabar yang tersebar di media sosial. PNS yang nekat bolos pun terancam sanksi berat.
Baca Juga
Advertisement
"Senin tetap masuk seperti biasa, dan yang bolos nanti seperti baisa dikenakan sanksi, bahkan sanksinya bisa lebih berat karena Pak Jokowi sudah enggak mau main-main lagi soal pengembangan SDM," ujar Kepala Biro Humas BKN M. Ridwan kepada Liputan6.com, Jumat (9/8/2019).
Lebih lanjut, Ridwan menjelaskan bahwa jika ada pergeseran hari libur maka informasi akan disebarkan pada jauh-jauh hari. Ia pun meminta agar PNS tidak percaya rumor di media sosial.
"Yang jelas keputusan bersama soal hari-hari besar 2019 kan itu sudah diputuskan akhir tahun lalu. Diikuti saja," ucap Ridwan.
Kepada mereka yang tetap nekat membolos, Ridwan mengingatkan bahwa masih banyak orang yang ingin jadi PNS atau ASN. Aturan baru soal PNS pun sudah semakin ketat.
Pada Mei lalu, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam aturan tersebut, sanksi administrasi hingga pemecatan menanti para abdi negara yang kinerjanya tidak memenuhi target.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
PP Nomor 30 Tahun 2019
Menurut PP Nomor 30 Tahun 2019, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan,” bunyi Pasal 4 PP ini.
Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP tersebut, dilaksanakan dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yang terdiri atas perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut dan Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.
Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan dengan memperhatikan, perencanaan strategis Instansi Pemerintah, perjanjian kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan, SKP atasan langsung.
“SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama yang harus dicapai seorang PNS setiap tahun. Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP dapat memuat kinerja tambahan,” bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP tersebut.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi, menurut PP ini, disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yang dipimpinnya dengan memperhatikan rencana strategis; dan rencana kerja tahunan.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi utama, menurut PP ini, disetujui oleh menteri yang mengoordinasikan. SKP bagi pejabat pimpinan tinggi madya disetujui oleh pimpinan Instansi Pemerintah. Sedangkan SKP bagi pejabat pimpinan tinggi pratama disetujui oleh pejabat pimpinan tinggi madya.
Disebutkan dalam PP ini, SKP bagi pejabat pimpinan tinggi yang memimpin unit kerja paling sedikit mencantumkan indikator kinerja yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kinerja penggunaan anggaran.
“SKP bagi pejabat pimpinan Unit Kerja mandiri sebagaimana dimaksud disetujui oleh menteri atau pejabat pimpinan tinggi yang mengoordinasikannya,” bunyi Pasal 16 ayat (1) PP ini.
Untuk SKP bagi pejabat administrasi, menurut PP ini, disetujui oleh atasan langsung. Adapun SKP bagi pejabat fungsional disusun berdasarkan SKP atasan langsung dan organisasi/unit kerja.
“Ketentuan penyusunan SKP sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan anggota lembaga non struktural, diberhentikan sementara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, atau mengambil masa persiapan pensiun,” bunyi Pasal 23 PP ini.
Advertisement
Menteri PANRB: PNS Harus Ahli dan Profesional
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menyatakan, pemerintah saat ini fokus terhadap pencarian tenaga ahli dan profesional dalam proses perekrutan calon Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS, bukan lagi kepada tenaga administrasi.
Dia menyatakan, akselerasi kualitas PNS ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dinamika kebangsaan yang semakin kompleks serta menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
"Percepatan pembangunan ASN sebagai mesin utama penggerak birokrasi bertujuan untuk mengantisipasi dinamika kebangsaan yang kompleks dan multidimensional," seru Menteri Syafruddin dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu, 31 Juli 2019.
Menurutnya, setiap ASN didorong untuk lebih adaptif terhadap perubahan digital guna menggapai visi Indonesia Emas 2045. "Ini adalah suatu keniscayaan yang harus segera direalisasikan," tegasnya.
Selain itu, ia pun mengungkapkan, perlu restrukturisasi agar ASN didominasi jabatan fungsional teknis dan profesional. Prinsip rekrutmen PNS adalah zero growth, yakni tak lagi merekrut tenaga administrasi umum hingga proporsi dan persebarannya mencapai angka berimbang untuk pembangunan.